Show simple item record

dc.contributor.advisorWigena, Aji Hamim
dc.contributor.advisorDjuraidah, Anik
dc.contributor.authorManurung, Abraham Madison
dc.date.accessioned2019-04-08T03:34:46Z
dc.date.available2019-04-08T03:34:46Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97021
dc.description.abstractTeori Nilai Ekstrem (Extreme Value Theory, EVT) merupakan salah satu cabang ilmu statistika yang digunakan untuk mengukur peluang pada suatu kejadian yang ekstrem, baik ekstrem besar maupun kecil. Ilmu ini dapat diterapkan pada berbagai bidang seperti penilaian risiko di pasar keuangan, teknik lingkungan, ilmu pangan, biomedis maupun meteorologi. Salah satu sebaran yang sering digunakan untuk pemodelan nilai ekstrem adalah Sebaran Pareto Terampat (Generalized Pareto Distribution, GPD). Pendugaan parameter GPD sangat dipengaruhi oleh ambang batas (threshold) yang membatasi data ekstrem dan noneksrem. Nilai ambang batas atas yang terlalu tinggi akan menyebabkan jumlah amatan yang sedikit sehingga keragaman nilai dugaan akan meningkat. Sebaliknya, pemilihan ambang batas yang terlalu rendah menyebabkan data yang tidak seharusnya dikategorikan ekstrem ikut tercampur di dalam data ekstrem (bias). Pengaruh pemilihan ambang batas terhadap nilai dugaan parameter GPD memunculkan metode Peak Over Threshold (POT). Metode ini diharapkan mampu menyeimbangkan jumlah amatan sehingga data tidak terlalu banyak atau sedikit. Metode yang paling umum digunakan adalah metode grafik seperti Mean Residual Life Plot (MRLP) dan Threshold Stability Plot. Kelemahan utama dari metodemetode ini adalah butuhnya pendapat ahli karena interpretasi yang dihasilkan cenderung bersifat subjektif. Pendekatan lain yang sering digunakan adalah the upper 10% rule yang mengusulkan penggunaan kuantil ke-9 sebagai ambang batas. Metode ini kurang dapat dipertanggungjawabkan karena tidak memiliki dasar teori yang kuat serta sangat bergantung pada jumlah amatan. Berdasarkan kekurangan-kekurangan metode sebelumnya, metode measure of surprise dapat digunakan sebagai alternatif terbaru. Metode ini bersifat lebih objektif karena mampu menghitung derajat ketidaksesuaian antara data amatan dengan sebaran yang diberikan. Pada konteks pendugaan ambang batas, sebaran yang diberikan adalah GPD. Measure of surprise mendeteksi titik pertama amatan mulai menyebar GPD. Tujuan penelitian ini adalah menduga ambang batas ekstrem pada data simulasi dan data curah hujan Bogor menggunakan measure of surprise, menduga parameter sebaran GPD curah hujan Bogor dengan Metode Bayes, dan menduga tingkat pengembalian (return level) curah hujan Bogor. Penelitian ini menggunakan dua macam data yaitu data simulasi dan data curah hujan yang berasal dari Badan Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bogor. Data simulasi berupa sebaran campuran 0.7 Gamma yang dibatasi pada nilai 100 dan 0.3 GPD dengan jumlah amatan sebanyak 2400 data. Data BMKG berisi informasi mengenai curah hujan per 10 hari (dasarian) selama 32 tahun yaitu tahun 1981-2012 di Stasiun Dramaga, Empang, dan Kebun Raya Bogor. Total jumlah pengamatan adalah 1152 yaitu 32 tahun dengan 36 amatan per tahun. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah program R 3.4.0. Beberapa paket R yang digunakan adalah ‘ismev’ untuk mendapatkan MRLP, ‘SpatialExtremes’ untuk pembangkitan acak sebaran GPD, dan ‘ggplot2’ untuk ` semua pembuatan grafik. Perhitungan penduggan parameter dan measure of surprise dilakukan pada program R (non-paket) menggunakan metode Bayes dan algoritma MCMC Metropolis-Hasting. Hasil yang diperoleh menunjukkan measure of surprise merupakan metode yang baik dalam pendugaan ambang batas sebaran GPD karena intrepretasi grafik yang mudah. Pendugaan pada data simulasi menunjukkan hasil yang sesuai antara nilai sebenarnya dan hasil dugaan. Pendugaan ambang batas pada data curah hujan Bogor menunjukkan bahwa ambang batas curah hujan ekstrem adalah 150 mm di Stasiun Dramaga, 200 mm di Stasiun Kebun Raya, 250 mm di Stasiun Empang, dan 210 mm di Bogor secara keseluruhan. Perbandingan diagram measure of surprise dengan MRLP menunjukan bahwa metode measure of surprise lebih mudah untuk diinterpretasikan sedangkan MRLP membawa kepada ambiguitas karena ketepatan penentuan permulaan titik ketidakstabilan yang sulit. Hasil dugaan parameter GPD dengan metode Bayes dan Maximum Likelihood Estimation (MLE) hampir sama untuk nilai dugaan ξ > -0.5 karena sifat asimptotik MLE. Interpretasi dari hasil dugaan parameter dilakukan menggunakan tingkat pengembalian yang menunjukkan bahwa nilai maksimum yang diramalkan akan dilampaui dalam satu tahun adalah 280 mm di Dramaga, 302 mm di Kebun Raya, 295 mm di Empang, dan 265 mm di Bogor.id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcStatisticsid
dc.subject.ddcStatistical Applicationid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titlePendugaan Ambang Batas Bayes pada Sebaran Pareto Terampat Menggunakan Measure of Surpriseid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordBayesid
dc.subject.keywordGPDid
dc.subject.keywordMCMCid
dc.subject.keywordmeasure of surpriseid
dc.subject.keywordthresholdid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record