Model Pengelolaan Kawasan Desa Pesisir Terpadu Berbasis Sistem Sosial Ekologi (Studi Kasus : Kabupaten Subang Jawa Barat).
View/ Open
Date
2018Author
Muliani
Adrianto, Luky
Soewardi, Kadarwan
Hariyadi, Sigit
Metadata
Show full item recordAbstract
Desa pesisir memiliki karakteristik yang berbeda dengan desa di wilayah lain, desa pesisir terdapat di perbatasan antara daratan dan lautan. Desa pesisir memiliki akses langsung pada ekosistem pantai, mangrove, padang lamun, serta ekosistem terumbu karang. Secara sosial-ekologi, desa pesisir memiliki suatu keterkaitan dan ketergantungan antara aktivitas masyarakat pesisir dengan keberadaan ekosistem/ekologi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis dan memetakan konektivitas sistem sosial-ekologi kawasan desa pesisir di lokasi penelitian (2) menganalisis dan mengidentifikasi resiliensi sosial-ekologi kawasan desa pesisir di lokasi penelitian, dan (3) menyusun model konseptual pengelolaan kawasan desa pesisir terpadu berbasis sosial-ekologi di lokasi penelitian.
Penelitian ini dilakukan di kawasan desa pesisir Kabupaten Subang yaitu Desa Blanakan, Desa Tanjungtiga, Desa Rawameneng, dan Desa Mayangan. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Juli 2016 – November 2017. Data yang dikumpulkan meliputi data ekologi dan sosial yang merupakan data primer dan data sekunder.
Parameter aspek ekologi yang diambil meliputi data ekosistem mangrove, kualitas perairan, data hasil tangkapan dan data budidaya, sedangkan parameter sosial yang diambil meliputi tingkat pendidikan, mata pencaharian, sistem kelembagaan nelayan, pengguna sumberdaya, penyedia infrastruktur, dan beberapa parameter fisik infrastruktur yang terdapat di desa pesisir. Data aspek ekologi diperoleh melalui survei lapangan dan remote sensing, sedangkan data aspek sosial dan budaya juga diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) serta wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat terutama kepala desa dan tokoh adat. Analisis permasalahan sistem sosial ekologi dilakukan dengan metode DPSIR (Drive – Pressures – State – Impact – Responses), sedangkan analisis jaringan dan konektivitas sistem sosial – ekologi dilakukan secara deskriptif kuantitatif dan spasial deskriptif menggunakan peta konektivitas. Analisis resiliensi sistem sosial – ekologi dilakukan pada masing – masing desa dan konektivitasnya terhadap desa lain menggunakan perhitungan indeks resisliensi sosial – ekologi (RES). Model pengelolaan kawasan desa pesisir dirancang berdasarkan informasi sosial – ekologi dan potensi lainnya dengan menggunakan model konseptual.
Hasil penelitian berdasarkan analisis model Burkhard dan Spidergram menunjukkan bahwa interaksi dan konektivitas sistem sosial-ekologi desa pesisir Kabupaten Subang terbentuk melalui proses interaksi yang kompleks. Dalam sistem internal desa, interaksi sosial terbentuk antara pengguna sumberdaya dan penyedia infrastruktur dengan tingkat konektivitas sedang hingga sangat tinggi, interaksi ekologi terbentuk antara ekosistem perairan dan ekosistem mangrove serta adaptasi dan respon terhadap perubahan lingkungan. Interaksi sistem sosial-ekologi terbentuk melalui interaksi antara sumberdaya dan pengguna sumberdaya dengan tingkat konektivitas sangat tinggi terjadi antara nelayan dan sumberdaya ikan serta petani dan sumberdaya petani. Dalam sistem eksternal desa, sistem sosial banyak terbangun melalui interksi sosial pendidikan dan sistem nelayan dari Desa
vi
Rawameneng, Desa Tanjungtiga, dan Desa Mayangan terhadap sistem pendidikan dan kelembagaan nelayan Desa Blanakan yang kemudian terhubung dan digambarkan dalam peta dan jaringan sistem sosial-ekologi desa pesisir.
Hasil penelitian terkait indeks resiliensi dari masing-masing desa menunjukkan bahwa Desa Blanakan memiliki tingkat resiliensi sistem ekologi moderat (indeks 0,526), resiliensi sistem sosial pada kategori resilien (indeks 0,654), dan resiliensi sistem sosial – ekologi kategori moderat (indeks 0,600). Desa Tanjungtiga memiliki tingkat resiliensi sistem ekologi rendah (indeks 0,316), resiliensi sistem sosial pada kategori resilien (indeks 0,654), dan resiliensi sistem sosial – ekologi kategori moderat (indeks 0,511). Desa Rawameneng memiliki tingkat resiliensi sistem ekologi rendah (indeks 0,263), resiliensi sistem sosial pada kategori resilien (indeks 0,673), dan resiliensi sistem sosial – ekologi kategori moderat (indeks 0,489). Desa Mayangan memiliki tingkat resiliensi sistem ekologi rendah (indeks 0,368), resiliensi sistem sosial pada kategori resilien (indeks 0,673), dan resiliensi sistem sosial – ekologi kategori moderat (indeks 0,533). Berdasarkan integrasi dan konektivitas sistem sosial – ekologi, desa pesisir memiliki tingkat resiliensi sistem ekologi rendah (indeks 0,368), resiliensi sistem sosial pada kategori resilien (indeks 0,673), dan resiliensi sistem sosial – ekologi kategori moderat (indeks 0,533).
Berdasarakan hasil analisis model konseptual pengelolaan kawasan desa pesisir terpadu dengan pendekatan sistem sosial – ekologi (SES) dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Model pendekatan DPSIR+V dalam analisis permasalahan SES dapat digunakan sekaligus untuk mengetahui nilai sistem sosial – ekologi pada periode waktu tertentu (2) Model konseptual pengelolaan perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan wisata dapat dilakukan di kawasan desa pesisir terpadu dalam satu pengelolaan yang terintegrasi dengan pendekatan sistem sosial – ekologi dan kebijakan baik berupa peraturan desa (PERDES) pada submodel kegiatan dan peraturan daerah (PERDA) pada model keterpaduan sektor yang berimpilikasi pada upaya perlindungan atau peningkatan ketahanan sistem sosial – ekologi.
Collections
- DT - Fisheries [727]