Show simple item record

dc.contributor.advisorSarwoprasodjo, Sarwititi
dc.contributor.advisorSantosa, Dwi Andreas
dc.contributor.advisorKinseng, A Rilus
dc.contributor.authorSeminar, Annisa Utami
dc.date.accessioned2019-01-07T02:45:53Z
dc.date.available2019-01-07T02:45:53Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/95311
dc.description.abstractKedaulatan pangan adalah sebuah konsep yang diperkenalkan oleh La Via Campesina (LVC), sebuah jaringan transnasional organisasi gerakan petani, sebagai alternatif dalam mengatasi krisis pangan global. Cita-cita dari kedaulatan pangan adalah membuat petani menjadi aktor utama dalam pembangunan pertanian sehingga kebijakan-kebijakan pangan dan pertanian berbasis pada pengetahuan-pengetahuan petani serta praktik-praktik petani (termasuk kearifan lokal). Kedaulatan pangan adalah sebuah konsep yang memperjuangkan hak-hak petani agar bisa memiliki akses terhadap sumber daya alam, sumber-sumber produktif, sumber pemodalan, serta sumber informasi sehingga petani bisa menjadi sejahtera. LVC terdiri dari masyarakat pedesaan dari berbagai negara yang bekerja dalam bidang pertanian. Petani, khususnya, berusaha untuk mengglobalkan perjuangan kedaulatan pangan agar kebijakan-kebijakan pertanian baik pada level lokal, nasional, dan global dapat berpihak pada petani. Konsep kedaulatan pangan bukanlah sebuah konsep yang familiar dikalangan petani, sehingga LVC perlu mensosialisasikan konsep kedaulatan pangan ke berbagai petani di seluruh dunia agar muncul pemahaman bersama mengenai kedaulatan pangan. Membangun pemahaman bersama memerlukan komunikasi antar negara anggota untuk mengatasi perbedaan-perbedaan pemaknaan yang dapat terjadi karena adanya perbedaan latar belakang, sejarah, politik, serta sosial budaya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengungkapkan pola komunikasi jaringan transnasional dalam mengkomunikasikan kedaulatan pangan; (2) membuat model komunikasi menuju kedaulatan pangan; dan (3) menawarkan model derajat hak dan kedaulatan petani untuk mengeksplorasi kedaulatan petani secara kualitatif. Penelitian ini memilih kasus di Indonesia, yaitu Serikat Petani Indonesia (SPI) sebagai organisasi anggota LVC untuk menganalisis pola komunikasi kedaulatan pangan yang terjadi pada berbagai level: lokal, nasional, regional dan global. Metode etnografi komunikasi digunakan melihat pertemuan-pertemuan sebagai unit analisis, sehingga peneliti mengobservasi pertemuan-pertemuan yang dihadiri atau diselenggarakan oleh SPI dan/atau LVC, baik pada level lokal, nasional, regional, dan global dalam rangka mengkomunikasikan kedaulatan pangan. Strategi etnografi multi situs yang bermanfaat untuk mengungkapkan keberagaman perspektif dalam memahami kedaulatan pangan, digunakan untuk memilih informan dan lokasi penelitian. Ada sembilan pertemuan pada setiap level dan dua lokasi kelompok petani SPI pada level lokal yang diobservasi, 25 petani anggota yang tersebar dari 15 daerah di Indonesia yang diwawancara, dan 19 dokumen SPI dan LVC yang dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pola komunikasi jaringan transnasional dalam mengkomunikasikan kedaulatan pangan terjadi dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap pengumpulan realitas dan percakapan lokal; (2) tahap identifikasi masalah bersama; (3) tahap pembangunan multiple authoritative text; dan (4) tahap advokasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa dalam setiap tahap ini diperlukan sebuah kompetensi komunikasi agar terbangun pemahaman bersama antara anggota mengenai kedaulatan pangan. Kompetensi komunikasi ini tidak hanya dimiliki oleh petani, tetapi juga dimiliki oleh pengurus organisasi yang berguna untuk dapat mengorganisasikan bagaimana seluruh anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam rangka mencapai pemahaman bersama. Artinya, dialektika antara kompetensi komunikasi petani dan pengurus organisasi menjadi penting untuk mengatasi perbedaan pemahaman di antara anggota jaringan transnasional. Model komunikasi menuju perubahan kedaulatan pangan, selain membutuhkan empat tahap pola komunikasi konsep kedaulatan pangan serta kompetensi komunikasi dari petani anggota dan pengurus organisasi, juga memerlukan dibukanya ruang-ruang komunikatif yang terorganisir dan berkelanjutan. Ruang-ruang komunikatif adalah ruang yang aman bagi para pesertanya untuk mengungkapkan aspirasinya, terutama mengenai kedaulatan pangan. Ruang ini memungkinkan untuk terbangunnya makna kedaulatan pangan yang menghargai atau mewakili isu-isu dari level lokal, namun juga memiliki keselarasan dengan prinsip kedaulatan pangan secara keseluruhan. Penelitian ini juga menemukan “derajat hak dan kedaulatan petani” yang merupakan tahap-tahap yang harus dilakukan oleh petani dalam rangka mencapai kedaulatan petani, yaitu menjadi multi-role peasants, terlibat aktif dalam ruang-ruang komunikatif; dan memiliki akses dan kontrol terhadap: alat produksi, moda produksi, dan moda distribusi. Ketiga hal ini apabila dihubungkan dalam model komunikasi menuju perubahan kedaulatan pangan adalah konten atau isi pesan dalam mengkomunikasikan kedaulatan pangan. Melalui ketiga hak dan kedaulatan petani ini lah maka cita-cita kedaulatan pangan dapat tercapai.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcCommunication Developmentid
dc.subject.ddcFood Sovereigntyid
dc.subject.ddc2018id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titleKomunikasi Konsep Kedaulatan Pangan dalam Jaringan Transansional Petani La Via Campesina: Studi Kasus Serikat Petani Indonesiaid
dc.subject.keywordCommunication as constitutive of organizationid
dc.subject.keywordKompetensi komunikatifid
dc.subject.keywordKomunikasi untuk perubahan sosialid
dc.subject.keywordKedaulatan panganid
dc.subject.keywordPergerakan transnasionalid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record