Strategi Konservasi Cemara Laut (Casuarina equisetifolia L.) di Provinsi Bengkulu.
View/ Open
Date
2018Author
Farma, Albert
Hikmat, Agus
Soekmadi, Rinekso
Metadata
Show full item recordAbstract
Cemara laut (Casuarina equisetifolia L.) adalah spesies pohon yang tumbuh
alami di daerah pesisir Provinsi Bengkulu. Spesies ini digolongkan kedalam
monotypic taxa oleh Linnaeus pada tahun 1759. Spesies dari monotypic memiliki
genom yang rentan punah sehingga keberadaannya perlu mendapatkan perhatian
untuk dikonservasi. Keberadaan spesies ini juga penting bagi lingkungan dan
kehidupan manusia dari beberapa literatur internasional.
Saat ini vegetasi alami cemara laut masih dapat ditemukan di dalam kawasan
yang memiliki status konservasi yaitu di Cagar Alam Air Rami 1, Cagar Alam Air
Seblat dan Taman Wisata Alam Pantai Panjang dan Pulau Baai, sedangkan di luar
kawasan tersebut mengalami masalah kelestarian. Berbagai faktor yang berasal dari
individu spesiesnya, alam dan aktivitas manusia dinilai dapat mempengaruhi
kelestarian cemara laut sehingga strategi konservasi diperlukan untuk mendukung
kelestariannya baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Faktor tersebut
dapat dikategorikan kedalam tiga aspek penting yaitu ekologi, etnobotani dan
persepsi masyarakat. Ketiga aspek tersebut masing-masing memiliki faktor yang
dapat mendorong dan menghambat kelestarian cemara laut, namun informasi
mengenai ketiga aspek tersebut belum diketahui atau tersedia sehingga penting
untuk diteliti. Tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
menentukan strategi konservasi cemara laut di Provinsi Bengkulu pada kondisinya
saat ini yang didukung dengan tujuan khususnya yaitu menganalisis ekologi dan
menganalisis etnobotani cemara laut.
Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Maret 2017 sampai dengan Juli
2017.Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan studi
pustaka. Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Pertama faktor
ekologi cemara laut dianalisis dengan menggunakan analisis INP (Indeks Nilai
Penting), indeks diversitas (keanekaragaman dan kemerataan), asosiasi antar dua
spesies (Chi-square) dan indeks kesamaan komunitas (metode Ward), dan analisis
PCA (Principle Component Analysis). Kedua etnobotani dan persepsi masyarakat
dianalisis secara deskriptif kualitatif. Terakhir mensintesiskan aspek tersebut
kedalam faktor pendorong dan faktor penghambat dengan menggunakan
pendekatan A’WOT (AHP dan SWOT) untuk membantu penyusunan strategi
konservasi cemara laut yang sesuai dengan kondisinya di Provinsi Bengkulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cemara laut tidak lepas dari gangguan
yang mempengaruhi kerapatannya di tiga kawasan konservasi. Kerapatan cemara
laut membentuk kurva J terbalik namun tidak sempurna pada tingkat pertumbuhan
tiangnya yang menunjukkan jumlah individunya lebih sedikit dibandingkan dengan
tingkat pertumbuhan pohon. Analisis faktor lingkungan menunjukkan bahwa
cemara laut tidak dipengaruhi faktor abiotik dan biotik yang spesifik, namun
variabel intensitas cahaya, suhu udara, suhu tanah dan jumlah pohon lebih dapat
menjelaskan keberadaan cemara laut dari aspek ekologi. Spesies ini juga berasosiasi
dengan spesies lainnnya dengan tingkat asosiasi yang tergolong rendah yaitu 0.2
sampai 0.45. Meskipun demikian, habitat cemara laut masih dapat mendukung
keanekaragaman tumbuhan dengan indeks keanekaragaman 1.4 sampai 1.90.
Habitat cemara laut dari Cagar Alam Air Rami 1 dan Taman Wisata Alam Pantai
Panjang dan Pulau Baai memiliki indeks kesamaan komunitas tertinggi, sedangkan
Cagar Alam Air Seblat memiliki indeks kesamaan yang rendah. Pengaruh viabilitas
benih, abrasi dan aktivitas masyarakat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kerapatan cemara laut.
Cemara laut bermanfaat bagi masyarakat lokal di tiga kawasan konservasi
dari aspek ekologi dan etnobotani. Spesies ini menjadi tempat berteduh/istirahat
bagi masyarakat serta melindungi daerah sekitarnya dari gangguan alam seperti
abrasi dan badai. Daun, kulit dan akarnya dapat dijadikan obat berdasarkan
pengetahuan masyarakat lokal. Kayunya dikenal sebagai kayu keras dan kuat
sehingga banyak digunakan sebagai kayu konstruksi (rumah dan perahu) dan kayu
bakar. Selain itu kayunya juga dapat dijual kepada masyarakat yang
membutuhkannya.
Hasil analisis faktor pendorong dan penghambat dengan pendekatan A’WOT
menunjukkan bahwa faktor pendorong dan faktor penghambat konservasi cemara
laut didominasi aspek yang berbeda. Aspek etnobotani menjadi faktor tertinggi
yang penting untuk ditingkatkan dari faktor pendorong karena kelestarian cemara
laut dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan aspek
persepsi masyarakat merupakan faktor penghambat tertinggi yang mengancam
kelestarian cemara laut karena pemahaman masyarakat yang masih rendah dan
berbeda-beda terhadap fungsi kelestarian cemara laut. Aspek ekologi menjadi
faktor terendah sebagai faktor pendorong dan faktor penghambat karena kelestarian
cemara laut tidak hanya dipengaruhi faktor individu dan lingkungan saja akan tetapi
adanya intervensi masyarakat juga mempengaruhinya.
Hasil analisis strategi menunjukkan bahwa faktor penghambat lebih
mendominasi dari pada faktor pendorong sehingga kelestarian cemara laut masih
mendapatkan kendala. Untuk mengatasi kendala tersebut, elemen dengan skor
tertinggi pada masing-masing faktor dijadikan sebagai acuan penyusunan strategi
konservasi. Elemen dengan skor tertinggi pada faktor pendorong menjadi elemen
yang diprioritaskan untuk ditingkatkan, sedangkan elemen dengan skor tertinggi
pada fator penghambat menjadi elemen yang diprioritaskan untuk diminimalisir.
Disusun tiga strategi konservasi yang dapat meningkatkan potensi dan mengatasi
hambatan cemara laut yaitu advokasi, pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan teknologi budidaya. Dengan demikian strategi yang disusun
diharapkan dapat menjadi acuan untuk mendukung kelestarian cemara laut
khususnya di Provinsi Bengkulu.
Collections
- MT - Forestry [1381]