Show simple item record

dc.contributor.advisorAdrianto, Luky
dc.contributor.advisorBengen, Dietriech
dc.contributor.advisorKurnia, Rahmat
dc.contributor.authorAmri, Syahrial Nur
dc.date.accessioned2018-02-22T03:27:06Z
dc.date.available2018-02-22T03:27:06Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91029
dc.description.abstractKota Makassar sebagai kota pesisir yang sedang berkembang dengan pesat hingga saat ini, telah mengalami fase degradasi lingkungan dimana peningkatan jumlah penduduk yang signifikan pada beberapa tahun belakangan ini, telah mengakibatkan terjadinya peningkatan penggunaan dan alih fungsi lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan dinamika spasial penggunaan lahan dengan proses metabolism social ekologi dan pola pemanfaatan energi sumberdaya lahan kota pesisir, sehingga dapat diketahui status keberlanjutannya. Metodologi yang digunakan merupakan kombinasi system informasi geografis, interpretasi citra satelit, Celluler Automata Markov, perhitungan emergy, dan dinamika sistem perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan ruang terbuka (tidak terbangun) yang sangat signifikan sepanjang 21 tahun (1994- 2015) di Kota Makassar. Pada periode pengamatan tersebut, pembangunan fisik relatif menyebar secara tidak teratur dan mengindikasikan fenomena urban sprawl. Pergerakan pertumbuhan area terbangun di tahun 2015-2031 dominan bergerak dan tumbuh di wilayah peri-urban (Kecamatan Biringkanaya dan Tamalanrea). Defisit area terbuka pada tahun 2031 diprediksikan akan terjadi pada kawasan maritim terpadu sebesar -31,08 hektar dan pelabuhan terpadu sebesar - 9,33 hektar. Hasil analisis emergy accounting yang termodelkan melalui beberapa indeks keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam menunjukkan bahwa Kota Makassar menuju pada batas kerapuhan atau ketidakberlanjutan sistem. Emergi Sustainable Indice (ESI) pada tahun 2015 menunjukkan nilai 1,03, jauh menurun dari level 3 pada tahun 2001. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya kerapuhan dalam sistem Kota Makassar. Penurunan nilai emergi sumberdaya terbarukan diindikasikan oleh penurunan nilai Emergi Yield Ratio (EYR). Tahun 2015 nilai EYR menyentuh level 1,74 yang berarti bahwa produksi sumberdaya terbarukan sudah mengalami gangguan yang beresiko terhadap habisnya sumberdaya lokal oleh menurunnya luasan area terbuka di Kota Makassar, yang pada tahun 2015, luasan area terbuka tersisa 104.282,40 hektar (termasuk laut). Penataan ruang sangat terkait dengan kebijakan pemerintah dalam menyiapkan dan meregulasi alokasi dan bentuk pemanfaatan ruang, dan menyiapkan anggaran pengelolaannya. Dalam penelitian ini, variable penentu kestabilan sebuah sistem dibatasi pada tiga variabel utama yaitu, penduduk, keberadaaan ruang ekologi, dan alokasi anggaran hijau. Ketiga variabel tersebut harus bisa dikelola dan dikendalikan secara proporsional sehingga mampu menemukan keseimbangan proses sistem yang berkelanjutan. Untuk mengetahui dan mengevaluasi skenario penataan ruang yang terbaik, maka dibangun 3 skenario, yaitu scenario eksisting, moderat, dan konservasi. Hasil analisis scenario menunjukkan bahwa pada skenario eksisting, Kota Makassar akan mengalami degradasi lingkungan dalam tempo waktu yang relatif singkat. Luasan area terbuka akan mengalami penurunan dari 105.375,42 hektar viii pada tahun 2016 menjadi 99.363,61 hektar. Penyebab utamanya adalah tingginya tingkat pertumbuhan jumlah penduduk, khususnya pendatang (urban) sebesar 3% per tahun. Dengan jumlah penduduk sebesar 1.608.428 jiwa, kebutuhan ruang yang besar juga akan menurunkan nilai produksi emergi sumberdaya hingga pada besaran 7,82E+20 Sej. Pada indeks keberlanjutan, di tahun 2016 nilai ESI sebesar 0,95. Nilai ESI tersebut cukup rendah dan mengindikasikan bahwa sistem berada pada level tidak berkelanjutan atau kemampuan sumberdaya lokal tidak mampu mendukung proses dalam sistem, sehingga harus melakukan impor sumberdaya sebesar 18,64E+20 Sej. Skenario moderat merupakan skenario yang realistis, namun sangat tergantung dengan konsistensi kebijakan dan faktor politik, sehingga dikawatirkan pada batas waktu tertentu kebijakan akan berubah dan mempengaruhi kestabilan sistem. Skenario konservasi, memberikan jaminan kestabilan dan keberlanjutan sistem, dimana dengan penganggaran hijau yang cukup, pengawasan alokasi dan proporsional area terbuka dan terbangun berjalan efektif dan konsisten, dan pengendalian jumlah penduduk yang berjalan optimal. Pada skenario konservatif, daya dukung ruang ekologi terhadap penduduk Kota Makassar mengalami peningkatan, dari 33,2 m2/jiwa pada tahun 2016 menjadi 36,2 m2/jiwa. Nilai tersebut masih dalam kategori sehat, dan diprediksikan akan terus meningkat secara tajam. Luasan ruang ekologi pada skenario ini cukup besar, yaitu 34.199,32 hektar pada tahun 2016, dan meningkat hingga 34.413,07 hektar pada tahun 2031. Peningkatan tersebut disebabkan oleh alokasi green budgeting yang yang ditingkatkan hingga 5% dari nilai APBD Kota Makassar. Nilai THI (Temperature Humidity Index) Kota Makassar pada skenario ini berada pada kategori nyaman yaitu 26,06oC, dan pada tahun 2031 menjadi 26,11oC.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcOceanographyid
dc.subject.ddcCoastalid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcMakasar, Sulawesi Selatanid
dc.titleModel Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Kota Pesisir Berbasis Sistem Sosial Ekologi di Kota Makassarid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordModel dinamika spasialid
dc.subject.keywordperubahan penggunaan lahanid
dc.subject.keywordsystem social ekologiid
dc.subject.keywordkota pesisirid
dc.subject.keywordKota Makassarid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record