Show simple item record

dc.contributor.advisorMutaqin, Kikin Hamzah
dc.contributor.advisorKusumah, R. Yayi Munara
dc.contributor.authorPratiwi, Eka
dc.date.accessioned2018-08-29T02:05:28Z
dc.date.available2018-08-29T02:05:28Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/93082
dc.description.abstractKedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai dalam negeri Indonesia mencapai 2.5 juta ton untuk memenuhi permintaan masyarakat baik untuk konsumsi maupun bahan dasar industri pangan dan pakan. Namun demikian, produksi dan produktivitas kedelai di dalam negeri masih rendah sehingga masih harus impor dari luar negeri, seperti pada tahun 2016, pemerintah RI harus mengimpor kedelai sebanyak 2.3 juta ton. Salah satu masalah yang dihadapi petani dalam usaha tani kedelai adalah hama dan penyakit yang sangat beragam. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) dapat menjadi alternatif pemecahan masalah dalam pengelolaan hama dan penyakit yang berorientasi kepada hasil namun tetap menjaga keseimbangan ekologi dan lingkungan. Konsep PHT berkembang sebagai reaksi terhadap pengendalian hama yang terlalu mengandalkan penggunaan pestisida secara intensif bahkan berlebihan. Penggunaan pestisida yang berlebihan menimbulkan dampak yang negatif terhadap kesehatan, ekonomi, dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengelolaan hama dan penyakit kedelai berdasarkan perbedaan frekuensi aplikasi pestisida. Penelitian ini terdiri atas dua perlakuan, yaitu penggunaan pestisida secara terjadwal (Intensif) dan berdasarkan pemantauan (Optimum) yang dirancang dalam Rancangan acak kelompok (RAK) dengan 12 petak ulangan. Kedelai ditanam dan dipelihara sesuai dengan kebiasaan petani. Benih kedelai varietas Grobogan yang digunakan diuji daya kecambah terlebih dahulu. Benih kedelai menunjukkan 44%-85.92% daya kecambah. Hama yang dominan pada kedelai selama 9 minggu. adalah serangga dari famili Cicadellidae, Pentatomidae, Alydidae, Aphididae, dan Reduviidae sedangkan penyakit yang dominan adalah hawar bakteri, karat, antraknosa, dan bercak daun Cercospora. Artropoda beserta perannya selain hama juga diamati. Detrivor merupakan peranan fungsional yang paling banyak dijumpai. Perkembangan populasi hama pada Pengelolaan Intensif dan Optimum menunjukkan hasil yang tidak berbeda pada setiap minggunya. Kerusakan paling tinggi akibat hama secara akumulatif terjadi pada minggu ke-5 yaitu sebesar 38.54% dan 38.23% berturut-turut pada Pengelolaan Intensif dan Optimum. Perkembangan penyakit baik pada Pengelolaan Intensif dan Optimum menunjukkan bahwa penyakit antraknosa, karat dan bercak Cercospora menimbulkan keparahan yang tinggi berdasarkan perhitungan area di bawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC) selama 9 minggu. Hasil panen biji kedelai kering pada perlakuan Intensif dan Optimum tidak berbeda nyata yaitu berturut-turut 85.9 kg/300 m2 dan 87.5 kg/300 m2. Perbedaannya terletak pada total biaya produksi yang dikeluarkan. Pada perlakuan intensif, biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Optimum.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcPlant protectionid
dc.subject.ddcPesticidesid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titlePengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Kedelai dengan Perbedaan Frekuensi Aplikasi Pestisidaid
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordAnalisis usahataniid
dc.subject.keywordbiaya pestisidaid
dc.subject.keywordintensitas penyakitid
dc.subject.keywordmonitoringid
dc.subject.keywordpopulasi hamaid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record