dc.description.abstract | Peningkatan produksi padi terus dilakukan bersama antara pemerintah dan
masyarakat melalui berbagai jenis program salah satunya pada masa orde baru
yaitu program revolusi hijau. Tujuan program revolusi hijau adalah meningkatan
produksi, produktivitas dan pendapatan petani. Revolusi hijau melalui program
intensifikasi pertanian melahirkan praktek usahatani monokultur padi dengan
menggunakan pupuk dan pestisida buatan (kimia) sepanjang tahun yang akan
berpotensi menjadi masalah. Dalam dua dasawarsa terakhir baru disadari bahwa
ada beberapa kelemahan dan dampak negatif dari revolusi hijau yaitu terjadi
gejala pelandaian produktivitas dan produksi padi nasional yang terjadi
diakibatkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida anorganik dengan intensitas
tinggi.
Upaya mengatasi permasalahan yang timbul akibat program revolusi hijau
adalah dengan pengelolaan usahatani yang tepat dalam menggunakan faktorfaktor
produksi secara efektif dan efisien serta mampu meningkatkan produksi
dan produktivitas dengan memperhatikan faktor lingkungan. Salah satu solusinya
adalah melalui usahatani System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan
budidaya tanaman padi yang intensif dan efesien dengan proses manajemen
sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air. Metode
SRI dikenal ramah lingkungan karena beberapa hal seperti efisien dalam
penggunaan air pada periode awal penanaman, efisiensi dalam kebutuhan benih,
sebab penanaman hanya satu anakan per lubang tanam (rumpun) serta efisien
dalam biaya pemeliharaan, sebab mengurangi pupuk anorganik dan pestisida.
Penelitian ini mencoba untuk membandingkan penerapan usahatani padi SRI
dengan padi non SRI terhadap pendapatan dan kualitas lingkungan, mengetahui
tingkat partisipasi petani dalam mengadopsi SRI, faktor-faktor yang
mempengaruhi petani dalam mengadopsi SRI serta merumuskan alternatif
kebijakan pengembangan SRI.
Pengambilan data penelitian dilakukan di Kecamatan Bojongsoang
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat pada bulan Oktober 2016 - Januari
2017. Metode sensus dilakukan terhadap 60 petani SRI serta metode sampel acak
sederhana untuk 60 petani non SRI. Metode analisis yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan pendapatan yaitu menggunakan analisis pendapatan,
analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui bagaimana kualitas lingkungan
akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia, untuk mengetahui tingkat
partisipasi petani dalam mengadopsi SRI dengan analisis skala likert sedangkan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengadopsi
SRI dengan pendekatan model regresi logistik, dalam merumuskan alternatif
kebijakan pengembangan SRI dengan mengggunakan analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan usahatani SRI lebih
tinggi dibandingkan usahatani non SRI walaupun biaya produksi usahatani SRI
lebih tinggi. Hal ini terjadi karena produksi dan harga jual padi SRI yang lebih
tinggi dari usahatani non SRI; Adopsi SRI dapat membantu memperbaiki kualitas
lingkungan, khususnya kualitas lahan pertanian sebagai dampak dari pengurangan
penggunaan pupuk dan pestisda anorganik; Tingkat partisipasi petani mengadopsi
SRI di Kecamatan Bojongsoang masih rendah yaitu pada taraf sering sesuai
anjuran (SSA). Hal ini dikarenakan petani sulit dalam memperoleh, rumit dan
perlu lebih banyak tenaga dalam penggunaan pupuk organik; Faktor yang
berpengaruh nyata terhadap variabel adopsi SRI adalah umur, pengalaman bertani,
pendidikan, luas lahan garapan, pemanfaatan limbah hasil pertanian, harga
premium dan hemat air; Strategi kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk
meningkatkan partisipasi petani dalam mengadopsi SRI di Kecamatan
Bojongsoang Kabupaten Bandung adalah mendorong keluarnya kebijakan
perlindungan harga beras sehat yang dikelola secara ramah lingkungan seperti
produk padi SRI, optimalisasi penggunaan pupuk dan pestisida ramah lingkungan,
fasilitasi bantuan saprodi serta pengembangan kawasan dan jaringan kemitraan
yang lebih luas untuk memenuhi permintaan beras sehat. | id |