Show simple item record

dc.contributor.advisorDarusman, Dudung
dc.contributor.advisorIchwandi, Iin
dc.contributor.advisorSuharjito, Didik
dc.contributor.authorAsmin, Ferdinal
dc.date.accessioned2018-02-22T03:36:08Z
dc.date.available2018-02-22T03:36:08Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91079
dc.description.abstractPraktek kelola hutan oleh masyarakat atau sering diistilahkan dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) masih menjadi perdebatan ilmiah terkait dengan kapasitas masyarakat dan jaminan kelestarian hutan. Berbagai penelitian tentang PHBM mengidentifikasi kesenjangan teori dan praktek yang menyebabkan penilaian berbeda terhadap kinerja PHBM. Beberapa peneliti kemudian menyarankan kajian sosiologi dan antropologi untuk memperkuat kajian-kajian terdahulu tentang PHBM. Konsep modal sosial merupakan konsep yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja PHBM karena konsep ini dinilai mampu menjelaskan fenomena sosio-ekonomis dan sosio-ekologis secara menyeluruh. Tujuan penelitian adalah menggambarkan praktek kelola hutan berbasis masyarakat dengan menggunakan konsep modal sosial dalam kategori kognitif berupa norma, nilai, keyakinan, dan sikap serta dalam kategori struktural berupa peran, aturan, prosedur, preseden, dan jejaring. Penelitian ini mengikuti paradigma konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan mengamati praktek parak dan rimbo pada masyarakat Koto Malintang dan Simancuang di Provinsi Sumatera Barat. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui wawancara tak terstruktur, observasi, dan kajian dokumen. Analisis data dan informasi dilakukan melalui kategorisasi dan kodefikasi, analisis sejarah, analisis dokumen, analisis sosial ekonomi, dan analisis kebijakan secara deskriptif. Parak dan rimbo merupakan pengelolaan sumber daya hutan yang berbasiskan pengetahuan lokal dan diakui oleh masyarakat sebagai praktek kelola lokal. Berdasarkan kajian atribut-atribut pengetahuan ekologis lokal (local ecological knowledge/LEK) dan pengetahuan ekologis tradisional (traditional ecological knowledge/TEK), parak dan rimbo telah diinisiasi dalam jangka waktu yang panjang, mengalami perubahan seiring waktu (dinamis), mempertimbangkan sejarah (historis), mencirikan sebuah praktek spesifik (lokal), merupakan bukti pandangan masyarakat secara menyeluruh (holistik), tertanam dari generasi ke generasi, dan mengandung nilai-nilai moral dan spiritual dalam konsep adat basandi syarak dan syarak basandi kitabullah (adat berlandaskan syariat dan syariat berlandaskan Alqur’an). Pengetahuan lokal memberikan landasan kognitif dan instrumental bagi konstruksi modal sosial dalam pengelolaan sumber daya alam pada tingkat lokal, termasuk dalam pengelolaan sumber daya hutan. Konstruksi modal sosial kognitif dan struktural pada masyarakat Koto Malintang dan Simancuang terbangun dalam sistem adat masyarakat Minangkabau. Modal sosial kognitif mengandung norma, nilai, keyakinan, dan sikap yang menunjukkan konstruksi kelestarian, keadilan, kemampuan, keamanan, keuntungan, kesempatan, dan kesejahteraan menurut masyarakat. Modal sosial kognitif merasionalisasi modal sosial struktural dalam bentuk peran, aturan, prosedur, dan preseden. Kedua kategori modal sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk jejaring pengelolaan parak dan rimbo. Jejaring dibangkitkan oleh iii masyarakat berdasarkan ekspektasi untuk mempertahankan sumber-sumber mata pencaharian, memanfaatkan hasil hutan, menjamin keadilan manfaat, meningkatkan produktivitas, dan menjamin keberlanjutan komunitas mereka. Jejaring mengalir dalam kepercayaan (trust) yang memperkuat relasi kekerabatan, relasi pembangunan, dan relasi ekonomi lokal. Manfaat dari konstruksi modal sosial tersebut mengalir dalam bentuk aksi-aksi kolektif untuk menjamin pengelolaan hutan lestari (parak dan rimbo). Fenomena aksi kolektif dapat diamati pada aktivitas-aktivitas terorganisasi dalam pengambilan keputusan, manajemen dan mobilisasi sumber daya, komunikasi, dan pengelolaan konflik. Hubungan modal sosial dan kinerja pengelolaan hutan dijelaskan dengan fenomena aksi kolektif tersebut dan dibuktikan dengan kejelasan tingkat sumber daya hutan, jaminan keanekaragaman hayati, pertimbangan kesehatan dan vitalitas hutan, implementasi fungsi produksi sumber daya hutan, jaminan fungsi perlindungan sumber daya hutan, manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat, dan eksistensi kerangka hukum, kebijakan, dan kelembagaan pada tingkat lokal. Konsep dan implementasi parak dan rimbo berdasarkan pengetahuan lokal dan konstruksi modal perlu dipertimbangkan dalam kebijakan kehutanan di daerah. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat (Dishut Sumbar) memang telah memberikan dukungan untuk pengarusutamaan PHBM dengan penerapan skema-skema perhutanan sosial, seperti hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan (HKm), dan hutan desa (HD). Meskipun Dishut Sumbar memberikan dukungan terhadap perhutanan sosial, namun implementasinya masih mengikuti pola program, kegiatan, atau skema yang kurang mempertimbangkan kekuatan pengetahuan lokal dan modal sosial. Hal ini menunjukkan kelemahan aparatur Dishut Sumbar dalam perspektif sosiologis dan antropologis. Oleh karena itu, tantangan bagi Dishut Sumbar adalah memastikan bahwa aktivitas-aktivitas terorganisasi sebagai aksi kolektif dapat terbangun dalam implementasi perhutanan sosial. Implikasi penelitian ini bagi metodologi dan teori adalah kajian LEK dan TEK mampu mendukung kajian modal sosial karena pengetahuan lokal merupakan basis bagi modal sosial. Penelitian ini memperkuat penelitian-penelitian modal sosial sebelumnya yang mempertegas hubungan modal sosial dengan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management). Kontribusi modal sosial mengalir dalam bentuk aksi kolektif yang saling menguntungkan. Sementara itu, implikasi penelitian ini bagi kebijakan pemerintah adalah penguatan konsep dan implementasi kebijakan perhutanan sosial dengan mendorong solidaritas dan partisipasi sebagai tujuan. Penelitian ini mengusulkan konsep social and solidarity forestry (SSF) sebagai kerangka penguatan kebijakan perhutanan sosial saat ini.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcEnvironmental Sciencesid
dc.subject.ddcSocial Forestryid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcPadang, Sumatera Baratid
dc.titleModal Sosial dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Sumatera Barat.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordaksi kolektifid
dc.subject.keywordmodal sosial kognitifid
dc.subject.keywordmodal sosial strukturalid
dc.subject.keywordpengelolaan hutan lestariid
dc.subject.keywordpengetahuan lokalid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record