Show simple item record

dc.contributor.advisorSaleh, Muhammad Buce
dc.contributor.advisorJaya, I Nengah Surati
dc.contributor.authorManan, Faid Abdul
dc.date.accessioned2019-01-15T09:06:42Z
dc.date.available2019-01-15T09:06:42Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/95420
dc.description.abstractPendugaan produktivitas suatu tegakan hutan dengan metode tradisional seperti inventarisasi vegetasi merupakan kegiatan yang menantang karena sangat melelahkan, memerlukan waktu lama dan biaya tinggi. Kemudian dalam pelaksanaannya sering terkendala oleh ketersediaan sumberdaya manusia, tidak efisien dari segi waktu dan biaya. Selain itu, metode ini juga sulit diterapkan pada areal dengan luasan cukup besar. Meskipun demikian, pelaksanaan kegiatan inventarisasi tegakan hutan diperlukan untuk mengetahui produktivitas tegakan di lapangan sebagai panduan dalam menyusun kegiatan perencanaan hutan. Indeks produktivitas atau bonita telah dikenal secara luas di bidang kehutanan terutama pada hutan tanaman. Indeks produktivitas biasanya berlaku untuk jenis tanaman tertentu seperti jati (Tectona grandis), pinus (Pinus spp.), akasia (Accacia spp.), dan jenis lainnya. Indikator di lapangan berupa sifat tanah, pohon peninggi pada umur tertentu, dan indikator tanaman. Indeks produktivitas untuk hutan alam juga dapat dikembangkan, secara ekosistem alami dikenal sebagai produktivitas ekosistem umumnya dinyatakan dengan indeks luas daun atau leaf area index (LAI). Pengukuran secara langsung LAI di lapangan sangat sulit dilakukan pada tegakan hutan alam. Alternatif metode optikal tidak langsung telah dikembangkan berdasarkan pengukuran langsung atau melalui penetrasi cahaya yang menyebar melalui tajuk. Salah satu metode yaitu menggunakan digital hemispherical photography (DHP). Penggunaan DHP dengan lensa fisheye telah banyak digunakan dalam penelitian, dengan mengetahui LAI dapat dinilai kondisi tutupan tajuk dan produktivitas suatu tegakan hutan. Namun, penggunaan DHP untuk pengukuran LAI pada kelas produktivitas tegakan tipe ekosistem hutan alam tropis belum banyak dilakukan. Selain itu, prosedur pengambilan foto pada ketinggian tertentu belum banyak diamati. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan indikator produktivitas tegakan hutan alam lahan kering, memformulasikan model matematis produktivitas tegakan hutan alam berbasis LAI, serta menentukan ketinggian terbaik teknik pengambilan DHP. Penelitian ini dilaksanakan di area konsesi PT Prabu Alaska dan Laboratorium Fisik SIG dan Remote Sensing Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Januari sampai Mei 2017. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 132o43’BT 133o21’BT dan 2o38’LS 3o51’LS dengan luas sekitar 322 780 hektar di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Tahapan pelaksanaan penelitian secara umum dilakukan dengan pengambilan data inventarisasi vegetasi, pengambilan data DHP, pengolahan dan analisis data lapangan, proses pengolahan foto DHP menjadi nilai LAI, uji korelasi, uji akurasi klasifikasi indikator produktivitas tegakan hutan alam, penyusunan dan pemilihan model hubungan indeks produktivitas tegakan hutan alam dengan LAI. Pembuatan plot sampel dilakukan melalui pembuatan plot contoh berbentuk persegi berukuran 25x25 meter (m) dalam satu cluster berukuran 50x50 m. 56 plot contoh dari 28 cluster dipilih secara purposive yang memiliki keterwakilan area studi. Tipe vegetasi yang diamati merupakan hutan alam lahan kering. Beberapa parameter vi yang diukur seperti diameter setinggi dada (dbh) (cm), tinggi total (m), tinggi bebas cabang (m), jumlah individu, nama jenis pohon dan titik koordinat GPS. Pengambilan foto DHP dilakukan pada waktu pengamatan dalam kondisi mendung–cerah, berkisar antara pukul 09.00–16.00 WIT. Kamera yang digunakan tipe Canon EOS D1200 dan lensa fisheye Sigma 4.5mm f/3.5 EX DC. Posisi kamera menghadap ke atas (vertikal) dan mengarah ke utara kompas menggunakan perataan tangan dengan ketinggian 0.8 dan 1.8 m. Indikator kelestarian produktivitas tegakan hutan digunakan untuk dapat menggambarkan kondisi tingkat produktivitas tegakan hutan alam pada lokasi penelitian. Tiga indikator kelestarian produktivitas mencakup: 1) sediaan tegakan, 2) tegakan sisa dan 3) potensi tegakan. Variabel-variabel indikator adalah kombinasi dari kerapatan, luas bidang dasar dan volume tegakan. Hasil analisis nilai rataan kerapatan tegakan pohon mulai dari 31.4-123.2 pohon ha-1, rataan LBDS tegakan sekitar 12.6 ± 6.8 m2ha-1 (X9) yang merupakan LBDS seluruh jenis dbh >20 cm. Rataan volume tegakan seluruh jenis dbh >20 cm sekitar 121.6 ± 103.5 m3ha-1 (X11). Hasil perhitungan coefficient of variance (CV) terhadap data kerapatan pohon berkisar antara 44.4-86.8%, LBDS tegakan berkisar antara 52.8-87.9%, volume tegakan berkisar antara 69.9-117.9%. Struktur tegakan membentuk huruf J terbalik menandakan kondisi pertumbuhan normal dalam tegakan hutan alam dan mengindikasikan tegakan hutan dimasa datang akan aman. Jenis vegetasi yang banyak ditemukan di hutan alam lahan kering Papua adalah matoa (Pometia pinnata), ketapang (Terminalia catappa), batu (Pterygota horsfiledii), ketaran (Koordensiodendron pinnatum), pala hutan (Horsfieldia irya), binuang (Octomeles sumatrana), merbau (Intsia bijuga). Jenis tersebut merupakan jenis dominan pada hutan hujan tropis dataran rendah di Papua. Hasil penelitian ini menemukan bahwa secara keseluruhan nilai akurasi yang diperoleh dari hasil klasifikasi parameter penduga produktivitas tegakan hutan pada 3 kelas dan 5 kelas lebih dari 90%. Berdasarkan hasil uji akurasi klasifikasi, kombinasi terpilih sebagai indeks produktivitas tegakan hutan adalah kombinasi M9 dengan indikator kerapatan tiang (X2), volume dbh 20-40 cm (X16), dan LBDS dbh >40 cm (X20) yang memiliki nilai kappa akurasi 100% pada 3 kelas dan 90.56% pada 5 kelas. Kelas produktivitas I memiliki nilai X2 sedang, nilai X16 dan X20 rendah. Produktivitas kelas II memiliki nilai X2 yang rendah, nilai X16 tinggi, dan nilai X20 yang sedang. Sementara, produktivitas kelas III memiliki nilai X2 dan X20 yang tinggi dengan nilai X16 sedang. Rentang nilai LAI yang dihasilkan dari pengambilan DHP pada ketinggian 1.8 m adalah 2.5-6.6 m2m-2, sedangkan pada ketinggian 0.8 m berkisar antara 2.6-7.8 m2m-2. Hasil uji t berpasangan menyimpulkan terdapat perbedaan signifikan nilai LAI yang dihasilkan antara pengambilan ketinggian 1.8 m dan 0.8 m. Perbedaan ini diakibatkan oleh terambilnya foto tumbuhan bawah, liana, semak, dan belukar pada ketinggian 0.8 m. Peneliti menyarankan pengambilan DHP pada ketinggian 1.8 m karena lebih mudah dilakukan dan meminimalisir bias dari tutupan tumbuhan bawah. Disimpulkan juga bahwa model terbaik hubungan antara indeks produktivitas tegakan hutan 3 kelas dan indeks luas daun pada ketinggian 1.8 m mengikuti model linier dengan persamaan y = 0.6214x – 0.9928 dengan R2 = 0.71.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcForest Managementid
dc.subject.ddcForest Standid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcPak Pak, Papua Baratid
dc.titlePendugaan Indeks Produktivitas Tegakan Hutan Alam Menggunakan Indeks Luas Daun di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Baratid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordanalisis clusteringid
dc.subject.keyworddimensi hutanid
dc.subject.keywordhemispherical photographyid
dc.subject.keywordinventarisasi hutanid
dc.subject.keywordleaf area indexid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record