Politik Tata Ruang dan Kebijakan Pembangunan Kawasan Perdesaan (Studi di Kabupaten Pandeglang).
View/ Open
Date
2018Author
Hakim, Agus Lukman
Kolopaking, Lala M
Siregar, Hermanto
Putri, Intan Kumala
Metadata
Show full item recordAbstract
Implementasi kebijakan tata ruang sering menimbulkan benturan berbagai
pihak yang berkepentingan. Kondisi tersebut terjadi karena rumusan kebijakan tata
ruang merupakan produk politik sehingga implementasinya berkaitan dengan tarik
menarik kepentingan berbagai pihak. Kesadaran memasukkan pertimbangan
mengajak berbagai pihak menyusun tata ruang selama ini cenderung masih
meninggalkan persoalan dalam implementasinya, yang berujung pada konflik.
Penyelesaian konflik tersebut sering mengalami kegagalan. Studi ini menjelaskan
mengapa kebijakan tata ruang dan kawasan perdesaan tidak berjalan efektif. Atas
dasar tersebut, penulis mengajukan pertanyaaan penelitian sebagai berikut:
1.Mengapa RTRW Kabupaten Pandeglang tidak didukung oleh pemangku
kepentingan dan menimbulkan konflik serta sulit diimplementasikan? 2.Mengapa
kawasan agropolitan dan minapolitan dicantumkan dalam RTRW Kabupaten
Pandeglang 2011-2031 tidak berhasil diimplementasikan dan bagaimana
dampaknya terhadap pengembangan desa di kedua kawasan tersebut? 3.Bagaimana
prioritas strategi pembangunan kawasan perdesaan di Kabupaten Pandeglang?
Penelitian ini mengambil unit analisis pada tiga tipe kawasan perdesaan di
Kabupaten Pandeglang. Pertama, desa yang potensial menjadi kawasan perdesaan.
Kedua, kawasan perdesaan yang telah ditetapkan dalam RTRW namun belum
direalisasikan. Ketiga, kawasan perdesaan yang telah ditetapkan dalam RTRW dan
kebijakannya telah diimplementasikan. Tipe pertama, mengambil studi kasus di
Desa Cadasari Kecamatan Cadasari. Tipe kedua, mengambil studi kasus kawasan
agropolitan, yang meliputi seluruh desa di Kecamatan Munjul, Sobang dan Menes.
Tipe ketiga mengambil studi di kawasan minapolitan yang telah disyahkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai kawasan pada tahun 2011, meliputi
seluruh desa di Kecamatan Panimbang dan Sumur.
Penelitian ini bertujuan: Pertama, mengidentifikasi perebutan sumberdaya
dan pihak yang terlibat konflik tata ruang serta faktor yang mempengaruhi
kelemahan implementasinya. Kedua, menjelaskan proses penetapan dan aktor yang
terlibat kebijakan kawasan agropolitan dan minapolitan yang telah tercantum dalam
RTRW. Ketiga menjelaskan dampak kedua kawasan terhadap perkembangan desa.
Keempat, merumuskan strategi pembangunan kawasan perdesaan di Kabupaten
Pandeglang.
Tujuan penelitian pertama dan kedua dianalisis dengan metode deskriptifkualitatif
dan Content analysis. Tujuan penelitian ketiga dianalisis dengan
skalogram, analisis gravitasi dan location quotient (LQ). Tujuan penelitian
keempat dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian pertama membuktikan bahwa kebijakan tata ruang bukan
hanya persoalan teknis perumusannya, tetapi prosesnya memerlukan konsensus dan
komitmen beragam pihak, berbagai kepentingan dalam pengelolaan SDA dalam
sebuah ruang. Studi implementasi kebijakan tata ruang di Desa Cadasari Kabupaten
Pandeglang berupa perizinan sumberdaya lahan oleh pihak pihak swasta
menghadapi persoalan benturan kepentingan antara masyarakat yang diwakili elit
agama dengan pihak swasta yang didukung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Pandeglang. Akibatnya, terjadi konflik berkepanjangan dan menimbulkan korban
sehingga berdampak tidak bisa beroperasinya perusahaan.
Hasil penelitian kedua menjelaskan penetapan kebijakan kawasan agropolitan
dan minapolitan yang cenderung bersifat politis. Akibatnya, implementasinya tidak
berjalan optimal. Terlebih lagi, implementasinya bersamaan waktunya dengan
kebijakan nasional berupa pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Tanjung Lesung. Hal tersebut menunjukkan peran aktor dan kepentingan sangat
mempengaruhi implementasi kebijakan tata ruang. Faktor lain yang mempengaruhi
tidak optimalnya pengembangan kawasan adalah lemahnya dukungan anggaran
pemerintah, sumberdaya manusia (SDM) yang kurang kompeten dan belum
efektifnya kelembagaan kerjasama dalam membangun kawasan.
Hasil penelitian ketiga menunjukkan perkembangan desa-desa di kawasan
agropolitan cukup baik sedangkan di kawasan minapolitan masih stagnan. Kondisi
tersebut disebabkan desa-desa di kawasan agropolitan telah berkembang sejak lama.
Selain itu, mendapatkan dukungan program dari pemerintah karena keterlibatan
aktor yang terlibat membantu baik aktor politik (DPRD), organisasi
kemasyarakatan (ormas), tokoh yang lahir atau dididik dari wilayah tersebut.
Walaupun demikian, keberadaan lokasi minapolitan dan agropolitan telah sesuai
potensinya karena telah dilakukan studi kelayakan. Kawasan minapolitan memiliki
komoditas unggulan berupa rumput laut dan kerang hijau sedangkan kawasan
agropolitan memiliki komoditas basis yang berpotensi menjadi komoditas unggulan
seperti kedelai dan sapi di Kecamatan Sobang; gula aren dan panili di Kecamatan
Munjul; ternak hewan kerbau di Kecamatan Menes.
Temuan penelitian keempat adalah skala prioritas strategi pembangunan
kawasan perdesaan dilakukan dengan urutan sebagai berikut : perencanaan kawasan
perdesaan berbasis tata ruang partisipatif dan aspiratif; pembukaan isolasi wilayah;
peningkatan kualitas SDM; pemberdayaan masyarakat; kemitraan dan dukungan
modal pemerintah, swasta untuk usaha masyarakat; revitalisasi kelembagaan
masyarakat; pembangunan kawasan berbasis potensi unggulan yang adaptif ekologi
dan sosial. Implementasi strategi juga perlu melibatkan seluruh pemangku
kepentingan institusi pemerintah (pemerintah desa, pemda kabupaten, provinsi) dan
non pemerintah (swasta,perguruan tinggi, LSM) dengan memperhatikan dinamika
politik lokal.
Berdasarkan empat hasil tersebut, penelitian ini memiliki dua kebaruan.
Pertama, perencanaan kebijakan tata ruang tidak hanya memerlukan kajian teknis
teknokratis tetapi juga kajian politik. Kajian yang selama ini dikembangkan
cenderung bersifat teknis teknokratis sehingga banyak ditemukan persoalan
penataan ruang dalam implementasinya. Kedua, implikasi metodogisnya, kajian
politik tata ruang dan kebijakan kawasan perdesaan memerlukan pendekatan
deskriptif-kualitatif karena politik tata ruang berkaitan dengan kepentingan
berbagai aktor dan kekuasaan sehingga studi politik tata ruang perlu dikembangkan
dalam perencanaan wilayah.