Show simple item record

dc.contributor.advisorSumarti, Titik
dc.contributor.advisorDamanhuri
dc.contributor.advisorWahyuni, Ekawati Sri
dc.contributor.authorRokhani
dc.date.accessioned2018-06-26T03:56:29Z
dc.date.available2018-06-26T03:56:29Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92276
dc.description.abstractPasar telah mendorong desa-desa di Indonesia semakin terbuka (Popkin 1986:1), demikian pula dengan pasar ekspor kopi arabika di Simalungun Sumatera Utara. Pasar ekspor kopi telah merubah rasionalitas petani smallholders, namun tindakannya masih mencerminkan nilai-nilai moral (motif sosial). Fokus penelitian ini adalah tindakan kolektif petani kopi dalam menghadapi pasar ekspor kopi. Pasar menuntut individu saling berkompetisi, sementara struktur yang dipersiapkan oleh pemerintah (state) adalah petani kopi harus menjalankan usahanya secara berkelompok dalam wadah kelompok tani. Apabila di pasar aktor secara individu harus bersaing (dengan kekuatan kapital yang dimilikinya), sementara petani smallholders kopi arabika harus kuat secara kolektivitas untuk menghadapi tuntutan pasar global (ekspor kopi). Pedagang kopi arabika yang turut membangun ekonomi lokal juga berposisi sebagai petani, sehingga muncul dualisme dalam diri pedagang, di satu sisi melakukan tindakan (praktik) yang didasari oleh motif sosial (moral) namun di satu sisi harus mengejar keuntungan. Kelembagaan kelompok tani yang semula merupakan cerminan habitus negara justru menjadi instrumen yang memperkuat petani dan pedagang untuk melakukan tindakan kolektif dalam menghadapi tuntutan pasar ekspor. Dengan pisau analisis teori Bourdieu, kajian ini bermaksud menguak dan menjelaskan habitus aktor dalam supply chain kopi arabika dalam menghadapi pasar ekspor kopi dan praktik aktor dalam membangun ekonomi lokal di Simalungun. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji aktor dan habitus aktor yang terlibat dalam supply chain kopi arabika, (2) mengkaji tindakan aktor dalam mengakumulasi modal dan pengaruh aktor dalam arena (pasar kopi arabika), (3) mengkaji kelembagaan pasar yang dibentuk dalam supply chain kopi arabika, (4) menganalisis tindakan kolektif petani kopi arabika dalam merumuskan dan membangun kepentingan ekonomi lokal dan pengaruhnya pada kesejahteraan rumahtangga petani kopi arabika. Paradigma penelitian ini adalah post-positivistik dengan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian campuran yaitu: (1) survei untuk menggambarkan existing condition tingkat kesejahteraan petani kopi arabika dan (2) studi kasus. Pengumpulan data survei dilakukan dengan mewawancarai 84 rumahtangga petani smallholders menggunakan kuesioner terstruktur. Pengumpulan data studi kasus dilakukan dengan wawancara mendalam pada petani 18 orang petani smallholders, studi riwayat hidup 8 pedagang kopi arabika di berbagai tingkatan, wawancara mendalam dengan pemerhati kopi, ketua APEKI, pengurus HMKSS, eksportir hingga pembeli serta observasi/pengamatan. Penelitian ini menemukan bahwa aktor dalam supply chain kopi arabika: petani smallholders, kelompok tani, pedagang, Himpunan Masyarakat Kopi v Arabika Sumatera Simalungun (HMKSS), eksportir, pembeli (buyer) dan setiap aktor memiliki habitus berbeda tergantung dari posisi, pengalaman dan modal yang dimilikinya. Menurut Bourdieu, di ranah (field) pertarungan sosial akan selalu terjadi. Aktor yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan individu kebanyakan di arena (pasar) akan mampu mempertahankan atau mengubah struktur dibandingkan mereka yang tidak memiliki modal. Kritik pada konsep Bourdieu adalah relasi sosial yang terjadi di arena (field), yakni pasar bukan hanya pertarungan untuk memperoleh posisi semata dan dianggap telah mereduksi ‘dunia kehidupan’, namun di pasar juga terdapat relasi sosial lainnya seperti: kerjasama, solidaritas sosial yang semula terabaikan dalam konsep arena. Artinya terdapat bentuk hubungan lain dalam kehidupan sosial dan tidak hanya demi kepentingan posisi aktor semata. Bentuk kerjasama maupun solidaritas sosial dirajut oleh para aktor, baik petani maupun pedagang melalui berbagai relasi dalam kelembagaan lokal yang “mendekatkan” seperti: Ikatan Batak Muslim (Ibamu), Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma), wirid, persatuan, serikat tolong menolong (STM), kelompok tani hingga Gapoktan. Keberadaan kelembagaan lokal yang bertahan (persisten) hingga kini menjadi basis munculnya benih-benih (cikal bakal) tindakan kolektif, kerjasama dan solidaritas sosial guna membangun ekonomi lokal. Terbentuknya ekonomi lokal dalam masyarakat petani kopi arabika di Simalungun ditandai oleh kemunculan pedagang kopi arabika yang berasal dari petani kopi arabika. Pedagang muncul sebagai kelompok menengah yang berasal dari petani berlahan sempit, sebagian migran dari Jawa yang telah berdiaspora di Simalungun, lalu melalui campur tangan negara dan swasta (eksportir) berkembang menjadi petani smallholders. Intervensi negara dalam berbagai kebijakan dan pembentukan kelembagaan seperti kelompok tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) maupun HMKSS turut mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal di Simalungun. Ekonomi lokal di Simalungun dibangun dari multi religion dan multi etnis sehingga mendukung ekonomi berbasis nilai keanekaragaman khas Simalungun. Ekonomi lokal khas Simalungun dibangun atas rasionalitas yang berbasis nilai (value) lokal. Empat nilai lokal tersebut adalah, yakni: (1) tindakan kolektif; (2) kepercayaan (trust); (3) solidaritas sosial dan (4) komitmen. Kelembagaan pasar dengan struktur oligopsoni, menyebabkan sebagian petani pedagang berada di posisi “tersandera” sehingga membentuk struktur pasar baru. Dengan memandang pasar sebagai suatu arena berdasar teori Bourdieu, tindakan (praktik) aktor dalam supply chain kopi arabika ditentukan oleh posisi, habitus, seberapa kuat modal yang dimiliki aktor dan seberapa legitim kedudukan aktor dalam arena, yakni pasar kopi arabika. Perilaku aktor yang bertindak bak pemburu rente (rent seeker) berimplikasi pada kesejahteraan petani. Muara dari pengembangan ekonomi lokal adalah tingkat kesejahteraan petani smallholders. Tingkat kesejahteraan rumahtangga petani smallholders kopi arabika di Nagori Sait Buttu Saribu sebagian besar berada pada kategori cukup (47,62%). Dengan tingkat kesejahteraan tersebut, petani smallholders kopi sudah mampu menyekolahkan anak, memenuhi kebutuhan pangan dan strata atas sudah mampu mengakumulasi modal untuk mengembangkan usaha/bisnis kopi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcSociologyid
dc.subject.ddcSocial Groupid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcSimalungun - SUMUTid
dc.titleEkonomi Lokal Berbasis Tindakan Kolektif dan Identitas Dalam Menghadapi Pasar Ekspor Kopi (Studi Kasus di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara).id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordaktorid
dc.subject.keywordhabitusid
dc.subject.keywordarenaid
dc.subject.keywordtindakan kolektifid
dc.subject.keywordekonomi lokalid
dc.subject.keywordpasar eksporid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record