Show simple item record

dc.contributor.advisorSuhendang, Endang
dc.contributor.advisorJaya, I Nengah Surati
dc.contributor.advisorPurnomo, Heri
dc.contributor.authorAryono, Widyananto Basuki
dc.date.accessioned2019-01-21T04:37:27Z
dc.date.available2019-01-21T04:37:27Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/96165
dc.description.abstractTransisi hutan merupakan fenomena perubahan lahan yang mengalami fase penurunan luas hutan menuju fase peningkatan dalam tempo yang lama, dan dalam perkembangannya dapat menimbulkan bencana alam dan kegagalan atau keberhasilan dalam melakukan transformasi sosial ekonomi. Dalam manajemen dan mitigasi dampak transisi hutan memerlukan model spasial untuk menjelaskan pola sistematis dan kecenderungan transisi hutan. Tantangan dalam pembentukan model adalah adanya karakteristik heterogenitas spasial yang kompleks karena perbedaan letak spasial. Penelitian ini menitikberatkan proses transisi hutan pada tingkat lanskap, dan mendiskripsikan bagaimana kecenderungan transisi hutan di identifikasi, heterogenitas spasial dikelompokkan, model spasial transisi hutan dibangun. Pertimbangan berfokus pada level lanskap adalah oleh karena keseluruhan pengelolaan lahan dapat terintegrasi pada level ini. Batasan fisik lanskap dalam penelitian ini adalah DAS (Daerah Aliran Air). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi transisi hutan dalam level lanskap, membangun tipologi transisi hutan dan membangun model transisi hutan berdasarkan tipologi dan berbagai faktor kunci. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan rincian sebagai berikut; pengidentifikasian transisi hutan menggunakan metode time-series, pembangunan tipologi menggunakan metode clustering dengan Euclidean Distance dan pembangunan model transisi hutan menggunakan metode peramalan dengan regresi logistik. Lokasi penelitian dilakukan di empat DAS yaitu DAS Indragiri, Kampar, Siak dan Rokan. Pertimbangannya adalah transisi hutan di DAS tersebut berkembang menuju fase lanjut. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2017 – November 2017. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perkembangan transisi hutan di lokasi penelitian pada tahun 1990 – 2015 mengalami fase perlambatan laju penurunan menuju fase peningkatan luas hutan. Model tipologi berdasarkan laju pertumbuhan penduduk menggolongkan dua klas dengan nilai OA (Overall Accuracy), PA (Produser’s Accuracy), UA (User’s Accuracy) berturut-turut sebesar 92 %, 89%, 89%. Dua klas tersebut yaitu wilayah dengan transisi hutan berjalan cepat (T1), dan wilayah dengan transisi hutan berjalan lambat (T2). Di wilayah T1 mengalami penurunan luas hutan pada periode tahun 1990 – 2012, dan mengalami awal peningkatan luas hutan pada periode tahun 2012 – 2015, selanjutnya diprediksikan setelah tahun 2015 mengalami laju peningkatan luas hutan. Di wilayah T2 mengalami penurunan luas hutan pada periode tahun 1990- 2015, dan selanjutnya diprediksikan setelah tahun 2015 tetap mengalami penurunan hutan dengan lambat. Model transisi hutan (y) direprentasikan dengan hutan awal (y0), model probabilitas pengurangan hutan (������������������(������������������)1) dan model probabilitas pertambahan hutan (������������������(������������������)2). Model transisi hutan dirumuskan sebagai berikut y = (y0 - (������������������(������������������)1)) + (������������������(������������������)2). Hasil uji statistika model T1 dan T2 terdapat beberapa peubah yang mampu menerangkan kejadian transisi hutan dengan nilai uji Hosmer and Lemeshow test > 0,05 (taraf signifikan) dan Nagelkerke R2 >0,8. Selanjutnya, Model T1 dan T2 dipengaruhi oleh berbagai peubah seperti kepadatan penduduk (x1), persentase keluarga petani (x2), persentase keluarga miskin (x3), PDRB perkapita (x4), laju PDRB perkapita (x5), dan kerapatan jalan (x6) jarak dari sungai (x7), jarak dari pemukiman (x8), slope (x9), dan elevasi (x10). Model transisi hutan pada wilayah T1 dihasilkan dengan logit berkurangnya hutan (������������������(������������������)1) = 4,977 + 0,046x1 + 0,082x4 - 0,019x5 + 0,194x6 - 1,250x7 + 0,347x8 - 0,065x9 - 0,63x10 dengan ROC sebesar 85% dan logit bertambahnya hutan (������������������(������������������)2)= -0,400 - 1,5956x1 + 0,096x2 + 0,060x3 - 0,146x4 + 0,382x5 + 0,475x6 - 0,468x7 + 0,447x8 - 0,400x10 dengan ROC sebesar 74%. Sedangkan pada wilayah T2 dihasilkan model transisi hutan dengan logit berkurangnya hutan (������������������(������������������)1) = 27,221 - 0,057x1 - 0,11x3 + 0,119x4 - 0,085x5 -0,269x6 - 2,108x7 - 0,075x9 - 0,370x10 dengan ROC sebesar 92%. Perbedaan mendasar dari T1 dan T2 terletak pada perilaku pengaruh peubah yaitu kepadatan kepadatan penduduk (x1), PDRB perkapita (x4), laju PDRB perkapita (x5), dan kerapatan jalan (x6). Validasi model transisi hutan menggunakan overall accuracy dengan membandingkan hasil prediksi tahun 2006 dengan data aktual tahun 2006, dan selanjutnya model digunakan memprediksi tahun 2015 kemudian dibandingkan data aktual 2015. Pada T1 dari model penurunan luas hutan memiliki overall accuracy sebesar 75% pada tahun 2006 dan sebesar 71% pada tahun 2015, sedangkan model peningkatan luas hutan memiliki overall accuracy sebesar 80% pada tahun 2006 dan sebesar 57% pada tahun 2015. Pada T2 dengan model penurunan luas hutan memiliki overall accuracy sebesar 77% pada tahun 2006 dan sebesar 71% pada tahun 2015. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, di wilayah DAS Indragiri, Kampar, Siak, dan Rokan mengalami fase perlambatan laju penurunan menuju fase peningkatan luas hutan. Kedua, model tipologi transisi hutan didasarkan dari laju pertumbuhan penduduk membentuk dua wilayah tipologi, yaitu wilayah dengan transisi hutan cepat dan lambat. Ketiga, model transisi hutan di berbagai tipologi dipengaruhi perilaku dari faktor sosial ekonomi dan biofisik. Implikasi dari temuan ini adalah model prediksi transisi hutan berdasarkan tipologi dapat dipergunakan dalam perencanaan ruang untuk prediksi perkembangan transisi hutan. Selanjutnya, mempertahankan atau meningkatkan fase transisi hutan menjadi pilihan kebijakan yang dipengaruhi dari aspek sosial, ekonomi, biofisik, dan penetapan fungsi kawasan hutan dengan adanya intervensi negara. Wilayah tipologi transisi hutan berjalan lambat dengan mempertahankan kondisi hutan alam dengan cara meminimalkan aksesbilitas. Prioritas pembangunan kehutanan terhadap wilayah tipologi transisi hutan berjalan cepat dengan karakteristik wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi yaitu pemilihan lokasi yang memiliki karakteristik kepadatan penduduk rendah, pendapatan perkapita rendah, dan membutuhkan dukungan terhadap pembangunan aksesbilitas yang baik.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcForest Manajementid
dc.subject.ddcLand Useid
dc.subject.ddc2018id
dc.subject.ddcRiau-Sumatera Baratid
dc.titleTransisi Hutan dalam Perubahan Penggunaan Lahan: Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri, Kampar, Siak, dan Rokanid
dc.subject.keywordlanskapid
dc.subject.keywordmodel spasialid
dc.subject.keywordsosial ekonomiid
dc.subject.keywordtransisi demografiid
dc.subject.keywordtransisi hutanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record