Show simple item record

dc.contributor.advisorMunandar, Aris
dc.contributor.advisorFatimah, Indung Sitti
dc.contributor.authorSari, Pawitra
dc.date.accessioned2019-05-23T02:43:06Z
dc.date.available2019-05-23T02:43:06Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97623
dc.description.abstractWarisan budaya menjadi penting dalam menghidupkan kembali sejarah kota yang pernah ada pada sumbu filosofi. Sumbu filosofi sebagai dasar dalam identifikasi karakteristik dari objek warisan budaya, yaitu Tugu, Malioboro, Kilometer Nol, dan Alun-alun Selatan, serta lingkungannya. Sektor pariwisata juga terus mendorong Yogyakarta sebagai objek destinasi wisata favorit, khususnya wisata budaya di perkotaan. Alun-alun Selatan dan lingkungannya berada dalam dinding (njeron beteng) memiliki karakter unik. Keberadaan dinding sudah tidak lagi berperan sebagai pertahanan fisik dalam menghadapi musuh. Kondisi saat ini, meskipun dinding mengalami kerusakan tetapi berfungsi sebagai pembatas wilayah yang memiliki perbedaan karakteristik dan menjaga sendi-sendi kehidupan wilayah Kraton. Karakter unik njeron beteng terletak pada arsitektur dan toponim. Kondisi bangunan (dalem) priyayi/bangsawan, kampung pribumi, dan kampung berbasis pesantren masih mengelompok, namun beberapa di antaranya telah mengalami perubahan. Toponim yang ada saat ini adalah penamaan jalan menggunakan nama kampung berdasarkan profesi yang ada sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana I. Hubungan tempat dengan psikologi manusia khususnya pada objek warisan budaya masih belum mendapat perhatian. Pentingnya persepsi masyarakat dan wisatawan merupakan bentuk partisipasinya dalam menanggapi dan memberi penilaian terhadap objek warisan. Variabel warisan budaya memiliki nilai paling kuat, sedangkan variabel ketergantungan tempat memiliki nilai paling lemah. Nilai semua responden, 8.33% sangat setuju dan 91.67% setuju pada warisan budaya; dan 8.33% setuju, 83.33% ragu-ragu, dan 8.33% tidak setuju pada ketergantungan tempat. Malioboro memiliki nilai paling kuat sebesar 3.61 dan Kilometer Nol memiliki nilai paling lemah sebesar 3.18. Seluruh objek warisan tersebut mengindikasikan nilai rata-rata (median) tidak jauh berbeda. Persepsi antara masyarakat asli dan pendatang tidak ada perbedaan dalam menilai empat objek warisan dengan menggunakan uji beda Mann-Whitney U. Konsep place-making sebagai pertimbangan dalam merencanakan ruang publik di Kilometer Nol untuk meningkatkan variabel keterikatan tempat dan nilai kontinuitas, khususnya ketergantungan tempat. Kelompok bangunan kolonial Belanda di Kilometer Nol sudah ada keberadaannya sebagai aset berharga dan harus ditanamkan dimensi psikologi dan spiritual. Pemahaman tersebut juga berkaitan tentang sejarah kota yang tidak hanya membangun fisik saja namun juga melibatkan aspek bukan fisik. Konsep citra kota melalui identitas, struktur, dan makna sebagai pertimbangan dalam mengintegrasikan karakteristik dengan benang merah di sumbu filosofi. Karakter fisik diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap aspek bukan fisik. Perlu koordinasi antara pemangku kepentingan dan partisipasi aktif dari masyarakat asli dan pendatang sebagai upaya dalam pelestarian warisan budaya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcLandscape Architechtureid
dc.subject.ddcCultural Heritageid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcKota Yogyakartaid
dc.titleKajian Karakteristik dan Persepsi Masyarakat terhadap Objek Warisan Budaya di Kota Yogyakartaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keyworddimensi psikologiid
dc.subject.keywordelemen mental mapid
dc.subject.keywordobjek warisanid
dc.subject.keywordpersepsiid
dc.subject.keywordruang publikid
dc.subject.keywordwarisan budayaid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record