Show simple item record

dc.contributor.advisorKartodihardjo, Hariadi
dc.contributor.advisorDarusman, Dudung
dc.contributor.advisorAdiwibowo, Soeryo
dc.contributor.authorMarwoto
dc.date.accessioned2018-02-22T01:59:15Z
dc.date.available2018-02-22T01:59:15Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/90906
dc.description.abstractKemampuan maupun ketidakmampuan masyarakat lokal dalam mempertahankan kelestarian sumberdaya hutan, dipandang oleh sebagian peneliti sebagai masalah adaptasi. Hal tersebut terkait dengan kemampuan respon masyarakat terhadap perubahan lingkungan, yang disebabkan tekanan penduduk, intervensi ekonomi pasar dan dinamika politik (Alland 1975; Bennett 1967; Agrawal et al. 1997; Berkers et al. 2001; Suharjito 2002; Marks et al. 2005; Flint et al. 2005). Hal yang sama dikemukakan oleh Bohensky et al. (2005), bahwa faktor-faktor yang mencirikan efektivitas respon yang dimiliki masyarakat adalah kemampuan dalam mempertahankan resiliensi ekologi, sosial dan kemampuan dalam melawan perubahan yang terjadi dalam suatu sistem yang kompleks. Penelitian ini membahas relasi hutan dengan masyarakat sekitarnya, secara praktis menyangkut realitas pengelolaan Tahura STS saat ini, masyarakat disekitar dan penyusunan strategi-strategi berdasarkan realitas untuk menjamin kelestarian hutan, meningkatkan kesejahteran masyarakat dan membangun hubungan positif dan berkelanjutan antara masyarakat setempat dan para pihak. Oleh karena itu penting untuk memahami proses-proses yang terjadi di masyarakat dan langkah-langkah antisipatif yang perlu, guna memastikan implementasi kebijakan menjadi instrumen untuk menjamin fungsi-fungsi hutan tercapai. Fokus penelitian ini mengkaji proses adaptasi kelembagaan Tahura STS dan masyarakat sekitarnya (lokal) dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Lebih jauh penelitian ini juga menjelaskan bagaimana implikasi yang dihasilkan dari proses adaptasi tersebut terhadap kelestarian sumberdaya hutan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan konsep adaptasi dan teori aturan untuk membahas kasus Tahura STS utamanya menyangkut respon kolektif terhadap perubahan tata kelola pemerintahan, tekanan pertambahan penduduk, pengembangan pasar hasil hutan dan perubahan hak kepemilikan formal, serta implikasi yang dihasilkan terhadap kelestarian sumberdaya hutan di Tahura STS Dalam penelitian ini digambarkan kelembagaan yang mengatur sumberdaya hutan dari tahun 1994-2013 dan menganalisis perubahan tata kelola dan adaptasi kelembagaan lokal dalam kurun waktu tersebut. Untuk menggambarkan adaptasi kelembagaan, digunakan aturan dan norma yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan pemanfaatan hasil hutan sebagai basis penghidupan yang terkait dengan hutan sepanjang rentang waktu tersebut. Pada bagian akhir penelitian ini membahas temuan yang menyoroti mekanisme dan kendala adaptasi kelembagaan formal (Tahura STS) dan informal (masyarakat sekitarnya). Kajian ini selanjut digunakan untuk menyusun formula strategi kebijakan pengelolaan Tahura STS bersama masyarakat yang direkomendasikan sebagai aturan bersama/kolektif dan selanjutkan dituangkan dalam aturan operasional. Hasil penelitian ini menunjukan, berdasarkan sejarah pengelolaan kawasan, ditemukan fakta bahwa proses adaptasi kelembagaan sebagai respon atas perubahan tata kelola pemerintahan secara luas, perubahan pasar produk hasil v hutan, perubahan tekanan pertumbuhan penduduk dan perubahan hak kepemilikan formal menghasil perbedaan proses adaptasinya (asimetris adaptasi). Adaptasi kelembagaan Tahura STS dilakukan atas dasar aturan yang harus di jalankan dalam implementasinya (Adaptasi struktural), sementara adaptasi kelembagaan masyarakat lokal didasarkan pada tujuaan sosial-budaya dan ekonomi (adaptasi budaya-ekonomi). Implementasi kebijakan Tahura STS hanya memikirkan bidang tugas dan kepentingannya tanpa melihat adanya peluang koordinasi, komunikasi atau bahkan kerjasama bagi terwujudnya pengelolaan yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan. Keterbatasan kapasitas pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menjaga keutuhan kawasan, yang berdampak menjadi sumberdaya alam yang terbuka (open access) dan dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab (free rider) untuk mengambil manfaat ekonomi jangka pendek. Tidak adanya koordinasi dinas kehutanan dengan sektor lain terutama sektor perkebunan yang secara langsung mempunyai kepentingan pada potensi sumberdaya Tahura STS terutama pada pemanfaatan lahan. Hal ini disebabkan dari aspek sejarah pemanfaatan lahan pada kawasan Tahura STS tidak terlepas dari program pembangunan sektor perkebunan yang sudah dilakukaan sebelum Tahura STS beroperasi secara terstruktur. Persoalan konflik dengan masyarakat sekitar kawasan Tahura STS tidak terlepas dari persoalan disharmoni antar sektor. Pleh karena itu mekanisme adaptasi kelembagan mempertimbangkan faktor sejarah pengelolaan kawasan, budaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan peran para pihak yang mempunyai kepentingan terhadap potensi sumberdaya Tahura STS. Perbedaan kepentingan yang menjadi kendala adaptasi kelembagaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: perubahan rezim tata kelola pemerintahan secara luas (kabupaten, provinsi dan pusat), perubahan pengembangan pasar produk hasil hutan, perubahan tekanan pertumbuhan penduduk dan perubahan hak kepemilikan formal. Perbedaan respon atas pengaruh perubahan-perubahan tersebut menyebabkan perbedaan perilaku baik secara kelembagaan maupun secara individu. Dampak dari perbedaan respon tersebut adalah munculnya konflik antara pengelola Tahura STS dengan pihak lain yang mempunyai kepentingan atas potensi sumberdaya Tahura STS. Konflik dengan masyarakat sekitar sebenarnya hanya merupakan indikator dipermukaan saja, karena konflik yang lebih besar adalah konflik sektoral dari internal pemerintah. Persoalan yang menimpa kelembagaan Tahura STS merupakan dampak dari implementasi kebijakan yang tidak didasarkan dari pengambilan keputusan kolektif/bersama (aturan kolektif) dan tidak menggunakan aturan konstitusional sebagai pertimbangan dalam pembuatan aturan operasionalnya. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian strategi adaptasi kelembagaan (Wakjira 2013) digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan kolektif yang dituangkan dalam aturan kolektif/bersama, berdasarkan prinsip-prinsip: aturan representasi, inovasi hak kepemilikan dan batas yurisdiksi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcForest Managementid
dc.subject.ddcPolicy Strategyid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBatanghari, Jambi, Sumateraid
dc.titleAdaptasi Kelembagaan dalam Strategi Kebijakan Pengelolaan Hutan (Studi Kasus Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifudin Di Kabupaten Batanghari).id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordAdaptasi kelembagaanid
dc.subject.keywordkebijakan kehutananid
dc.subject.keywordkonservasi hutanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record