Show simple item record

dc.contributor.advisorHardinsyah
dc.contributor.advisorKustiyah, Lilik
dc.contributor.advisorHadipoetro, Ferial
dc.contributor.advisorPriosoeryanto, Bambang Pontjo
dc.contributor.authorIndriasari, Marina
dc.date.accessioned2019-11-19T06:58:47Z
dc.date.available2019-11-19T06:58:47Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/99983
dc.description.abstractSpastisitas merupakan keadaan klinis adanya peningkatan tonus otot akibat kerusakan sistem saraf pusat bagian neuron motorik atas. Keadaan spastisitas akan lebih jelas saat terjadi gerakan sendi yang mengalami peregangan secara cepat. Spastisitas sering terjadi pada individu yang mengalami kerusakan otak akibat trauma, stroke, infeksi, hipoksia, cerebral palsy dan pasca bedah ataupun cedera medula spinalis. Perubahan konsentrasi Ca2+ intraseluler mempunyai peran penting dalam siklus eksitasi-kontraksi-relaksasi otot rangka. Perubahan abnormal pada konsentrasi Ca2+ intraseluler mengakibatkan kontraksi otot yang terganggu akibat adanya gangguan pada motor endplate. Spastisitas kemungkinan terjadi karena adanya arus Ca2+ yang terus menerus ke dalam sarkomer yang menyebabkan terjadinya hipereksitasi. Metabolisme kalsium pada berbagai kompartemen tubuh seperti saluran pencernaan, plasma darah, ekstraseluler dan intraseluler, jaringan tulang serta saluran kemih terkait dengan gerakan dan pengaturan keluar masuknya ion kalsium Ca2+. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh asupan kalsium terhadap kadar kalsium dalam darah, otot, urin dan feses kaitannya dengan spastisitas pada model tikus spastik. Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang telah mendapatkan persetujuan etik dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB untuk penelitian dengan subjek hewan nomor 92-2018 IPB. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan dosis erythrosine B yang digunakan untuk membuat model tikus coba menjadi spastik dan mendapatkan dosis yang membuat model tikus spastik menetap dalam waktu 28 hari sebesar 80 mg/kgBB. Penelitian utama dilakukan pada 42 model tikus Sprague dawley spastik jantan umur 10-12 minggu yang diberikan kalsium bersama pakan selama 15 hari terbagi dalam 6 kelompok dengan dosis kalsium antara lain 50 mg (K1), 100 mg (K2), 200 mg (K3), 300 mg (K4), 400 mg (K5) dan 500 mg (K6). Data yang diambil dari subjek adalah berat badan; nilai spastisitas; kadar kalsium dalam darah, otot, urin dan feses; serta diameter dan jarak antar serabut otot dan jumlah deposit kalsium dalam otot spastik. Spastisitas dinilai secara fisik dan analisis kadar kalsium darah serta urin menggunakan uji fotometri. Kalsium otot dan feses dianalisis secara spektrofotometri. Diameter dan jarak antar serabut otot serta deposit kalsium dalam otot dinilai secara histopatologi. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan spastisitas dengan pengurangan dosis asupan kalsium dan terjadi peningkatan spastisitas dengan penambahan dosis asupan kalsium pada subjek. Pada K2 mempunyai nilai spastisitas yang paling tinggi sebelum intervensi dan mengalami penurunan spastisitas terbesar setelah intervensi. Setelah intervensi, kadar kalsium dalam darah pada setiap kelompok mengalami penurunan kecuali pada K2. Kadar kalsium otot diukur hanya setelah intervensi dan mempunyai nilai yang tinggi pada K5 dan K6. Pada semua kelompok, kadar kalsium urin subjek mengalami penurunan setelah intervensi. K5 dan K6 mengalami penurunan kadar kalsium feses setelah intervensi. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa antar kelompok perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna untuk nilai spastisitas pada saat sebelum dan setelah intervensi serta terhadap perubahannya (p < 0.05). Terdapat juga perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan setelah intervensi dan pada perubahan kadar kalsium dalam darah (p < 0.05) sedangkan antar kelompok perlakuan sebelum intervensi didapatkan hasil yang tidak bermakna (p > 0.05). Nilai kalsium otot setelah intervensi antar kelompok perlakuan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p > 0.05). Tidak adanya perbedaan yang bermakna pada sebelum dan setelah intervensi serta perubahan kadar kalsium urin (p > 0.05). Kadar kalsium feses sebelum intervensi dan perubahan antar kelompok perlakuan mendapatkan hasil tidak adanya perbedaan yang bermakna ( p > 0.05), sedangkan antar kelompok perlakuan setelah intervensi didapatkan perbedaan yang bermakna (p < 0.05). Uji korelasi Pearson antara kadar kalsium darah dengan kadar kalsium otot didapatkan nilai p < 0.05, menandakan korelasi negatif yang bermakna dengan nilai r = -0.785. Uji korelasi Pearson antara kadar kalsium otot dengan spastisitas subjek mendapatkan nilai p < 0.05, yang menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna dengan nilai r = 0.810. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif` yang bermakna antara kadar kalsium darah dengan feses setelah intervensi pada subjek (p < 0.05, r = 0.342). Terdapat korelasi negatif yang bermakna pada perubahan kadar kalsium feses dengan spastisitas (p < 0.05, r = - 0.319) dengan uji korelasi Spearman. Dari uji korelasi Spearman mendapatkan hasil adanya korelasi negatif yang bermakna antara kadar kalsium urin dan feses sebelum intervensi (p < 0.05; r = -0.402) dan korelasi negatif pada perubahan kadar kalsium urin dan feses ( p < 0.05 ; r = -0.360). Hasil tersebut menyimpulkan bahwa sebelum dilakukan intervensi, kalsium dalam urin maupun dalam feses secara metabolisme absorbsi dan ekskresi saling berkaitan. Gambaran histopatologi otot gastroknemius dengan pewarnaan hematoksilin eosin mendapatkan adanya peningkatan diameter serabut otot pada K2. Setelah dilakukan uji Anova mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada diameter serabut otot dan jarak antar serabut otot di antara kelompok perlakuan (p > 0.05). Adanya korelasi positif antara jarak antar serabut otot dengan spastisitas setelah intervensi (p < 0.05; r = 0.332). Pewarnaan preparat jaringan otot dengan alizerin red mendapatkan hasil adanya deposit kalsium yang nyata dalam jaringan otot pada tikus spastik pada K6. Terdapat adanya perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan pada pewarnaan alizerin red (p < 0.05). Hasil uji korelasi Spearman dengan pewarnaan alizerin red menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara adanya deposit kalsium dalam otot dengan spastisitas setelah intervensi (p < 0.05; r = 0.402). Perbaikan spastisitas dalam waktu 15 hari untuk model tikus jantan Sprague dawley yang spastik umur 10-12 minggu dengan berat 200-250 mg membutuhkan asupan kalsium sebanyak 100 mg, yang setara dengan setengah kebutuhan standar.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcNutritionid
dc.subject.ddcCalcium intakeid
dc.subject.ddc2018id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titlePengaruh Asupan Kalsium terhadap Kadar Kalsium Darah, Otot, Urin dan Feses Kaitannya dengan Spastisitas pada Model Tikus Spastik.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordasupan kalsiumid
dc.subject.keywordkadar kalsiumid
dc.subject.keywordspastisitasid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record