Show simple item record

dc.contributor.advisorM A Chozin
dc.contributor.advisorSantosa, Edi
dc.contributor.authorUlinnuha, Zulfa
dc.date.accessioned2018-04-03T03:39:40Z
dc.date.available2018-04-03T03:39:40Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91231
dc.description.abstractTomat merupakan tanaman yang biasa ditanam secara monokultur, namun penanaman secara tumpangsari juga dipraktekan di Indonesia. Tumpangsari tomat dipercaya mengurangi kerusakan buah dibandingkan penanaman tomat monokultur. Pada tumpangsari, tanaman akan menerima cahaya lebih rendah daripada monokultur, karena adanya naungan dari tanaman lain, sehingga cara tumpangsari pada tanaman tomat dimaksudkan untuk meningkatan nilai jual tomat, pada daerah dengan iklim panas. Oleh karena itu, penelitian dilaksanakan menggunakan beberapa genotipe tomat pada naungan 0% dan 50% dalam rangka mengetahui respon ekofisiologinya. Terdapat respon adaptasi berbeda antar kelompok genotipe tomat ketika ternaungi secara fisiologi. Respon tersebut ditunjukkan dengan meningkatkan kadar antosianin, klorofil a dan b. Rasio gula yang lebih tinggi menghasilkan transpor fotosintat yang lebih lancar ke seluruh jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan produktivitas buah genotipe toleran naungan menjadi lebih tinggi dibandingan dengan genotipe peka. Namun, terdapat inkonsistensi genotipe terutama pada genotipe F7005001-4-1-12-5 yang pada penelitian sebelumnya dikategorikan sebagai genotipe tomat peka naungan. Pada penelitian ini menghasilkan perubahan karakter fisiologi yang mengindikasikan bahwa genotipe tersebut merupakan tipe senang naungan. Hasil penelitian berikutnya, naungan 50% nyata menurunkan fruit set dan jumlah buah pada semua genotipe, namun pada genotipe peka penurunan lebih besar dibandingkan dengan genotipe toleran. Selain itu, naungan 50% nyata memperlambat waktu dan jumlah bunga. Namun bunga rontok lebih tinggi pada 0%. Pada penelitian ini, naungan menurunkan pecah buah pada seluruh genotipe/varietas, implikasinya adalah tumpang sari menggunakan tanaman tomat prospektif untuk dikembangkan kaitannya dengan kualitas tomat. Hasil evaluasi tingkat keparahan enam genotipe tomat terhadap infeksi Begomovirus menunjukkan bahwa SSH 3 dapat dikelompokkan menjadi genotipe agak rentan dengan keparahan penyakit berkisar antara 8.30-100%, dan gejala dikategorikan ringan hingga berat. Lima genotipe lainnya yaitu Apel Belgia, SSH 3, F7003008-1-12-10-3, F7003008-1-12-16-2, dan F7005001-4-1-12-5 dikelompokkan menjadi genotipe rentan dengan keparahan penyakit lebih dari 20%, dan gejala yang berat. Respon ketahanan varietas SSH 3 dapat dihubungkan dengan kandungan Ca daun pada varietas tersebut. Naungan nyata mengurangi infeksi virus pada seluruh genotipe, terutama Tora hingga 0%. Implikasi penelitian adalah penanaman tomat pada kondisi ternaungi memiliki hasil yang lebih baik dibandingkaan dengan tanpa naungan. Hal ini mengindikasikan prospek baik bagi tumpang sari.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAgronomyid
dc.subject.ddcTomatoesid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcBogor-JABARid
dc.titleKajian ekofisiologi Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum) di bawah Naungan untuk Pengembangan Sistem Tanam Gandaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordBegomovirusid
dc.subject.keywordfruit setid
dc.subject.keywordgulaid
dc.subject.keywordnaunganid
dc.subject.keywordpatiid
dc.subject.keywordpecah buahid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record