Model Perubahan Penggunaan Lahan Sawah dan Pengendaliannya di Kota Serang, Provinsi Banten
View/ Open
Date
2018Author
Lamidi
Sitorus, Santun RP
Noorachmat, Bambang Pramudya
Munibah, Khursatul
Metadata
Show full item recordAbstract
Model merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari suatu sistem
yang terjadi di alam. Permodelan dengan pendekatan sistem dinamis umumnya
bersifat dinamik dalam waktu, sehingga dapat memprediksi kondisi waktu yang
akan datang. Sistem merupakan suatu gugus dari elemen yang saling
berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari
tujuan-tujuan. Melalui pendekatan permodelan dan analisis sistem, dapat
dilakukan simulasi untuk memperoleh alternatif model pengendalian perubahan
penggunaan lahan dan arahan kebijakan dan pemilihan alternatif strategi
pengelolaannya.
Kota Serang semula berupa kota kecamatan yang relatif kecil. Pada Tahun
2000 berubah menjadi kota sebagai pusat pemerintahan Provinsi Banten, dan pada
Tahun 2007 meningkat lagi menjadi kota otonom. Sebagai kota baru, daerah
mulai merubah orientasi pembangunannya dari pembangunan perdesaan berbasis
pertanian menjadi pembangunan perkotaan yang berbasis industri, perdagangan,
dan jasa. Perubahan penggunan lahan ditandai dengan terus berkurangnya lahan
sawah dan bertambahnya lahan permukiman. Pada Tahun 1993, luas lahan sawah
di wilayah Kota Serang masih seluas 11.515,23 Ha, sementara itu luas lahan
permukiman hanya seluas 2.520 Ha. Pada Tahun 2016, luas lahan sawah
berkurang menjadi 8.213,58 Ha, dan luas lahan permukiman meningkat menjadi
5.343,93 Ha.
Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji pengaruh perubahan status
kota Serang terhadap laju perubahan penggunaan lahan dan merumuskan model
pengendaliannya guna mempertahankan lahan sawah beririgasi teknis yang ada.
Tujuan antaranya adalah : (1) mengkaji perubahan penggunaan lahan Tahun 1993-
2016, (2) memprediksi penggunaan lahan Tahun 2030, (3) mengkaji kesesuaian
penggunaan lahan Tahun 2016 terhadap RTRW, (4) menyusun model
pengendalian perubahan penggunaan lahan, dan (5) menyusun arahan kebijakan
dan strategi pengendaian perubahan penggunaan lahannya.
Penelitian ini diawali dengan melakukan penafsiran peta citra wilayah
Kota Serang Tahun 1993, 2000, 2007, dan Tahun 2016, menghasilkan peta
penggunaan lahan Tahun 1993, 2000, 2007, dan 2016. Analisis tumpang susun
antara peta penggunaan lahan Tahun 1993-2000, 2000-2007, dan 2007-2016,
menghasilkan perubahan penggunaan lahan pada setiap interval waktu tersebut,
yang meliputi laju dan pola perubahannya. Analisis kesesuaian penggunaan lahan
eksisting (Tahun 2016) dengan rencana pola ruang RTRW Tahun 2010-2030
dilakukan melalui analsis tumpang susun antara peta penggunaan lahan Tahun
2016 dengan peta rencana pola ruang RTRW 2010-2030. Prediksi penggunaan
lahan Tahun 2030 dilakukan dengan pendekatan CA-Markov dengan bantuan
perangkat lunak Terrset. Model prediksi dibuat berdasarkan perubahan
penggunaan lahan Tahun 2000-2007. Model dinamika dibuat dengan bantuan
perangkat lunak Powersim. Arahan kebijakan pengendalian penggunaan lahan
sawah disusun dengan metode AHP, sementara arahan strategi disusun dengan
menggunakan metode AWOT.
Perubahan penggunaan lahan pada interval Tahun 1993-2000 memiliki
laju paling cepat dibandingkan dengan perubahan penggunaan lahan pada interval
Tahun 2000-2007 dan Tahun 2007-2016. Laju perubahan penggunaan lahan pada
periode 1993-2000 adalah sebesar 1,835.86 ha atau 262.27 ha per tahun. Laju
perubahan penggunaan lahan pada periode 2000-2007 adalah sebesar 960.93 ha
atau 137.28 ha per tahun. Laju perubahan penggunaan lahan pada periode 2007-
2016 adalah sebesar 988.53 ha atau 109.84 ha per tahun. Dilihat dari pola
perubahannya, pada interval 1993-2000, 2000-2007, dan 2007-2016 menunjukkan
pola perubahan yang sama yaitu bahwa kelas penggunaan lahan yang paling
dominan mengalami perubahan adalah lahan sawah, ladang, dan disusul kebon
campuran.
Tingkat kesesuaian penggunaan lahan pada Tahun 2016 adalah sebesar
68% telah sesuai dengan RTRW dan sebesar 32% tidak sesuai dengan RTRW.
Termasuk dalam penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW sebesar 32%
ini adalah penggunaan lahan transisi, yaitu penggunaan lahan yang masih berupa
lahan tidak terbangun yang belum mengalami perubahan penggunaan lahan
menjadi lahan terbangun khususnya menjadi permukiman. Pada Tahun 2030,
lahan sawah diprediksi akan tersisa seluas 5,720.6 ha dari 8,213.58 ha pada Tahun
2016, atau berkurang sebesar 30%. Ladang diprediksi akan berkurang sebesar
824.1 ha menjadi 7,988.9 ha dari luas Tahun 2016 sebesar 8,812.98 ha.
Sebaliknya, lahan permukiman sebagai lahan terbangun yang banyak
mengkonversi lahan sawah diprediksi akan bertambah menjadi 7,811.8 ha dari
5,343.93 ha pada Tahun 2016, atau meningkat sebesar 46%.
Pada Tahun 2016, neraca beras di Kota Serang telah berada pada posisi
minus 19,927.35 ton. Tanpa upaya pengendalian, lahan sawah diprediksi akan
habis pada Tahun 2057. Dengan skenario optimis melalui kebijakan
memperbolehkan konversi lahan sawah sebesar maksimum 50% dari kondisi
Tahun 2016, luas lahan sawah yang akan diperahankan adalah seluas 4,143.26 ha.
Upaya mempertahankan lahan sawah ini dilakukan melalui kebijakan penetapan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), sesuai dengan UU No. 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Pada Tahun
2016, Kecamatan Kasemen memiliki 61% atau 5,002 ha dari total luas lahan
sawah di Kota Serang seluas 8,213.58 ha. Lahan sawah ini merupakan satu
hamparan dan memperolah pasokan air irigasi teknis secara baik sepanjang tahun,
sehingga paling cocok untuk dipertahankan sebagai lahan LP2B.
Pemerintah Kota Serang merupakan aktor yang paling menentukan dalam
upaya pengendalian perubahan lahan sawah di Kota Serang. Kebijakan yang
paling menentukan adalah melalui penetapan zona LP2B. Kebijakan penetapan
LP2B ini harus diikuti dengan upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi lahan
sawah, agar mampu bersaing dengan jenis penggunaan lainnya di sekitarnya.
Pengembangan lahan sawah LP2B menjadi kawasan agrowisata perkotaan yang
dipadukan sebagai lokasi wisata kuliner merupakan strategi paling baik untuk
meningkatkan nilai ekonomi lahan sawah tersebut.