Tanggap Pertumbuhan Talas Bentul (Colocasia esculenta (L.) Schoot) Tetraploid pada Cekaman Kekeringan secara In Vitro dan di Rumah Kaca
View/ Open
Date
2019Author
Susetio, Muhammad
Efendi, Darda
Sari, Laela
Metadata
Show full item recordAbstract
Talas Bentul (Colocasia esculenta (L.) Schoot) merupakan jenis tanaman
yang bisa dimanfaatkan baik umbi, batang, dan daun dalam memenuhi pemanfaatan
pangan lokal. Pengembangan talas telah dilakukan dengan manipulasi poliploidi
menggunakan orizalin untuk mendapatkan talas tetraploid, diharapkan dapat
meningkatkan produksi talas yang sebelumnya mempunyai jumlah kromosom
diploid.
Untuk membuktikan bahwa talas bentul tetraploid yang dihasilkan dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi cekaman kekeringan maka perlu dilakukan
penelitian tanggap pertumbuhannya terhadap cekaman kekeringan baik in vitro
maupun di rumah kaca. Agen seleksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
poli etilen glikol (PEG) 6000 untuk simulasi cekaman kekeringan in vitro.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari konsentrasi PEG optimum untuk seleksi
talas Bentul tetraploid dan diploid secara in vitro, dan perbanyakan tunas yang
berasal dari seleksi PEG pada media perbanyakan. Penelitian selanjutnya adalah
untuk mendapatkan informasi tanggap talas ini di rumah kaca pada penyiraman air
yang berbeda yaitu 100%, 50% dan 25% dari kapasitas lapang.
Percobaan 1 bertujuan untuk mencari konsentrasi PEG 6000 optimum untuk
seleksi tahan kekeringan pada talas bentul dan untuk mendapatkan nilai lethal
concentration (LC50) PEG 6000 pada talas Bentul. Genotipe tetraploid klon 2.1.2
mempunyai kematian lebih banyak pada persentase konsentrasi 13.51% sedangkan
tetraploid klon 2.4.2 dan diploid berada pada kisaran 12%. Klon talas Bentul dan
interaksinya dengan perlakuan konsentrasi PEG memiliki pengaruh yang sangat
nyata pada seluruh karakter morfologi kecuali karakter panjang petiol pada umur 1
MST, jumlah daun pada umur 3 MST, dan jumlah akar pada umur 1 MST. Karakter
panjang petiol yang lebih tinggi terdapat pada tetraploid klon 2.4.2, jumlah daun
terbanyak terdapat pada tetraploid klon 2.1.2, dan jumlah akar terbanyak terdapat
pada tetraploid klon 2.4.2. Pengaruh tunggal PEG pada umur 6 MST menunjukkan
perlakuan konsentrasi PEG berbeda nyata terhadap karakter morfologi. Perlakuan
cekaman 10 dan 15% PEG menunjukkan nilai yang berbeda sangat nyata setiap
karakter morfologi. Pengaruh tunggal klon talas Bentul pada umur 6 MST
menunjukkan nilai berbeda nyata terhadap karakter morfologi kecuali pada jumlah
daun. Tetraploid klon 2.4.2 mempunyai pertumbuhan lebih baik pada panjang petiol
dan jumlah akar dibandingkan dengan tetraploid klon 2.1.2 dan diploid.
Percobaan 2 bertujuan untuk memperoleh tunas samping dari klon talas
Bentul hasil uji pertumbuhan secara in vitro toleran kekeringan dengan
menggunakan genotipe tetraploid klon 2.1.2, klon 2.4.2, dan diploid. Klon talas
Bentul dan interaksi antara tunas yang berasal dari perlakuan PEG memiliki
pengaruh yang nyata pada seluruh karakter morfologi kecuali karakter jumlah daun
dan jumlah anakan pada umur 6 MST. Pengaruh tunggal klon talas Bentul pada
umur 6 MST menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada karakter panjang petiol,
jumlah daun, dan jumlah anakan. Pengaruh tunggal asal tunas pada umur 6 MST
menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada karakter panjang petiol dan jumlah
daun. Klon talas Bentul yang berasal dari perlakuan cekaman 5 dan 10% PEG masih
mampu menghasilkan anakan talas Bentul dan pertumbuhannya sama seperti tunas
talas Bentul yang berasal dari media tanpa cekaman PEG. Hasil pra-aklimatisasi
umur 8 MST menunjukkan bahwa talas Bentul diploid dan tetraploid klon 2.1.2
yang berasal dari cekaman 0, 5, dan 10% PEG dapat tumbuh selama kegiatan
aklimatisasi. Sedangkan talas Bentul tetraploid klon 2.4.2 tidak dapat tumbuh
semua dari cekaman 0, 5, dan 10% PEG selama kegiatan pra-aklimatisasi.
Percobaan 3 bertujuan untuk memperoleh talas Bentul tetraploid toleran
kekeringan yang berhasil tumbuh di rumah kaca pada kondisi kadar air yang
berbeda. Klon talas Bentul dan interaksinya dengan kadar air tanah berpengaruh
nyata/sangat nyata terhadap karakter morfologi panjang petiol kecuali pada umur 1
dan 2 MST. Jumlah daun berbeda nyata / sangat nyata kecuali pada umur 2 dan 7
MST. Lebar daun berbeda nyata/sangat nyata kecuali pada umur 2 dan 7 MST.
Sedangkan panjang daun berbeda nyata / sangat nyata selama 12 minggu
pengamatan. Perlakuan tunggal klon berpengaruh nyata pada karakter morfologi
pada umur 12 MST dengan nilai tertinggi pada tetraploid klon 3.3.6. Kadar air
berdasarkan % kapasitas lapang berpengaruh nyata terhadap karakter panjang
petiol, jumlah daun, lebar daun, dan panjang daun pada umur 12 MST. Interaksi
klon x kadar air juga berpengaruh nyata terhadap panjang akar, jumlah akar,
panjang umbi dan diameter umbi. Hasil analisis prolin dan klorofil pada umur 12
MST menunjukkan peningkatan kandungan klorofil terjadi pada tetraploid klon
3.3.6 sedangkan kandungan klorofil tertinggi terdapat pada diploid dengan
pemberian kadar air 100% dari kapasitas lapang. Hasil analisis stomata pada umur
12 MST menunjukkan bahwa kerapatan stomata tertinggi terjadi pada tetraploid
klon 3.3.6 dengan cekaman pemberian kadar air 25% dari kapasitas lapang.
Berdasarkan hasil keseluruhan percobaan dapat disimpulkan bahwa talas
Bentul tetraploid klon 2.4.2 mempunyai pertumbuhan yang baik selama uji
pertumbuhan secara in vitro. Akan tetapi, kandungan prolin menunjukkan tanaman
yang toleran kekeringan adalah diploid dan tetraploid klon 2.1.2. Perbanyakan
tanaman secara in vitro menunjukkan klon talas Bentul dari cekaman 5 dan 10%
PEG masih mampu menghasilkan anakan sama seperti talas bentul yang berasal
dari media tanpa cekaman PEG. Namun, pada pengamatan pra-aklimatisasi,
tanaman yang bertahan hidup selama 8 MST hanya klon diploid dan tetraploid klon
2.1.2. Tetraploid klon 3.3.6 mempunyai pertumbuhan yang baik selama dilakukan
cekaman pemberian kadar air berbeda berdasarkan % kapasitas lapang di rumah
kaca.
Collections
- MT - Agriculture [3772]