dc.description.abstract | Penyakit daun keriting kuning merupakan salah satu penyakit penting pada
tanaman cabai di Jawa dan Sumatera karena dapat menyebabkan kehilangan hasil
yang tinggi. Agens penyebab penyakit daun keriting kuning pada cabai telah
diidentifikasi sebagai Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV), anggota genus
Begomovirus. Penularan secara alami Begomovirus hanya terjadi melalui peran
serangga vektor, Bemisia tabaci secara persisten sirkulatif.
Gejala penyakit daun keriting kuning pada cabai di Bali pertama kali
ditemukan pada tahun 2012 tetapi hingga sekarang identitas virus penyebabnya
belum diteliti. Seiring dengan peningkatan keparahan dan luas penyakit daun
keriting kuning, produksi cabai di daerah ini menurun secara nyata. Berdasarkan
beberapa penelitian sebelumnya, diketahui bahwa tingkat keparahan penyakit
daun keriting kuning dipengaruhi oleh respons varietas cabai dan virulensi strain
virus. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengonfirmasi infeksi
PYLCV pada tanaman cabai di Bali yang menunjukkan gejala daun keriting
kuning.
Pengendalian PYLCV perlu diupayakan untuk mengurangi tingkat
keparahan penyakit dan kerugian yang diakibatkannya. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk mengendalikan penyakit daun keriting kuning pada cabai
diantaranya memodifikasi lingkungan pertumbuhan tanaman dengan beberapa
teknik budidaya dan penggunaan insektisida sintetik, meskipun belum
memberikan hasil yang memuaskan. Kutukebul dapat menjadi target dalam
strategi pengendalian penyakit daun keriting kuning karena infeksi PYLCV hanya
dapat terjadi melalui aktivitas makan serangga vektor. Salah satu alternatif untuk
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan virus adalah melalui
aplikasi silika. Aplikasi silika perlu dievaluasi karena penelitian sebelumnya
melaporkan bahwa perlakuan silika dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap serangga hama.
Penelitian dilakukan dengan tujuan mengetahui keragaman strain PYLCV
yang menginfeksi tanaman cabai di Provinsi Bali dan mengidentifikasi efek
aplikasi silika pada tingkat keparahan penyakit daun keriting kuning cabai.
Kegiatan penelitian dimulai dengan mengumpulkan sampel lapangan dari
beberapa daerah penanaman cabai di Bali (Karangasem, Bangli, Tabanan, dan
Gianyar). Identifikasi Begomovirus dari sampel lapangan dilakukan dengan
polymerase chain reaction menggunakan primer universal untuk Begomovirus
(SPG1/SPG2) dilanjutkan dengan analisis sikuensing.
Hasil penelitian menunjukkan insidensi penyakit daun keriting kuning di
semua lokasi mencapai 100% dengan tingkat keparahan penyakit berkisar antara
18% sampai 87%. Tanaman yang terinfeksi mudah dikenali di lapangan karena
memiliki gejala yang unik, yaitu mosaik kuning, belang, keriting, mosaik hijau,
daun melengkung ke atas dan/atau ke bawah, serta tanaman kerdil. Fragmen DNA
spesifik berukuran 912 pb telah berhasil diamplifikasi dari semua sampel
lapangan. Dua puluh empat dari 120 sampel lapangan yang mewakili dua belas
lokasi survei yang berbeda di Bali kemudian dianalisis melalui sikuensing.
Sembilan belas sikuen telah diperoleh dan analisis lebih lanjut menunjukkan
homologi tertinggi (> 98%) dengan beberapa isolat Pepper yellow leaf curl
Indonesia virus (PYLCIV) (DQ083765); sedangkan homologi terendah (65%
sampai 70%) dengan PYLCV dari Thailand (KX943290) dan India (JN663870).
Percobaan di rumah kaca dilakukan pada dua kultivar cabai (cv Pelita 8 dan
cv Seret) secara terpisah menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan
2 faktor, yaitu strain PYLCV (Bali dan Jawa) dan silika (dengan dan tanpa). Data
yang diamati diantaranya gejala penyakit, periode inkubasi, insidensi dan
keparahan penyakit, jumlah sillika total dan anatomi sel tumbuhan. Gejala yang
muncul pada cabai cv Pelita 8 berupa daun keriting, menguning, dan tanaman
kerdil; sementara cabai cv Seret menunjukkan gejala daun yang menguning dan
keriting. Infeksi PYLCV telah dikonfirmasi dari sampel daun bergejala melalui
amplifikasi menggunakan primer SPG1/SPG2 dan dilanjutkan dengan sikuensing
fragmen DNA hasil amplifikasi. Periode inkubasi PYLCV berkisar antara 7
sampai 28 hari setelah inokulasi (hsi).
Aplikasi silika secara nyata berpengaruh terhadap insidensi penyakit daun
keriting kuning pada cv Pelita 8 dan cv Seret. Tingkat keparahan penyakit daun
keriting kuning pada semua perlakuan meningkat secara bertahap setiap minggu,
tetapi dengan persentase keparahan yang berbeda. Belum diketahui secara pasti
mekanisme kerja silika menghambat perkembangan penyakit daun keriting kuning
pada cabai, walaupun terbukti bahwa kadar silika total pada tanaman meningkat
setelah aplikasi silika, yaitu 2.39% dan 1.92% pada minggu pertama, berturutturut
pada cv Pelita 8 dan pada cv Seret. Berdasarkan pengukuran kadar silika
total menggunakan metode gravimetri, diketahui bahwa kandungan silika total
pada batang berkisar antara 0.11% sampai 1.22% dan pada bagian daun berkisar
antara 0.06% sampai 1.04%.
Hasil identifikasi Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit daun
keriting kuning cabai mengonfirmasi PYLCV sebagai virus utama yang
menginfeksi cabai di Bali. Berdasarkan analisis sikuen nukleotida diketahui
bahwa PYLCV asal Bali memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan
Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PYLCIV) yang telah dilaporkan
sebelumnya menginfeksi cabai di Jawa. Hasil identifikasi tersebut memberikan
pengetahuan yang penting untuk pengembangan varietas cabai tahan PYLCV
maupun strategi pengendalian penyakit yang lainnya. Pengendalian penyakit daun
keriting kuning cabai melalui aplikasi silika perlu dipelajari lebih lanjut, karena
aplikasi silika memiliki potensi menekan perkembangan penyakit. | id |