Evaluasi Penerapan Aspek Teknis dan Sebaran Spasial Produksi Susu dan Prevalensi Mastitis Subklinis Sapi Perah Rakyat di Jawa Barat
View/ Open
Date
2018Author
Susanty, Hilda
Purwanto, Bagus Priyo
Sudarwanto, Mirnawati
Atabany, Afton
Metadata
Show full item recordAbstract
Upaya peningkatan produktivitas sapi perah Indonesia terkendala dengan
kondisi agroklimat dan penerapan aspek teknis manajemen pemeliharaan sapi
perah yang baik dan benar, dalam menjaga kestabilan produksi susu dan
pencegahan mastitis subklinis. Kondisi agroklimat yang berbeda dari daerah asal
sapi-sapi perah menuntut penerapan aspek manajemen pemeliharaan sapi perah
yang tepat, agar ternak tidak terpapar stres panas, penampilan produksi dan status
kesehatan ambing baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
penerapan aspek teknis manajemen pemeliharaan sapi perah pada agroklimat yang
berbeda dan menganalisis kedekatan hubungan geospasial produksi susu dan
prevalensi mastitis subklinis di Jawa Barat
Penelitian ini terdiri dari empat tahapan, tahap pertama bertujuan untuk
mengevaluasi respon fisiologis sapi perah laktasi dan strategi pemberian pakan
pada tiga ketinggian lokasi peternakan. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen dengan rancangan bujur sangkar latin 3 x 3 dengan dua faktor yaitu
ketinggian lokasi peternakan dan pakan. Pengamatan dilakukan terhadap kondisi
lingkungan yaitu THI dan respon fisiologis sapi perah. Hasil penelitian ini
menunjukkan rata-rata THI pada dataran rendah adalah 79.9±3.07 memberikan
dampak stres panas sedang pada sapi, dengan suhu rektal 38.7-38.8 oC. Kondisi
ini berbeda sangat nyata dengan THI pada dataran sedang dan tinggi dengan
rentang 73.3 – 76.2 memberikan dampak stres panas ringan pada sapi. Pengaruh
pakan terlihat pada kecepatan denyut jantung yang berbeda nyata antara ketiga
lokasi pengamatan, dataran rendah memberikan respon denyut jantung sebesar
72±12 kali.menit-1, dataran sedang 71±6 kali.menit-1 dan dataran tinggi sebanyak
69±9 kali.menit-1. Penambahan konsentrat pakan pada sapi perah di dataran tinggi
dirokemendasikan guna peningkatan performa produksi.
Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengevaluasi efek agroklimat
terhadap produksi susu dan prevalensi mastitis subklinis. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah survei dan sampling. Observasi dilakukan pada 2
ketinggian lokasi peternakan (<1000 mdpl dan diatas ≥ mdpl) terhadap 133
peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan 3-10 ekor, untuk mendapatkan
data produksi dan kualitas susu, jenis dan komposisi pakan. Sampling susu
dilakukan pada setiap kwartir sapi perah sebanyak 1351 kwartir dari 336 ekor sapi
perah dalam masa laktasi normal (3 – 7 bulan) untuk deteksi status kesehatan
ambing menggunakan pereaksi IPB-1 dan penghitungan jumlah sel somatik
menggunakan metode Breed.
Hasil penelitian tahap kedua menggambarkan rata-rata temperatur udara
Propinsi Jawa Barat selama sepuluh tahun terakhir yang mengalami peningkatan
sebesar 0.1 – 2 oC. Peningkatan temperatur udara berakibat pada peningkatan nilai
Temperature Humidity Index (THI). THI merupakan indikator terbaik untuk
pendugaan stres panas pada sapi. Nilai THI pada ketinggian <1000 mdpl adalah
76.1-76.7 berdampak stres panas ringan, sementara pada ketinggian ≥1000 mdpl
nilai THI didapatkan sebesar 66.2 – 66.8, merupakan kondisi nyaman untuk
ternak. Rataan produksi susu pada ketinggian <1000 mdpl sebesar 13.9±4.07
l.ekor-1.hari-1, sementara pada ketinggian ≥1000 mdpl sebesar 15.4±4.14
l.ekor1.hari-1. Status kesehatan ambing pada dua ketinggian lokasi ini juga
mengalami perbedaan. Pada ketinggian <1000 mdpl dari hasil pemeriksaan
sampel kwartir terdeteksi mastitis subklinis sebesar 51% sementara pada
ketinggian ≥1000 mdpl sebesar 42%.
Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk mengkaji penerapan aspek teknis
manajemen pemeliharaan sapi perah dan prevalensi mastitis subklinis di Jawa
Barat. Metode yang digunkan adalah metode survei, data diperoleh melalui
observasi dan wawancara menggunakan kuisioner. Sampling prevalensi mastitis
subklinis dilakukan terhadap 336 ekor sapi, dimana satu ekor sapi dikatakan
menderita mastitis subklinis apabila paling tidak satu kwartir terdeteksi positif
mastitis subklinis.
Korelasi positif terdapat pada penerapan Good dairy farming Practices
(GDFP) dan Good dairy milking Practices (GMiP) dengan produksi susu,
terutama pada aspek bibit dan reproduksi, pengelolaan ternak, penanganan ternak
sebelum pemerahan dan setelah pemerahan. Korelasi negatif terdapat pada
prevalensi mastitis subklinis dengan GDFP dan GMiP, terutama pada aspek
kesehatan dan penanganan ternak saat pemerahan. Penerapan GDFP di Jawa Barat
termasuk dalam kategori baik (skor 3.06), sedangkan penerapan GMiP masih
termasuk dalam kategori cukup baik (skor 2.30). Prevalensi mastitis subklinis di
Jawa Barat adalah sebesar 67.5%. Periode laktasi memberikan pengaruh yang
nyata terhadap prevalensi mastitis subklinis
Tahap keempat dari rangkaian penelitian ini adalah analisis spasial produksi
susu dan prevalensi mastitis subklinis yang bertujuan untuk mengevaluasi asosiasi
spasial produksi susu dan prevalensi mastitis subklinis berdasarkan sebaran
spasial menggunakan uji Indeks Moran dan Local Indicator of Spatial
Autocorrelation (LISA). Hasil penelitian ini menunjukkan, terdapat pola
penerapan aspek teknis manajemen pemeliharaan sapi perah yang terpusat pada
daerah yang berdekatan yaitu kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut dan
Sumedang. Namun hasil uji autokorelasi spasial menunjukkan tidak terdapat
hubungan antar kabupaten di Jawa Barat dalam produksi susu dan prevalensi
mastitis subklinis. Moran scatterplot menunjukkan bahwa hotspot produksi susu
sapi perah tertinggi berada di kabupaten Bandung Barat, dan hotspot kejadian
mastitis subklinis berada pada Kabupaten Kuningan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kondisi agroklimat dan manajemen
pemeliharaan memengaruhi produktivitas dan kesehatan sapi perah di Indonesia.
Performa peternakan sapi perah terbaik berdasarkan kondisi agroklimat,
penerapan GDFP dan GMiP, tingkat produksi susu dan prevalensi mastitis
subklinis berada di Kabupaten Bandung. Peternakan sapi perah rakyat yang perlu
perbaikan manajemen pemeliharaan berada di Kabupaten Kuningan.
Collections
- DT - Animal Science [324]