Show simple item record

dc.contributor.advisorSulistiono
dc.contributor.advisorHariyadi, Sigid
dc.contributor.advisorMadduppa, Hawis
dc.contributor.authorIsmail
dc.date.accessioned2019-08-05T02:32:34Z
dc.date.available2019-08-05T02:32:34Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/98594
dc.description.abstractKepiting bakau (Scylla spp) merupakan komoditas perikanan ekonomis penting bernilai tambah bagi ekspor. Berdasarkan teori bionomik, produksi kepiting bakau merupakan fungsi dari populasi kepiting bakau, upaya tangkap dan habitat kepiting bakau. Sementara itu, secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai habitat hidup berbagai jenis ikan, udang dan khususnya kepiting bakau. Di kawasan Segara Anakan, terjadi penurunan produksi kepiting bakau dan penurunan luasan dan kepadatan individu mangrove. Hubungan antara kepiting bakau dan ekosistem mangrove adalah sangat penting. Degradasi pada ekosistem mangrove dapat mempengaruhi produksi kepiting bakau sehingga hubungan ini dijadikan sebagai suatu model untuk memprediksi produksi kepiting bakau di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisa kondisi mangrove seperti kerapatan tajuk,kepadatan individu dan indeks nilai penting (INP) mangrove terkait produksi kepiting bakau di dalam 3 lokasi yang berbeda di mangrove Segara Anakan dan ini akan diimplemantasikan sebagai model pengelolaan habitat bagi kepiting bakau. Penelitian pertama bertujuan untuk menjelaskan kondisi klasifikasi kerapatan tajuk dan tutupan lahan mangrove di Segara Anakan. Hasil pengolahan citra landsat 8 aquisisi 4 April 2016 menggunakan metode NDVI dengan bantuan applikasi ER-MAPPER 7.0 diperoleh kondisi kerapatan tajuk mangrove di Segara Anakan adalah kelas mangrove jarang 571.95 ha, kelas mangrove sedang 762.21 ha dan kelas mangrove rapat 4792.11 ha. sedangkan kondisi tutupan lahan mangrove di Segara Anakan terbagi atas ; 1) vegetasi non mangrove seluas 33067.62 ha, (persawahan dan hutan daratan), 2) vegetasi mangrove seluas 6126.28 ha, 3) objek lain (lahan terbangun) seluas 1568.25 ha, dan 4) perairan seluas 19858.28 ha. Penelitian kedua bertujuan menganalisa sebaran spesies, kepadatan individu mangrove dan Indeks Nilai Penting (INP) mangrove terkait dengan wilayah tangkapan. Metode yang digunaka untuk menganalisa kepadatan individu mangrove, Indeks Nilai Penting (INP) mangrove adalah metode transek garis (Onrizal 2008). Hasil dalam riset ini adalah sebaran jenis mangrove dari barat ke timur ditemukan peningkatan jumlah spesies mangrove sedangkan kepadatan kategori pohon 711 ind/ha (<1000 ind/ha). Kepadatan kategori pohon ini dikategorikan rusak (<1000 ind/ha) namun pada kategori Anakan dan Pancang adalah lebih dari 1000 ind/ha. Sementara Indeks Nilai Penting (INP) kategori pohon untuk mangrove wilayah barat Segara Anakan adalah S. caseolaris 220 % dan R. apiculata 221%. di wilayah timur Segara Anakan Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 201 tahun 2004, kondisi hutan mangrove di kawasan Segara Anakan ini adalah tergolong kriteria rusak Penelitian ketiga bertujuan menganalisa hubungan antara mangrove dan kepiting bakau. Metode yang digunakan adalah regresi linear sederhana dan AVONA satu arah. Hasil dari hubungan regresi antara mangrove dan produksi kepiting bakau adalah Y= 14.952X – 88357 dan R2 = 0.54. Sementara hasil tangkapan kepiting bakau di 3 wilayah tangkap adalah berbeda nyata (p<0.05). Produksi kepiting dii wilayah bagian barat, tengah dan timur berturut-turut adalah 5891.82 kg, 6072.87 dan 7689.42 kg. Perbedaan produksi kepiting bakau ini menunjukkan terjadi tipologi wilayah tangkap. Penelitian keempat bertujuan merumuskan model dinamik pengelolaan habitat kepiting bakau berdasarkan pola hubungan mangrove dan produksi kepiting bakau. Metode yang digunakan yaitu pendekatan sistem model dinamik yang menggunakan aplikasi STELLA 9.0.2. Hasil yang diperoleh bahwa skenario dengan pengendalian alih fungsi dan rehabilitasi mangrove dapat mencapai target produksi kepiting bakau sebesar 51070 kg di akhir simulasi. Rehabilitasi habitat mangrove 30% dari 6216.3 ha lebih baik daripada rehabilitasi 10% dan 20% karena dibutuhkan 5 tahun saja untuk mencapai target produksi kepiting bakau. Model ini dapat diaplikasikan khususnya wilayah timur karena wilayah timur ini memiliki INP lebih tinggi daripada wilayah bagian barat di Segara Anakan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcFisheries resources utilizationid
dc.subject.ddcCrabsid
dc.subject.ddcMangroveid
dc.subject.ddcCilacap, Jawa Tengahid
dc.titleModel Pengelolaan Habitat Kepiting Bakau (Scylla spp) di Segara Anakan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengahid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordmangroveid
dc.subject.keywordproduksi kepiting bakauid
dc.subject.keywordpengelolaan habitatid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record