dc.description.abstract | Konsep desentralisasi yang mulai berlaku pasca reformasi justru menciptakan pengelolaan DAS yang cenderung parsial. Padahal pengelolaan DAS harus berprinsip “one watershed, one management.” Permasalahan DAS Citarumpun telah terjadi di Sub DAS Cirasea sebagai daerah hulu karena memiliki indeks erosi yang sangat buruk akibat aktivitas pertanian. Permasalahan Citarum tak kunjung selesai meskipun pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit untuk pembangunan fisik. Oleh karena itu, penguatan kolaborasi antar stakeholder dibutuhkan setelah dilakukan pembangunan fisik. Kawasan yang memiliki status hutan lindung dan atau hutan konservasi, topografi curam, area lahan kritis luas, dan elevasi diatas 1000 m umumnya memiliki banyak aktor yang terlibat dalam pengelolaan Sub DAS, baik yang berasal dari program pemerintah maupun inisiatif dari masyarakat yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Motivasi ekonomi dipengaruhi oleh adanya fungsi dari sungai, artinya partisipasi masyarakat akan tinggi jika sungai memiliki fungsi yang positif bagi masyarakat. Analisis Stakeholder membagi peran lembaga menjadi empat bagian, yaitu peran Subject, Players, Crowd, dan Context setters. Identifikasi keterhubungan lembaga di tingkat pusat dan lokal dapat menjadi bahan rekomendasi dalam strategi penguatan kelembagaan Sub DAS Cirasea. Faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh Kelembagaan Sub DAS Cirasea berdasarkan hasil analisis SWOT menghasilkan prioritas rekomendasi, yaitu sebaiknya kelompok Players berkoordinasi dan memperkuat kapasitas kinerja kelompok Subject agar dapat mengendalikan perilaku kelompok Crowd, perlu adanya kepastian koordinasi antarprogram maupun antarsektor secara riil di lapangan, dan kepastian pascapanen untuk meningkatkan motivasi petani dalam menanam kopi. | id |