Show simple item record

dc.contributor.authorRiyadh, Muhammad Ilham
dc.date.accessioned2010-04-29T07:30:18Z
dc.date.available2010-04-29T07:30:18Z
dc.date.issued2007
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9636
dc.description.abstractKrisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan rupiah terdepresiasi secara tajam terhadap dollar Amerika. Nilai rupiah yang sebelum krisis berada pada kisaran Rp. 2500/US dollar menurun drastis hingga pernah mencapai Rp. 15000/US dollar dan saat ini bekisar 9300/US dollar. Keadaan ini menyebabkan otoritas moneter lebih mengefektifkan kebijakan moneter dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dan meredam tingkat pertumbuhan inflasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon variabel Industrial Production Index (IPI), uang beredar dan perbedaan suku bunga apabila terjadi shock terhadap variabel nilai tukar dan inflasi. Menganalisis apakah IPI, tingkat inflasi, uang beredar dan perbedaan sukubunga dapat menjelaskan fluktuasi nilai tukar rupiah dan inflasi dan merumuskan implikasi kebijakan moneter dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dan inflasi. Berdasarkan hasil analisis impuls respon dapat disimpulkan bahwa depresiasi dari guncangan nilai tukar rupiah akan direspon dengan meningkatnya jumlah uang beredar, kenaikan tingkat harga, penurunan industrial production index. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan besarnya laju depresiasi yang terjadi, bank sentral seyogyanya melakukan kebijakan moneter berupa peningkatan sukubunga SBI sehingga mendorong terjadinya capital inflow yang pada akhirnya dapat menstabilkan nilai tukar rupiah. Sedangkan Guncangan harga akan direspon oleh bank sentral, dengan menaikan sukubunga SBI sehingga terjadi penurunan jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah mengalami apresiasi dan menurunnya industrial production index. Hasil forecast error variance decomposition menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah (DLER) secara dominan ditentukan oleh shock terhadap dirinya sendiri, yaitu mencapai sebesar 95.49 persen. Inflasi juga secara dominan ditentukan oleh shock terhadap dirinya sendiri, yaitu sebesar 75.15 persen, diikuti dengan Sukubunga SBI memberikan kontribusi sebesar 9.88 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah cenderung bersifat eksogen sehingga sulit untuk dapat dikendalikan secara langsung, sedangkan inflasi masih relatif memungkinkan dikendalikan melalui guncangan sukubunga SBI. Implikasi kebijakannya adalah berdasarkan hasil analisis Impulse Response Functions dan Forecast Error Variance Decomposition, instrumen kebijakan moneter untuk pencapaian kestabilan nilai tukar rupiah dan inflasi adalah sukubunga SBI. Dengan demikian, dalam rangka pencapaian target inflasi, Bank Indonesia dapat melaksanakannya dengan instrumen sukubunga SBI sebagaimana yang memang telah digunakan selama ini akan menjadi lebih baik apabila Bank Indonesia dapat menciptakan stabilitas fundamental ekonomi, terutama mengurangi kesenjangan permintaan dan penawaran valuta asing, sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang rupiah dan mengendalikan terjadinya aliran modal keluar (capital outflow).id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleAnalisis fluktuasi nilai tukar rupiah dan inflasi indonesia periode 1999 - 2006id


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record