dc.description.abstract | Konversi lahan hutan menjadi kawasan hunian baik hulu maupun hilir
merupakan salah satu kontributor utama Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari
menjadi kritis. Karena pembukaan lahan yang merajalela untuk perkebunan karet
dan kelapa sawit sebagai komoditas utama, berubah menjadi efek yang sangat
buruk dalam jangka panjang. Beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa
selain curah hujan yang ekstrim, konversi lahan juga menjadi faktor penyebab
banjir. Perubahan penggunaan lahan di daerah aliran sungai termasuk urbanisasi
dan deforestasi terus menerus mempengaruhi ketersediaan air dan luas permukaan
dan interaksi air bawah permukaan (Butt et al. 2015).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan proyeksi secara
kuantitiafif mengenai perubahan penggunaan lahan di tahun 2030 dan 2040 dan
memproyeksi area genangan banjir dan tinggi muka air sungai Batanghari. Proyeksi
penggunaan lahan di DAS Batanghari dilakukan dengan menggunakan model
dinamis CLUE (Conversion of Land Use and its Effect) (Verburg et al. 2002).
Sementara model banjir menggunakan Rainfall-Runoff-Inundation (RRI) yang
dikembangkan oleh Sayama et al. (2012).
Berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan dari tahun 1990 hingga tahun 2015
dapat disimpulkan bahwa luasan tutupan lahan hutan terus menurun dari tahun ke
tahun. Sementara lahan pertanian terus meningkat hingga tahun 2015. Tutupan
lahan terbuka selalu meningkat mengingat akan tingginya permintaan kebutuhan
pangan. Namun, umumnya tidak bertahan lama karena tipe penggunaan lahan ini
nantinya akan dikonversi menjadi lahan pertanian. Sementara luasan semak belukar
terus menurun dikarenakan alih guna lahan menjadi kebun campuran ataupun
menjadi pemukiman. Seiring dengan bertambahnya penduduk, area pemukiman
meningkat namun tidak terlalu signifikan.
Berdasarkan hasil proyeksi tahun 2030 dan 2040, lahan hutan dan lahan
pertanian tidak terlalu berubah secara drastis dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Luas area hutan diprediksi akan terus menurun hingga 53 % dari luas
total awal di tahun 1990 yaitu 1.221.800 ha. Sementara lahan pertanian meningkat
hingga 129 % (2.853.200 ha). Semak belukar tersisia hingga 20.000 ha dan lahan
terbuka yang akan menurun di tahun 2020 dikarenakan batas RTRW (Rencana Tata
Ruang Wilayah. Sehingga luasan hutan tidak boleh dikonversi lagi ketika mencapai
batas.
Perubahan lahan ini berdampak pada komponen hidrologi, salah satunya yaitu
debit sungai. Rasio debit sungai maksimum dan minimum yang sangat tinggi
mengindikasikan bahwa DAS Batanghari mengalami kerusakan. Debit yang terlalu
tinggi di musim hujan akan mengakibatkan wilayah hilir tergenang banjir. Skenario
hasil model RRI menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan memberikan
kontribusi sekitar 20% terhadap kejadian banjir. Sementara faktor curah hujan
ekstrim memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap bahaya banjir di DAS
Batanghari yaitu sekitar 80%. Hasil proyeksi model tahun 2040 dengan kombinasi
skenario perubahan iklim RCP 8.5, akan diperkirakan penambahan luasan banjir
1013 km2 dari simulasi banjir di tahun 2015 (data iklim kondisi sekarang).
Walaupun kontribusi akan perubahan penggunaan lahan tidak terlalu besar, namun
cukup signifikan terhadap penambahan luasan genangan dan frekuensi terjadinya
banjir. | id |