Evaluasi Ekonomi Kebijakan Moratorium Perizinan Kapal Eks Asing terhadap Sumberdaya Perikanan Demersal di Wilayah Pengelolaan Perikanan 718
View/ Open
Date
2019Author
Supartoyo, Yesi Hendriani
Juanda, Bambang
Firdaus, Muhammad
Effendi, Jaenal
Metadata
Show full item recordAbstract
Status pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Laut Arafura sudah pada
tingkat pemanfaatan penuh, maka pengelolaan perikanan harus dilakukan secara
hati-hati. Pembatasan jumlah penangkapan (limited entry) merupakan salah satu
upaya untuk mengurangi tekanan terhadap sumberdaya perikanan. Kebijakan
limited entry yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia adalah tidak memberikan
perpanjangan izin dan menerbitkan izin baru bagi kapal perikanan milik asing atau
milik pengusaha Indonesia yang bekerjasama dengan asing (kapal perikanan eks
asing) untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Indonesia. Dengan kebijakan tersebut, sebanyak seribu lebih kapal perikanan eks
asing tidak dapat beroperasi.
Kebijakan moratorium perizinan kapal perikanan eks asing telah
menyebabkan turunnya produksi perikanan di beberapa pelabuhan terutama
pelabuhan perikanan pangkalan kapal yang melakukan penangkapan ikan di WPP
718. Sebanyak 59% kapal yang terdampak kebijakan moratorium, melakukan
penangkapan ikan di WPP 718. Alat tangkap yang digunakan oleh kapal tersebut
adalah pukat ikan, pukat udang, jaring insang oseanik dan purse seine. Pukat ikan
dan pukat udang meliputi 92% dari jumlah kapal eks asing di WPP 718 dengan
target tangkapan ikan ekonomis penting seperti udang dan kakap.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis status pemanfaatan
sumberdaya perikanan demersal di WPP 718. 2) Menganalisis dinamika
pemanfaatan perikanan demersal di WPP 718 pada kondisi tidak adanya kebijakan
moratorium. 3) Menganalisis dampak kebijakan moratorium perizinan kapal eks
asing terhadap pemanfaatan perikanan demersal di WPP 718 dan 4) Merumuskan
alternatif kebijakan pengelolaan perikanan demersal di WPP 718 setelah adanya
kebijakan moratorium perizinan kapal eks asing.
Cakupan penelitian ini meliputi wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 718
(Laut Aru, Laut Arafuru/Arafura, Laut Timor bagian Timur). Secara administratif
tercakup dalam wilayah Provinsi Papua, Papua Barat dan sebagian Maluku.
Pemilihan WPP 718 sebagai lokasi penelitian karena sebagian besar kapal
perikanan yang terkena dampak kebijakan moratorium kapal eks asing melakukan
operasi penangkapan ikan di WPP 718. Potensi sumberdaya perikanan tertinggi
diantara 11 wilayah pengelolaan perikanan terdapat di WPP 718. Penelitian
berlangsung mulai dari Juni 2016 sampai dengan Maret 2018. Data yang digunakan
pada penelitian ini adalah data sekunder. Kapal eks asing yang terdampak
kebijakan moratorium menggunakan alat tangkap pukat dengan target tangkapan
adalah ikan demersal.
Analisis model surplus produksi dilakukan terhadap model Schaefer, Fox,
Walter-Hilborn dan CYP. Model Walter-Hilborn memberikan nilai R2 yang paling
tinggi dan kesesuain tanda yang tepat, sedangkan model yang lainnya memiliki nilai
R2 lebih rendah (Schaefer dan Fox) dan ketidaksesuain tanda (CYP). Tingkat
optimal yang digunakan mengacu pada nilai maximum economic yield (MEY).
Tingkat eksploitasi optimal secara ekonomi (MEY) yaitu 4.393 unit jumlah kapal
setara kapal dengan alat tangkap pancing rawai dasar 75 GT, produksi 188.725 ton
per tahun dan rente 4,41 triliun rupiah. Kebijakan moratorium menyebabkan
semakin rendahnya tingkat pemanfaatan ikan demersal di WPP 718. Kebijakan
moratorium kapal eks asing menyebabkan jumlah biomas lebih tinggi dibandingkan
kondisi baseline dan kondisi optimal, jumlah pertumbuhan ikan lebih kecil dan
tingkat kematian alami ikan menjadi lebih tinggi. Untuk memanfaatkan perikanan
pada kondisi optimal, maka diperlukan penambahan jumlah kapal untuk
meningkatkan eksploitasi sehingga pertumbuhan ikan menjadi optimal dan tingkat
kematian alami menjadi lebih rendah.
Dalam menangani rendahnya tingkat pemanfaatan ikan demersal di WPP 718
pada kondisi baseline dan adanya kebijakan moratorium, maka penelitian ini
merekomendasikan untuk melakukan penambahan jumlah kapal pancing rawai.
Jumlah kapal yang disarankan adalah sebanyak 1.910 unit dengan penambahan
yang dilakukan secara bertahap. Total penambahan sampai dengan 1.910 unit
tercapai pada tahun 2030 dengan memerlukan tambahan investasi sebesar 1,82
triliun rupiah. Tahapan penambahan jumlah kapal ini dilakukan sebesar unit
tertentu dengan tetap menjaga rente perikanan paling tinggi. Dengan adanya
penambahan jumlah kapal sebanyak 1.910 unit sampai tahun 2030, maka produksi
mengalami peningkatan sebesar 36.511 ton. Penerimaan juga mengalami
peningkatan sebesar 1,78 triliun rupiah serta rente perikanan mengalami
peningkatan 490 miliar rupiah dibandingkan kondisi baseline tahun 2014.
Kebutuhan tenaga kerja (ABK) mengalami peningkatan sebesar 32.477 orang
sampai dengan tahun 2030
Penambahan kapal dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat
dan pihak swasta dengan spesifikasi jenis alat tangkap, ukuran dan teknologi kapal
perikanan ramah lingkungan yang sesuai untuk melakukan penangkapan ikan di
ZEE 718 dan laut lepas setara 1.910 unit kapal pancing rawai dasar 75 GT. Dalam
memperlancar aktivitas penangkapan ikan di WPP 718 diperlukan tambahan
infrastruktur penangkapan seperti pelabuhan, dermaga, fasilitas pendaratan ikan,
fasilitas penyimpanan, fasilitas pengolahan dan pemasaran perikanan, sehingga
sumberdaya perikanan memberikan manfaat optimal.