dc.description.abstract | Penelitian ini dilakukan di Pulau Sumba sejak bulan Juli sampai November
2016 dengan judul Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura
Berkelanjutan di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tujuannya adalah
untuk (1) mengidentifikasi komoditas hortikultura unggulan yang ada pada masingmasing
kabupaten di Pulau Sumba; (2) menganalisis besarnya nilai efek multiplier
komoditas hortikultura unggulan pada masing-masing kabupaten di Pulau Sumba;
(3) menganalisis status keberlanjutan dan atribut yang dominan mempengaruhi
keberlanjutan ditinjau dari 5 dimensi keberlanjutan yakni dimensi ekologi,
ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan dan (4) membangun model
pengembangan kawasan agribisnis hortikultura unggulan pada masing-masing
kabupaten di Pulau Sumba .
Metode analisis data yang digunakan ini terdiri atas 4 macam metode yakni
(1) metode Static Location Question (SLQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ)
(2) metode analisis efek multiplier; (3) metode Multi Dimension Scalling (MDS)
yang dimodifikasi dengan metode Rapfish dan (4) metode sistem dinamik untuk
membangun model pengembangan kawasan agribisnis hortikultura berkelanjutan
di Pulau Sumba .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas unggulan pada (1)
Kabupaten Sumba Timur adalah jeruk, jambu biji, pepaya dan pisang, tomat,
terung, petsay, kangkung dan bayam; (2) Sumba Tengah adalah adalah nenas,
pisang, kacang merah, kacang panjang, cabai, tomat, labu siam, kentang dan bayam;
(3) Sumba Barat adalah pepaya, kacang panjang, cabai, bawang putih, ketimun dan
kangkung dan (4) Sumba Barat Daya adalah pisang, kacang panjang, buncis,
ketimun, labu siam dan kangkung.
Berdasarkan hasil analisis multiplier ditemukan bahwa (1) efek multiplier
jeruk di Sumba Timur sebesar 2,12 dan tomat sebesar 2,02; (2) efek multiplier nenas
di Sumba Tengah sebesar 1,9 dan cabai sebesar 1,8; (3) efek multiplier pepaya di
Sumba Barat sebesar 1,5 dan ketimun sebesar 2,7 dan (4) efek multiplier pisang dan
di Sumba Barat Daya sebesar 2,7 dan kacang panjang 2,22. Hasil analisis efek
multiplier ini menunjukkan bahwa setiap tambahan investasi sebesar 1 untuk
masing-masing komoditas akan menghasilkan pendapatan sebesar nilai multiplier
komoditas tersebut
Hasil analisis keberlanjutan di Pulau Sumba menunjukkan bahwa (1)
Kabupaten Sumba Timur berada pada status cukup berkelanjutan untuk dimensi
sosial dan kelembagaan sedangkan untuk dimensi ekologi, ekonomi dan teknologi
berada pada status kurang berkelanjutan. Atribut yang dominan berpengaruh pada
keberlanjutan (a) dimensi ekologi yakni penggunaan pupuk dan pestisida; (b)
dimensi ekonomi yakni luas lahan garapan; (c) dimensi sosial yakni intensitas
penyuluhan dan pelatihan; (d) dimensi teknologi yakni teknik pengolahan tanah dan
(e) dimensi kelembagaan yakni konflik antar kelompok tani; (2) Sumba Tengah
berada pada status cukup berkelanjutan untuk dimensi ekonomi, ekologi dan sosial
sedangkan untuk dimensi teknlogi dan kelembagaan berada pada status kurang
berkelanjutan. Atribut yang dominan berpengaruh pada (a) dimensi ekologi yakni
tingkat kemiringan lahan; (b) dimensi ekonomi yakni komoditas hortikultura yang
unggul; (c) dimensi sosial yakni eksistensi layanan pemerintah; (d) dimensi
teknologi dipengaruhi oleh teknologi konservasi tanah dan air dan (e) dimensi
kelembagaan yakni jumlah penyuluh pertanian; (3) Sumba Barat berada pada status
cukup berkelanjutan untuk dimensi sosial dan kelembagaan sedangkan untuk
dimensi ekologi, ekonomi dan teknologi berada pada status kurang berkelanjutan.
Atribut yang dominan berpengaruh pada (a) dimensi ekologi yakni tingkat
kemiringan lahan; (b) dimensi ekonomi yakni pengelolaan hasil hortikultura; (c)
dimensi sosial yakni eksistensi rumah tangga hortikultura; (d) dimensi teknologi
yakni teknologi konservasi tanah dan (e) dimensi kelembagaan yakni konflik antar
kelompok tani; (4) Sumba Barat Daya berada pada status cukup berkelanjutan
hanya untuk dimensi ekologi sedangkan dimensi ekonomi, sosial, teknologi dan
kelembagaan berada pada status kurang berkelanjutan. Atribut yang dominan
berpengaruh (a) dimensi ekologi yakni tingkat erosi yang terjadi; (b) dimensi
ekonomi yakni harga produk hortikultura; (c) dimensi sosial yakni intensitas
layanan pemerintah; (d) dimensi teknologi yakni konservasi tanah dan air dan (e)
dimensi kelembagaan yakni keberadaan kelompok tani.
Hasil analisis sistem dinamik pengembangan agribisnis hortikultura
berkelanjutan di Pulau Sumba menunjukkan bahwa : (1) model pengembangan
kawasan agribisnis hortikultura di Pulau Sumba dibangun dari tiga sub model yakni
sub model sosial kependudukan, sub model penggunaan lahan dan sub model
ekonomi; (2) skenario kebijakan yang perlu dilakukan adalah (a) peningkatan luas
lahan hortikultura, (b) peningkatan luas lahan komoditas hortikultura unggulan dan
(c) peningkatan produktivitas komoditas hortikultura unggulan; dan (3)
berdasarkan hasil simulasi tiga skenario untuk 4 kabupaten diketahui bahwa
intervensi peningkatan luas lahan dan produktivitas komoditas hortikultura
unggulan memberi dampak cukup signifikan pada peningkatan produksi,
peningkatan nilai ekonomi dan peningkatan keuntungan serta peningkatan
penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa agar upaya
pengembangan kawasan agribisnis hortikultura berkelanjutan di Pulau Sumba
dapat direalisasikan dan berdaya guna, dibutuhkan kerjasama segenap stakeholder
yakni pemerintah daerah, masyarakat, petani, pelaku usaha, akademisi dan
lembaga-lembaga swasadaya masyarakat. Kerjasama yang solid penting dilakukan
karena persoalan agribisnis hortikultura bukan hanya persoalan tentang petani tetapi
berkaitan juga dengan masalah ekologi, sosial, ekonomi, teknologi dan
kelembagaan. Hasil aplikasi model yang dikembangkan dapat lebih maksimal
apabila skenario yang dilakukan adalah skenario optimis dengan melakukan
intervensi kebijakan pada tiga komponen yakni luas lahan hortikultura, luas lahan
komoditas hortikultura unggulan dan produktivitas komoditas hortikultura
unggulan di Pulau Sumba . | id |