dc.description.abstract | Daging sapi merupakan salah satu komoditas strategis yang dihasilkan dari
usaha di subsektor peternakan. Daging sapi juga merupakan komoditas potensial
untuk dikembangkan di Indonesia karena: (1) kekayaan alam Indonesia yang
memungkinkan penyediaan pakan yang berlimpah; (2) Indonesia memiliki
sumberdaya genetik lokal yang banyak, beragam, dan adaptif; (3) Indonesia telah
mengembangkan teknologi budidaya sapi. Namun demikian, potensi
pengembangan daging sapi tersebut ternyata belum dapat dimanfaatkan secara
optimal. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan populasi sapi potong dan produksi
daging sapi menjadi relatif lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan
konsumsi atau permintaannya, dan harga daging sapi menjadi terus meningkat.
Pergerakan peningkatan harga konsumen berjalan searah dengan harga produsen
tetapi dengan besaran yang berbeda. Pergerakan harga di tingkat importir dan
dunia tidak berjalan searah dengan harga konsumen. Dengan demikian, menjadi
menarik untuk mengkaji peran importir dan produsen dalam pembentukan harga
di tingkat konsumen.
Di satu sisi yang lain, peningkatan harga yang terus menerus dapat
memicu terjadinya volatilitas harga. Volatilitas harga menyebabkan sulitnya
perencanaan di tingkat produsen, menurunnya daya beli konsumen rumahtangga
dan industri, mengancam kestabilan industri pengolahan daging sapi skala mikro,
serta mengancam ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan menghambat
pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, menjadi penting untuk mengkaji volatilitas
harga dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta apakah volatilitas harga
tersebut ditransmisikan dari daerah sentra konsumen ke sentra produsen. Dengan
adanya kemungkinan bahwa volatilitas harga tersebut ditransmisikan dari daerah
sentra konsumen ke sentra produsen, menjadi menarik untuk mengetahui juga
bagaimana respon dari produsen terhadap adanya volatilitas harga tersebut.
Merujuk pada berbagai permasalahan di atas, penelitian ini ditujukan
untuk: (1) menganalisis peran importir dan produsen dalam pembentukan harga di
tingkat konsumen; (2) menganalisis volatilitas harga daging sapi yang terjadi di
tingkat konsumen dan faktor-faktor yang memengaruhinya; (3) menganalisis
transmisi volatilitas harga konsumen antara daerah sentra konsumen dan
produsen; dan (4) menganalisis respon produsen akibat adanya volatilitas harga
daging sapi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari berbagai instansi seperti Badan Pusat Statistik dan lainnya. Data
yang digunakan adalah data time series dari tahun 2008 hingga 2016. Peran
importir dan produsen dalam pembentukan harga di tingkat konsumen dianalisis
menggunakan analisis asimetri transmisi harga model ECM von-Cramon
Taubadel dan Loy. Volatilitas harga daging sapi dianalisis dengan menggunakan
model GARCH. Faktor-faktor yang memengaruhi volatilitas harga dianalisis
menggunakan metode OLS. Analisis transmisi volatilitas harga dari sentra
konsumen ke sentra produsen secara spatial menggunakan model VAR. Dampak
volatilitas harga terhadap produsen dianalisis menggunakan model supply
response dengan metode OLS.
Hasil analisis asimetri transmisi harga menunjukkan bahwa pembentukan
harga daging sapi di pasar konsumen dipengaruhi oleh harga importir dan
produsen. Harga produsen lebih besar memengaruhi pembentukan harga di tingkat
konsumen. Peran produsen yang besar dalam memengaruhi pasar konsumen
menunjukkan bahwa produsen memiliki posisi tawar dan bertindak sebagai price
makers, sehingga produsen yang dimaksud disini lebih mengarah pada pengusaha
ternak skala besar atau feedlotter. Hasil analisis asimetri transmisi harga di tingkat
dunia dan importir serta importir dan konsumen memperkuat dugaan kekuatan
pasar yang dimiliki oleh importir sehingga dapat menetapkan harga daging sapi
impor sesuai harga daging sapi domestik.
Hasil analisis volatilitas harga menggunakan model GARCH (2,3)
menunjukkan bahwa volatilitas harga daging sapi cenderung rendah dan persisten
dalam jangka panjang. Hal ini diperkuat dari hasil estimasi faktor-faktor yang
memengaruhi volatilitas harga. Adanya kekuatan importir dalam pasar daging sapi
di Indonesia juga ditunjukkan oleh pengaruh signifikan dari jumlah impor sapi
bakalan empat periode sebelumnya dan kebijakan kuota impor yang tidak
signifikan memengaruhi volatilitas harga daging sapi. Volatilitas harga di tingkat
konsumen tersebut terbukti ditransmisikan dari daerah sentra konsumen (Jakarta)
ke sentra produsen (Bandung, Semarang, dan Surabaya). Adanya transmisi
volatilitas harga juga menunjukkan adanya fenomena informasi yang tidak
seimbang antara para pelaku pasar di beberapa daerah tersebut. Volatilitas harga
yang ditransmisikan dari daerah sentra konsumen ke sentra produsen tersebut
direspon oleh peternak dengan mengurangi jumlah sapi yang dipotong. Hasil
perhitungan dengan menggunakan Relative risk premium (RRP) menunjukkan
bahwa produsen atau peternak skala besar dan feedlotter cenderung risk lovers.
Dengan kata lain, dikuranginya jumlah sapi yang dipotong ketika adanya
peningkatan harga dan volatilitas harga merupakan respon produsen yang ingin
memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dari kenaikan harga atau volatilitas
harga di masa mendatang. Hal ini menunjang hasil penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa importir memiliki kekuatan pasar.
Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah: (1) diperlukan suatu regulasi
yang mendukung terciptanya informasi yang transparan antara para pelaku pasar
agar struktur pasar daging sapi dapat lebih kompetitif; (2) memperhatikan adanya
lag atau senjang waktu dalam penetapan kebijakan daging sapi karena diperlukan
penyesuaian waktu cukup lama bagi sapi untuk siap potong. (3) kebijakan
pembatasan impor sapi bakalan diharapkan dapat lebih memperhatikan
ketersediaan daging sapi lokal dan sapi siap potong yang ada di perusahaan
peternakan skala besar atau feedlotter karena kesalahan penentuan kuota impor
sapi bakalan dapat berpengaruh terhadap volatilitas harga; dan (4) melakukan
upaya stabilisasi harga terutama didaerah-daerah dengan harga dan volatilitas
harga yang tinggi secara bertahap melalui perencanaan jangka pendek, menengah,
dan panjang dengan memperhatikan ketersediaan daging sapi dan sapi bakalan
impor, sapi potong lokal dan produksi daging sapi lokal. | id |