Karakteristik Curah Hujan Ekstrim di Sumatera dan Kaitannya dengan Variabilitas Iklim di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
View/ Open
Date
2017Author
Supriyadi, Slamet
Hidayati, Rini
Hidayat, Rahmat
Sopaheluwakan, Ardhasena
Metadata
Show full item recordAbstract
Penentuan nilai ambang batas kategori ekstrim dengan satu nilai batasan tertentu untuk wilayah yang beragam karakter iklimnya tidak dapat memberikan karakterisasi ekstrim yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi panjang data minimum untuk memperoleh nilai ekstrim yang dapat dipercaya secara statistik, mengetahui karakteristik curah hujan ekstrim di wilayah Sumatera menurut tempat dan waktu, dan meneliti kaitan antara kejadian cuaca ekstrim dengan fenomena global El Niño/Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole Mode (IOD).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data observasi hujan harian 38 stasiun di wilayah Sumatera dan data indeks fenomena iklim global Dipole Mode Index (DMI) dan Nino 3.4. Metode yang digunakan adalah penentuan nilai hujan ekstrim dengan peluang melampaui 95%, analisis cluster dan analisis korelasi.
Nilai ekstrim hujan tahunan periode 1998-2012 dari 38 stasiun di wilayah Sumatera dengan metode persentil 95 berkisar antara 34-98 mm/hari. Nilai hujan ekstrim tahunan wilayah barat Sumatera memiliki nilai ektrim rata-rata rendah (< 50 mm/hari) di bagian selatan dan utara Sumatera, nilai ekstrim rata-rata sedang (50-70 mm/hari) terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera dan nilai ekstrim rata-rata tinggi (> 70 mm/hari) di wilayah Sumatera Barat. Analisis cluster nilai ekstrim bulanan menghasilkan lima cluster. Masing-masing cluster memiliki periode maksimum yang berbeda-beda. Nilai curah hujan ekstrim rata-rata tertinggi berada pada cluster 4 yang stasiun-stasiunnya berada di dekat pantai barat dan pantai timur Sumatera. Panjang data optimum untuk menentukan nilai ambang batas ekstrim curah hujan adalah 25 tahun. Kaitan antara curah hujan ekstrim dengan DMI secara umum menunjukkan korelasi nyata bernilai negatif untuk 12 stasiun hujan yang dominan berada di selatan khatulistiwa, sedangkan untuk musiman korelasi yang paling baik adalah pada periode SON. ENSO secara umum tidak berkorelasi nyata dengan curah hujan ekstrim di wilayah Sumatera, Stasiun yang menunjukan korelasi nyata terhadap ENSO adalah Stasiun Sultan Thoha, Sampali, Belawan, Parapat dan Indrapuri. Pengaruh fenomena dipole mode negatif dan La-Niña secara umum tidak berpengaruh signifikan terhadap curah hujan ekstrim rata-rata tahunan stasiun di wilayah Sumatera tetapi berpengaruh signifikan terhadap curah hujan ekstrim rata-rata pada musim kemarau (Juni sampai November). Nilai koefisien korelasi parsial secara umum antara curah hujan ekstrim dengan dipole mode dimana ENSO dijadikan sebagai kontrol baik secara tahunan maupun musiman jauh lebih baik bila dibandingkan dipole mode dijadikan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa fenomena dipole mode lebih berkorelasi dengan curah hujan ekstrim di wilayah Sumatera daripada fenomena ENSO.