dc.description.abstract | Rendahnya kosentrasi fosfat (P) disertai tingginya konsentrasi aluminium
(A) merupakan masalah serius tanaman padi pada lahan kering yang bersifat
masam di Indonesia. Dibutuhkan solusi yang berkelanjutan agar efisien dan ramah
lingkungan. Salah satu solusi yang selaras dengan hal tersebut adalah dengan
merakit varietas unggul yang memiliki toleran terhadap kahat P dan toksisitas Al.
Sifat toleran terhadapkahat P (Pup1) yang didapat dari Kasalath serta toleran
terhadap toksisitas Al (Alt) yang didapat dari Dupa sudah mampu ditelaah secara
molekuler dengan baik. Kedua sifat toleran tersebut sudah diinsersikan kedalam
tiga varietas padi gogo unggul Indonesia hingga generasi BC2F1 dan masih
diperlukan beberapa tahap persilangan silang-balik berikutnya agar mampu
mengembalikan genom tetua pemulih secara maksimal. Penelitian ini bertujuan
untuk mengonfirmasi keberadaan kedua sifat toleran tersebut (kahat P dan tahan
aluminium) pada tiga varietas padi gogo (Dodokan, Situ Bagendit dan Batur) pada
generasi BC3F1 dan BC3F2 serta mengujinya pada larutan hara pada generasi
BC3F3.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe-genotipe
terpilih dari masing-masing persilangan (BC2F1, BC3F1, dan BC3F2) Dodokan-
Pup1+Alt, Situ Bagendit-Pup1+Alt dan Batur-Pup1+Alt, tetua-tetua pemulih
(Dodokan-Pup1, Situ Bagendit-Pup1 dan Batur-Pup1), tetua donor (Kasalath dan
Dupa), ITA131 dan Hawara Bunar sebagai cek peka dan toleran. Pengamatan
karakter agronomi jumlah anakan dilakukan selama seleksi molekuler generasi
BC3F1 dan BC3F2 sedangkan karakter agronomi panjang akar (PA), Panjang tajuk
(PT), Jumlah anakan (AN), bobot kering tajuk (BT), bobot kering akar (BA) dan
bobot kering total (BTO) diamati pada generasi BC3F3 dalam uji larutan
hara.Pengamatan molekuler terdiri dari seleksi foreground dan seleksi
background. Seleksi molekuler foreground dilakukan menggunakan primer
RM12031 dan RM1361 (lokus Alt) serta Kas-46 (lokus Pup1), sedangkan
molekuler background menggunakan sebanyaknya primer yang ada. Pengamatan
molekuler ini dilakukan dengan tahapan isolasi DNA, amplifikasi DNA,
elektroforesis gel, visualisasi hasil, dan skoring. Analisis data menggunakan
perangkat lunak SAS dan STAR. Pemetaan penanda-penanda SSR pada beberapa
individu terpilih dengan perangkat lunak grapichal genotypes 2.0 (GGT).
Seleksi pada populasi BC3F1 dilakukan dengan beberapa tahapan,
diantaranya seleksi hara Yoshida, marka foreground dan jumlah anakan terbaik
serta seleksi marka background. Seleksi hara Yoshida menggunakan 60 ppm Al
dan 0,5 ppm P pada pH 4. Seleksi hara Yoshida memilih 150 dari 300 benih
berdasarkan akar terpanjang pada masing-masing persilangan. Seleksi foreground
dengan marka RM1361 dan RM12031 berhasil mendapatkan 20 individu terbaik
dari masing-masing persilangan (BC3F1 Dodokan-Pup1+Alt, BC3F1 Situ
Bagendit-Pup1+Alt, dan BC3F1 Batur-Pup1+Alt) berdasarkan analisis molekuler
dan data jumlah anakan masing-masing tanaman. Seleksi molekuler background
menunjukkan individu nomor 116 (BC3F1 Dodokan-Pup1+Alt), nomor 2 (BC3F1
Situ Bagendit-Pup1+Alt) dan nomor 129 (BC3F1 Batur-Pup1+Alt) merupakan
individu terbaik dengan pemulihan tetua berturut-turut sebesar 95%, 90%, dan
90,5%.
Seleksi pada populasi BC3F2 tidak jauh berbeda dengan seleksi pada
generasi BC3F1 sebelumnya. Seleksi individu BC3F2 juga dilakukan dengan
tahapan yang sama yaitu seleksi larutan hara Yoshida (0,5 ppm P + 60 ppm Al,
pada pH 4), dilanjutkan dengan seleksi marka foreground disertai jumlah anakan
terbaik dan seleksi marka background. Berdasarkan seleksi foreground (RM1361,
RM12031, dan Kas-46) dan jumlah anakan terbanyak, terseleksi 18 individu dari
BC3F2 Dodokan-Pup1+Alt, 30 individu dari BC3F2 Situ Bagendit-Pup1+Alt, dan
25 individu dari BC3F2 Batur-Pup1+Alt yang terverifikasi membawa Alt-loci
(Aluminium tolerance) dan Pup1-loci (Kahat Fosfat). Seleksi marka background
mendapatkan individu 56 untuk BC3F2 Dodokan-Pup1+Alt dengan 64 marka
kumulatif homozigot, nomor 35 atau 70 untuk BC3F2 Situ Bagendit-Pup1+Alt
yang bersama-sama memperoleh 59 marka kumulatif homozigot, dan individu 20
untuk BC3F2 Batur-Pup1+Alt dengan 62 marka kumulatif homozigot.
Pengujian genotipe-genotipe terbaik generasi BC3F3 untuk melihat respons
dari Alt dilakukan pada larutan hara Yoshida menggunakan rancangan petak-petak
terpisah (split-split plot design), dimana petak utama adalah perlakuan Al (0 ppm
dan 60 ppm), perlakuan P (0,5 ppm dan 10 ppm) sebagai anak petak dan genotipe
sebagai anak-anak petak. Beberapa karakter agronomi seperti panjang akar (PA),
panjang tajuk (PT), jumlah anakan (AN), bobot kering tajuk (BT), bobot kering
akar (BA) dan bobot kering total (BTO) diamati setelah tanaman berumur 3
minggu setelah tanam.Genotipeyang digunakan diantaranya 8 genotipe turunan
Dodokan-Pup1+Alt, 10 genotipe Situ Bagendit-Pup1+Alt dan 10 genotipe Batur-
Pup1+Alt. Hasil pengujian menunjukkan adanya peningkatan nilai karakter
agronomis pada genotipe-genotipe BC3F3 seiring dengan peningkatan konsentrasi
P, baikpada kondisi 0 atau 60 ppm Al. Berdasarkan kategori indeks toleransi
panjang akar relatif (PAR), varietas Dupa dan Hawara Bunar berkategori toleran
(T) sedangkan ITA131 termasuk kategori moderat (M) dan Kasalath berkategori
peka (P). Mayoritas populasi BC3F3 memiliki kategori moderat baik dalam
keadaan kurang maupun cukup P. Genotipe yang dikategorikan toleran dalam
keadaan kurang P (0.5 ppm) adalah A85 dan A9, sedangkan dalam keadaan cukup
P (10 ppm) adalah A71, A20, A25, A35 dan A42. Genotipe yang dikategorikan
toleran dalam keadaan cukup P memiliki nilai tengah dan simpang baku yang
lebih besar dibandingkan dengan masing-masing tetua pemulihnya pada seluruh
karakter agronomi yang diamati. Hal tersebut menunjukkan bahwa populasi
tersebut masih beragam kemungkinan dari adanya segmen Dupa yang masih
tertinggal pada masing-masing turunan BC3F3 sehingga dibutuhkan beberapa
tahap persilangan (silang balik) kembali agar dapat mengembalikan genom tetua
pemulih secara maksimal. | id |