Senyawa Sekunder dalam Jaringan dan Suspensi Sel Kina (Cinchona ledgeriana Moens): Analisis Anatomi, Histokimia dan Kadarnya
View/ Open
Date
2017Author
Pratiwi, Dian Rahma
Ratnadewi, Diah
Sulistyaningsih, Yohana C
Metadata
Show full item recordAbstract
Kelompok utama senyawa sekunder pada tumbuhan antara lain terpenoid,
fenol, flavonoid, senyawa lipofil, dan alkaloid. Peranan senyawa sekunder bagi
tumbuhan di antaranya terpenoid sebagai perlindungan diri di lingkungan abiotik
dan biotik. Fenol memiliki efek alelopati dan bekerja memecah dormansi biji agar
biji segera berkecambah. Flavonoid berguna sebagai antioksidan yang melindungi
jaringan dari spesies oksigen reaktif (ROS). Senyawa lipofil berperan dalam
menekan autotoksisitas senyawa yang berpotensi toksik pada sel. Alkaloid
diketahui mampu memproteksi tanaman dari serangan predator, khususnya
mamalia karena bersifat toksik. Alkaloid sudah banyak dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia, khususnya di bidang farmasi. Beberapa penggunaan alkaloid
di antaranya, dalam pengobatan disentri, pengobatan sakit telinga dan bagian
abdominal, serta efektif melawan sel kanker. Meskipun kina telah lama
dimanfaatkan, informasi mengenai anatomi dan histokimia jaringan kina belum
banyak diketahui, sehingga analisis anatomi dan histokimia dilakukan untuk
melengkapi pengetahuan dasarnya. Analisis alkaloid kuinin menjadi fokus dalam
penelitian ini, karena C. ledgeriana memiliki alkaloid kuinin tinggi. Selain itu,
kuinin banyak dimanfaatkan sebagai tonikum, antipiretikum, antimalaria, pemberi
cita rasa pahit, bahan kosmetika, dan bahan baku industri penyamakan. Kebutuhan
kuinin yang terus meningkat, tidak sebanding dengan hasil panen dari kulit batang
kina. Selain waktu budidaya yang lama, proses pemulihan bagi tumbuhan setelah
dipanen juga memerlukan waktu lama. Hal tersebut mendorong diproduksinya
obat malaria sintetik. Namun, obat malaria sintetik ini menimbulkan resistensi
parasit yang lebih besar, sehingga kuinin masih digunakan. Upaya untuk
memproduksi kuinin dengan cepat, salah satunya melalui kultur sel. Namun
penelitian yang dilakukan belum memberikan biomassa sel dan kadar kuinin yang
optimal. Oleh karena itu, dilakukan penelitian lanjutan untuk mengoptimasi
biomassa sel dan kadar kuininnya. Penggunaan elisitor ganda menciptakan
kondisi cekaman dalam kultur sel sehingga mampu meningkatkan produksi kuinin.
Penelitian ini bertujuan menganalisis struktur sekretori pada jaringan segar dan
pada sel yang dikulturkan, yang mengakumulasi senyawa sekunder, serta efek
berbagai perlakuan elisitor ganda terhadap kandungan alkaloid kuinin pada kultur
suspensi sel kina.
Identifikasi struktur sekretori dan anatomi jaringan segar daun dan kulit
batang menggunakan mikroskop cahaya. Anatomi jaringan segar diamati melalui
sayatan paradermal, transversal dan longitudinal. Sayatan paradermal dibuat
dengan metode sediaan utuh, sedangkan sayatan transversal dan longitudinal
dibuat metode sayatan segar. Reagen Wagner, Kupri asetat, pewarna Sudan IV,
Feri triklorida, dan Aluminium triklorida digunakan untuk analisis histokimia.
Lamina daun Cinchona ledgeriana digunakan sebagai eksplan untuk inisiasi kalus.
Kalus remah yang dihasilkan diperbanyak di media padat dan dihomogenisasi di
media cair sebelum perlakuan. Kalus remah yang berukuran 50 mesh digunakan
untuk kultur suspensi sel yang diberi perlakuan elisitor ganda berupa ABA atau
PBZ (Paklobutrazol) yang dikombinasikan dengan manitol atau sorbitol. Sel yang
berumur 7 minggu dipanen untuk diukur bobot basah dan kering, juga viabilitas
selnya. Viabilitas sel diukur menggunakan pewarna TTC (Tripenil Tetrazolium
Klorida). Sel yang sudah kering dan digiling hingga berukuran 60 mesh
digunakan untuk proses ekstraksi dan purifikasi dan dilanjutkan dengan analisis
HPLC untuk kandungan alkaloid kuininnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kina memiliki hipodermis, selain
epidermis atas dan bawah, jaringan palisade dan bunga karang. Kulit batang
tersusun atas periderm, korteks, dan floem sekunder. Melalui sayatan paradermal
daun nampak jelas adanya trikoma non kelenjar dan stomata bertipe parasitik,
sedangkan pada kulit batang ditemukan struktur kanal sekresi dan jejari floem
multiseriat. Pada daun dan kulit batang C. ledgeriana terdapat sel idioblas yang
mengandung alkaloid dan terpenoid, serta jaringan umum (epidermis, palisade,
dan bunga karang) yang mengakumulasi alkaloid, terpenoid, fenol, dan senyawa
lipofil. Hanya alkaloid dan terpenoid yang ditemukan pada sel-sel yang
dikulturkan, sedangkan ketiga uji lainnya menunjukkan hasil yang negatif.
Perlakuan elisitor mampu menaikkan kadar kuinin pada sel kina.
Pertumbuhan sel yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan A3K (ABA 3 mg/L
ditambah sukrosa 30 g/L). Perlakuan A3S (ABA 3 mg/L dengan kombinasi
sorbitol 5.3 g/L dan sukrosa 20 g/L) memberikan kadar kuinin yang paling tinggi
meskipun tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan A3M (ABA 3 mg/L
dengan kombinasi manitol 5.3 g/L dan sukrosa 20 g/L). Namun nilai kuinin total
lebih tinggi diberikan oleh perlakuan A3K dan A3S. Perbedaan waktu dalam
pemberian retardan PBZ juga memperlihatkan adanya perbedaan dalam kadar
kuinin dan kuinin total. Kadar kuinin pada perlakuan P7M (PBZ 7 mg/L dengan
kombinasi manitol 5.3 g/L dan sukrosa 20 g/L) nyata lebih rendah dari perlakuan
P7-3S (PBZ 7 mg/L di minggu ketiga kultur dengan kombinasi sorbitol 5.3 g/L
dan sukrosa 20 g/L), tapi setara dengan P7-3M (PBZ 7 mg/L di minggu ketiga
kultur dengan kombinasi manitol 5.3 g/L dan sukrosa 20 g/L). Namun kuinin total
tertinggi diperoleh dari perlakuan P7-3M. Kadar kuinin juga dianalisis dari sampel
daun dan kulit batang dengan hasil kadar kuinin pada daun dan kulit batang 4.4
kali lebih besar dibandingkan dengan kadar kuinin hasil kultur sel.