dc.description.abstract | Pulau kecil merupakan sebuah sistem yang unik sebagai penyedia sumberdaya alam yang khas, namun memiliki sifat yang rentan terhadap perubahan, baik dari faktor endogen (proses geologi) maupun faktor eksogen seperti ekosistem pesisir, hidro-oseanografi dan aktivitas manusia. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman karakteristik biogeofisik pulau sebagai input pengelolaan pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model pengelolaan Pulau Kaledupa yang optimal berdasarkan karakteristik biogeofisik. Perumusan model ini diperlukan tahapan identifikasi karakteristik biogeofisik pulau, serta deteksi perubahan ekosistem pesisir, tutupan dan pemanfaatan lahan (LULC) pulau selama 14 tahun (tahun 2002 sampai 2016) yang dianalisis dengan bantuan penginderaan jauh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Kaledupa secara morfogenesis merupakan pulau yang terbentuk dari proses pengangkatan terumbu karang yang terjadi pada masa pliosen. Luas daratan pulau mencapai 81.09 km2 (berdasarkan analisis SIG pada hasil digitalisasi Landsat 8 OLI 2016). Ciri-ciri morfologi pulau yang telah diidentifikasi adalah elevasi pulau mencapai 189 m di atas permukaan laut, kemiringan 53.7o, lebar perairan dangkal yang pendek (bagian selatan) hingga panjang (sebelah utara), tipologi pantai bervegetasi, berpasir dan berbatu, serta relief dasar perairan dari yang landai sampai curam. Parameter-parameter geomorfologi ini dapat memberikan nilai kerentanan pulau dari sangat rendah sampai rendah. Secara ekologi, pulau ini memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, dimana terumbu karang, mangrove, dan lamun tumbuh dengan baik. Namun demikian, ekosistem pesisir ini rentan terhadap aktivitas masyarakat. Secara fisik berdasarkan kondisi hidro-oseanografi, kecepatan arus maksimal sepanjang tahun 2017 berkisar 0.1-0.15 m/detik dan tinggi gelombang maksimal 0.5-0.85 m merupakan kisaran nilai kerentanan pulau pada kelas rendah.
Berdasarkan deteksi perubahan ekosistem pesisir selama 14 tahun, dari tahun 2002 sampai 2016 diperoleh hasil bahwa tutupan karang hidup dan mangrove mengalami degradasi. Tutupan karang hidup menurun sebesar 179 ha (dari 2.217 ha pada tahun 2002 menjadi 2.039 ha di tahun 2016), sedangkan mangrove kategori padat berkurang seluas 298.71 ha (dari 791.12 ha pada tahun 2002 menjadi 492.41 ha di tahun 2016). Sementara itu, area pemukiman bertambah luas yaitu 246.87 ha atau 3.15% dari total LULC (tahun 2002) menjadi 327.26 ha (tahun 2016). Perubahan yang terjadi adalah ekspansi pemukiman terhadap area bervegetasi. Degradasi terumbu karang dan mangrove, serta perubahan vegetasi darat dan area pemukiman merupakan parameter yang menambah kerentanan pulau.
Hasil studi secara umum menjelaskan Pulau Kaledupa berada pada kelas kerentanan rendah (1.58-2.33). Jika dibandingkan antar karakteristik, parameter biologi khususnya mangrove dan karang hidup yang dominan memberikan nilai kerentanan terhadap pulau. Parameter geologi pulau (khususnya elevasi, slope, dan tipologi pantai) pada umumnya sangat stabil, karena dipengaruhi proses pembentukan pulau yang berasal dari pengangkatan terumbu yang menciptakan
v
teras pesisir. Sementara itu, parameter fisik berupa area terbangun dan hidro-oseanografi (gelombang dan arus) masih berada pada kisaran kerentanan yang rendah. Tinggi gelombang permukaan laut maksimal sepanjang tahun yang sampai di Pulau Kaledupa berkisar dari 0.5 m sampai 0.85 m, kecepatan arus maksimal antara 0.1-0.15 m/detik. Nilai-nilai ini masih berada pada kelas kerentanan rendah.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa optimasi pengelolaan Pulau Kaledupa perlu memprioritaskan perbaikan kondisi lingkungan atau rehabilitasi ekosistem pesisir (utamanya mangrove dan karang hidup). Pada kuadran 1 (perwakilan pulau bagian utara), rehabilitasi mangrove yang optimal sebesar 19.7% atau 25.14 ha dan terumbu karang sebesar 6.5% atau 72.34 ha. Pada kuadran 2 (perwakilan pulau bagian barat), perbaikan kondisi mangrove yang optimal hanya dapat dilakukan sebesar 26.5% (44.26 ha) dan terumbu karang 13.9% (31.82 ha). Pada kuadran 3 (perwakilan pulau bagian selatan), rehabilitasi mangrove yang optimal sebesar 17.6% (18.81 ha). Pada kuadran 4, rehabilitasi mangrove yang optimal adalah 33.09% (128.93 ha). Sementara itu, pemanfaatan daratan maupun perairan pulau perlu penataan yang baik sesuai dengan variabel pembatas misalnya daya dukung lingkungan. | id |