dc.description.abstract | Ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus merupakan salah satu
komoditas air tawar yang penting di Indonesia. Produksi ikan patin siam pada
tahun 2016, menempati urutan ke empat setelah ikan nila, mas dan lele dalam
kelompok ikan air tawar. Ikan patin siam menjadi salah satu komoditas penting
karena memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat mengambil oksigen dari udara
sehingga dapat hidup dan tumbuh pada media yang rendah oksigen. Selain itu,
ikan patin siam juga dapat memanfaatkan pakan buatan dengan kandungan protein
yang relatif rendah sehingga biaya produksi relatif murah. Oleh karena itu untuk
mendukung komoditas akuakultur ini, penyediaan benih yang berkualitas menjadi
penting.
Benih yang berkualitas secara genetik dapat dihasilkan dari suatu program
seleksi yang merupakan salah satu metode untuk perbaikan mutu genetik dan
sampai hari ini masih dominan digunakan pada banyak spesies akuakultur.
Karakter pertumbuhan paling banyak dikembangkan karena memiliki manfaat
ekonomi yaitu siklus produksi menjadi lebih cepat dan efisiensi pemanfaatan
pakan. Penyakit dan kualitas media pemeliharaan yang buruk karena intensifikasi
budidaya menjadi masalah yang paling umum yang dihadapi dalam akuakultur.
Oleh karena itu karakter daya tahan (hardiness line) menjadi prioritas selanjutnya
untuk dikembangkan dalam program seleksi. Balai Perikanan Budidaya Air Tawar
Sungai Gelam (BPBAT Sungai Gelam) pada tahun 2009 telah melakukan
program seleksi (selective breeding) ikan patin siam dengan desain satu galur
pertumbuhan dan satu galur daya tahan. Galur pertumbuhan generasi ketiga telah
diperoleh tahun 2018 sementara untuk galur daya tahan sampai akhir tahun 2017
telah diperoleh generasi pertama. Untuk itu, penelitian ini bertujuan mengevaluasi
performa galur pertumbuhan generasi ketiga (G3Ps) dan galur daya tahan generasi
pertama (G1H) pada tahap pembenihan dan pembesaran yang dipelihara pada
lingkungan yang berbeda.
Sebanyak 10 pasang induk (famili) dari masing-masing G3Ps, G1H dan
populasi dasar generasi kedua (G2Ds: sebagai kontrol) yang dipijahkan dalam dua
tahap. Selanjutnya benih yang dihasilkan dibesarkan selama 120 hari pada media
dengan pergantian air secara berkala (perlakuan pertama: T1) dan tanpa pergantian
air (perlakuan kedua: T2).
Hasil penelitian menunjukkan performa reproduksi G3Ps secara umum tidak
berbeda dengan populasi dasar (G2Ds). Benih G3Ps umur 40 hari memiliki bobot
tubuh lebih besar dibandingkan kontrol dengan respons seleksi sebesar 32.25%,
sedangkan sintasan dan efisiensi pakan tidak berbeda nyata. Pada tahap
pembesaran, antar perlakuan tidak berbeda nyata dan tidak ada interaksi antar
galur dan perlakuan untuk semua karakter yang diukur (P > 0.05). Namun
karakter bobot tubuh G3Ps lebih besar dibandingkan kontrol dengan respons
seleksi sebesar 18.41% pada T1 dan 42.60% pada T2. Kontrol yang digunakan
merupakan populasi dasar sehingga respons seleksi yang diperoleh merupakan
akumulasi dari 3 generasi. Dengan demikian respons seleksi per generasi sebesar
6.14% pada T1 dan 14.20% pada T2 yang diukur pada umur 162 hari dari menetas.
Performa reproduksi G1H yaitu derajat pembuahan lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol dan untuk karakter yang lain tidak berbeda nyata
dengan kontrol. Pada tahap benih, LC50 NH3 G1H lebih tinggi dibandingkan
dengan kontrol sedangkan untuk karakter yang lain tidak berbeda nyata dengan
kontrol. Selanjutnya pada tahap pembesaran, diperoleh respons seleksi G1H untuk
karakter bobot tubuh sebesar 11.30% pada T1 dan 14.26% pada T2 yang diukur
pada umur 162 hari dari menetas.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa galur pertumbuhan
generasi ketiga (G3Ps) dan galur daya tahan generasi pertama (G1H) hasil
program seleksi di BPBAT Sungai Gelam mengalami perbaikan pada karakter
bobot tubuh baik yang dipelihara pada T1 maupun T2. Performa reproduksi galur
hasil seleksi (G3Ps dan G1H) tidak berbeda dengan populasi dasar generasi kedua
(G2Ds). | id |