Keanekaragaman Kumbang Jelajah Arboreal (Coleoptera: Staphylinidae) di Lanskap Hutan Harapan dan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi.
View/ Open
Date
2019Author
Hiola, Muhammad Syaifullah
Buchori, Damayanti
Hidayat, Purnama
Metadata
Show full item recordAbstract
Perubahan penggunaan lahan dari hutan alam menjadi kawasan pertanaman monokultur merupakan aktifitas yang sering terjadi dalam beberapa dekade terakhir sehingga mengakibatkan terjadinya transformasi habitat yang dapat berdampak terhadap menurunnya keanekaragaman serangga. Kumbang jelajah (Coleoptera: Staphylinidae) adalah salah satu serangga yang peka terhadap adanya perubahan habitat adalah. Sebagian besar spesies dari kumbang jelajah lebih dikenal sebagai predator terhadap serangga lainnya, sehingga kumbang ini seringkali dimanfaatkan sebagai pengendali populasi hama pada tanaman pertanian di Indonesia. Hutan hujan tropis di Jambi merupakan salah satu wilayah di Asia Tenggara yang merupakan sumber habitat bagi beraneka ragam serangga di mana saat ini wilayah tersebut telah mengalami perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat dari hutan menjadi kawasan perkebunan. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kawasan perkebunan yaitu penurunan tutupan kanopi pohon yang dapat memengaruhi keanekaragaman serangga arboreal. Informasi tentang dampak perubahan penggunaan lahan terhadap keanekaragaman kumbang jelajah arboreal di Indonesia belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk memelajari keanekaragaman kumbang jelajah arboreal di Jambi berdasarkan tipe penggunaan lahan berbeda di lanskap Hutan Harapan dan TNBD pada musim kemarau dan musim hujan.
Pengambilan sampel serangga dilakukan di dalam dan sekitar lanskap Hutan Harapan dan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Masing-masing lanskap terdiri dari empat tipe penggunaan lahan yang berbeda, yaitu hutan, hutan karet, perkebunan karet, dan perkebunan kelapa sawit. Pengambilan sampel dilakukan pada musim kemarau (Mei – September 2013) dan musim hujan (November 2013 – Februari 2014). Pada masing-masing tipe penggunaan lahan ditentukan empat plot inti berukuran 50 m x 50 m, kemudian dari masing-masing plot inti ditentukan tiga titik pengambilan sampel secara acak sebagai sub-plot. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengasapan (fogging) pada pagi hari mulai pukul 06.00 WIB menggunakan insektisida piretroid pada masing-masing sub-plot yang telah ditentukan. Pengambilan sampel diawali dengan memasang 16 perangkap berbentuk limas terbalik (ukuran 1m x 1m) di bawah kanopi yang terpilih. Setiap perangkap diberi botol plastik di bawahnya yang berisikan alkohol 96%, kemudian diberi label berdasarkan kode tempat pengambilan sampel. Selanjutnya proses pengasapan dilakukan secara vertikal, horisontal dan diagonal ke arah kanopi yang lebih tinggi selama 20 menit untuk satu sub-plot. Setelah itu sub-plot yang telah diasapi dibiarkan selama 2 jam, serangga yang jatuh pada perangkap kemudian dikumpulkan dalam satu botol plastik untuk satu sub-plot. Selanjutnya botol plastik berisi sampel serangga dibawa ke laboratorium untuk disortir dan diidentifikasi lebih lanjut. Sortasi dan identifikasi spesimen kumbang jelajah arboreal dilakukan pada bulan Mei 2016 – Juni 2017 di laboratorium Pengendalian Hayati, Institut Pertanian Bogor.
v
Kumbang jelajah arboreal yang ditemukan di provinsi Jambi terdiri dari 13 subfamili, 13 genus, dan 74 morfospesies dari 4101 individu kumbang jelajah arboreal. Secara keseluruhan pengambilan sampel kumbang jelajah arboreal yang dilakukan menunjukkan angka sebesar 97.36%. Subfamili Aleocharinae merupakan subfamili dengan morfospesies terbanyak yang ditemukan dlam penelitian ini. Kekayaan dan kelimpahan kumbang jelajah arboreal tertinggi terdapat di habitat hutan di lanskap TNBD pada musim kemarau. Sedangkan kekayaan dan kelimpahan terendah terdapat di perkebunan kelapa sawit di lanskap Hutan Harapan pada musim hujan. Berdasarkan indeks Bray-Curtis, pola komposisi kumbang jelajah arboreal secara signifikan berbeda pada lanskap, musim, dan tipe penggunaan lahan. Habitat hutan di musim hujan dengan habitat hutan-karet di musim kemarau dalam lanskap TNBD memiliki kemiripan komposisi yang paling tinggi dibandingkan habitat lainnya. Jenis kumbang jelajah arboreal dominan dan spesifik pada masing-masing habitat dapat dijadikan indikator dalam suatu habitat.
Collections
- MT - Agriculture [3778]