dc.description.abstract | Pengangguran merupakan permasalahan yang terjadi di berbagai negara
dan mendapat perhatian khusus baik dari pengambil kebijakan maupun akademisi
karena jika tidak teratasi akan menjadi beban bagi perekonomian negara tersebut.
Pengangguran merupakan sebuah indikator yang banyak digunakan dan sering
didiskusikan, namun sebagian besar hanya berkonsentrasi kepada tingkat
pengangguran nasional yang tidak memberikan informasi mengenai struktur
pengangguran regional. Padahal data yang ada di Indonesia mengenai tingkat
pengangguran regional menunjukkan adanya perbedaan antar daerah.
Masalah pengangguran tidak telepas dalam kaitannya dengan dimensi
wilayah. Keberadaan dependensi spasial menujukkan bahwa tingkat
pengangguran regional di suatu wilayah akan berhubungan dengan wilayah
tetangganya. Sebagai contoh, perusahaan/pemberi kerja tidak membatasi kegiatan
perekrutan mereka hanya dilokasi tempat ia berdiri, disisi lain pencari kerja
mungkin menerima pekerjaan di area yang berbeda dengan tempat tinggalnya.
Metode ekonometrika tradisional melihat masing-masing daerah secara implisit
sebagai sesuatu yang berdiri sendiri (independen) dan mengabaikan adanya
potensi interaksi spasial antar wilayah, sehingga hanya akan ada sedikit penjelasan
mengenai aspek regional dan spasial ini. Ilmu ekonometrika spasial yang
digunakan sudah mencakup aspek regional dimana terdapat ketergantungan antar
wilayah. Pengabaian akan adanya ketergantungan antar wilayah ini akan
menyebabkan perkiraan yang bias dan tidak efisien (Anselin dan Bera 1998).
Penelitian ini selain bertujuan untuk mengetahui gambaran umum tingkat
pengangguran di Indonesia dan pola spasialnya (adanya dependensi spasial), juga
ingin mengetahui determinan dari tingkat pengangguran regional sekaligus
mengetahui efek langsung, efek tidak langsung dan efek total dari variabel bebas
yang digunakan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan data dari 26 provinsi yang ada di Indonesia pada tahun 2000 hingga
2017. Penelitian ini menggunakan pendekatan equilibrium dan disequilibrium
dengan mengadopsi model dari Blanchard dan Katz (2002). Variabel yang
digunakan yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja, proporsi penduduk usia muda
(15-64) terhadap penduduk usia kerja (15-64), human capital yang didekati
dengan penduduk yang menamatkan pendidikan diploma keatas dan penduduk
yang menamatkan pendidikan hingga sekolah menengah atas, dan industrial mix
yang didekati dengan pekerja yang terserap ke sektor manufaktur dan pekerja
yang terserap ke sektor jasa. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model spasial durbin (SDM) dengan menggunakan fixed effect dengan pengaruh
waktu menggunakan matriks pembobot invers jarak.
Hasil empiris menunjukkan adanya ketergantungan spasial tingkat
pengangguran di antara wilayah di Indonesia. Selain itu, hasil empiris juga
mengungkap bahwa keseluruhan variabel bebas yang digunakan tersebut
signifikan yang berarti sebagian besar penyebab adanya kesenjangan tingkat
pengangguran regional dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Selain itu dari
v
penelitian di atas ditemukan adanya efek spillover, sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pengangguran di suatu wilayah tidak
hanya memengaruhi pengangguran di wilayah itu, tetapi juga memengaruhi
pengangguran di wilayah tetangga.
Berdasarkan penelitian ini dapat diberikan beberapa saran kepada
pemerintah. Pertama yaitu pemberian beasiswa kepada setiap warga negara untuk
dapat mengenyam pendidikan tinggi serta pembangunan infrastruktur pendidikan
tinggi yang berkualitas di setiap wilayah di Indonesia. Kedua, memberlakukan
kebijakan yang dapat mencegah efek “business shock” dan “man power shock”
yang merugikan perusahaan serta melakukan revolusi industri. Ketiga, pemuda
yang merupakan aset bangsa harus disibukkan dengan sistem pendidikan agar
tidak menganggur, selain itu pemuda perlu diberikan pelatihan yang sesuai dengan
kebutuhan bisnis agar ketika berhenti bersekolah dapat bekerja. Terakhir, perlunya
sinergi dan komunikasi antar pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan
untuk bersama memberantas pengangguran agar tidak terjadi gelombang
pengangguran di wilayah lain. | id |