Show simple item record

dc.contributor.advisorSuwanto, Antonius
dc.contributor.advisorWahyudi, Aris Tri
dc.contributor.advisorRusmana, Iman
dc.contributor.authorRadita, Rahmadina
dc.date.accessioned2018-02-22T01:55:50Z
dc.date.available2018-02-22T01:55:50Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/90889
dc.description.abstractTempe adalah kedelai yang difermentasi oleh kapang Rhizopus spp. Komunitas mikrob yang terdapat pada tempe tidak hanya terdiri dari kapang dan khamir saja, tetapi juga berbagai jenis bakteri. Umumnya, tempe diproduksi dengan menggunakan metode yang sama, akan tetapi beberapa pengrajin tempe menggunakan metode yang telah dimodifikasi sehingga menghasilkan metode yang unik, salah satunya adalah adanya perebusan kedelai tahap kedua pasca perendaman serta tipe inokulum (laru) yang digunakan. Pengunaan metode dan tipe laru berbeda untuk fermentasi tempe berdampak pada keragaman dan total bakteri yang terdapat pada produk akhir fermentasi. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada laporan mengenai pengaruh proses pembuatan tempe, bahan baku, ataupun laru yang digunakan, terhadap komunitas bakteri yang terdapat pada tempe. Untuk mengetahui komunitas bakteri tersebut, digunakan analisis metagenom yang dikombinasikan dengan metode terkultur. Analisis metagenom mampu memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai keragaman bakteri tanpa harus menumbuhkan sel terlebih dahulu. Salah satu teknik analisis keragaman komunitas bakteri ialah dengan metode High-Throughput Sequencing (HTS). Akan tetapi, sebagian besar identitas bakteri yang diketahui melalui HTS hanya sampai level genus, sehingga digunakan analisis kloning gen 16S rRNA untuk melengkapi identitas bakteri. Selain analisis metagenom, metode terkultur juga dilakukan untuk mengetahui komposisi komunitas bakteri pada tempe dan proses yang menyertainya dengan menggunakan media khusus pertumbuhan Enterobacteriaceae, bakteri asam laktat, dan total bakteri mesofil. Analisis hubungan antar proses pembuatan tempe dilakukan dengan menggunakan sampel yang berasal dari dua pengrajin tempe di Bogor, yaitu EMP dan WJB. Pengrajin WJB melakukan proses perebusan kedelai kedua pasca perendaman dan menggunakan laru komersial dengan merek RAPRIMA sebagai sumber inokulum, sedangkan pengrajin EMP tidak melakukan proses perebusan kedua dan menggunakan laru komersial dengan merek RAPRIMA yang disubkultur dengan onggok (ampas tepung singkong). Sampel yang dianalisis adalah kedelai, air bersih, laru yang digunakan, air rendaman kedelai, kedelai siap inokulasi, dan tempe yang dihasilkan. Dengan menggunakan analisis metagenom dan metode terkultur, filum bakteri yang ditemukan pada tempe yang diperoleh dari dua pengrajin memiliki kesamaan, yaitu didominasi oleh Firmicutes dengan Proteobacteria sebagai filum sub dominan. Secara umum, komunitas bakteri yang terdapat pada tempe EMP dan WJB berbeda. Berdasarkan hasil analisis metagenom, perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perebusan kedelai yang kedua, proses pencucian kedelai sebelum inokulasi, tipe laru, dan sumber air yang digunakan. Tempe EMP memiliki spesies bakteri yang lebih beragam daripada tempe WJB. Dengan kelimpahan relatif >1%, genus dominan yang terdapat pada tempe EMP adalah, Enterococcus (46%), Lactobacillus (41%), Weissella (3%), Clostridium (2.6%), dan Lactoccocus (1.5%) yang berasal dari filum Firmicutes, serta Novosphingobium (2.9%) yang merupakan anggota filum Proteobacteria, sedangkan tempe WJB didominasi oleh Lactobacillus (89%) dan Acetobacter (10%) dari filum Proteobacteria. Spesies Lactobacillus yang umumnya ditemukan pada kedua sampel tersebut pada penelitian ini adalah L. fermentum, L. mucosae, L. agilis, dan L. delbrueckii. Proses yang dianggap paling berpengaruh dalam membentuk komunitas bakteri tersebut pada tempe adalah proses perendaman kedelai. Meskipun berkurang saat proses perebusan kedelai kedua pada WJB dan pengupasan kulit ari pada EMP, tetapi bakteri tersebut kembali mendominasi pada tempe yang dihasilkan. Adanya proses perebusan kedelai kedua pasca perendaman yang dilakukan oleh WJB, menghilangkan hampir seluruh Lactobacillus, dan digantikan oleh Acetobacter. Akan tetapi, dominansi bakteri tersebut menurun pada tempe WJB. Bakteri yang sama juga ditemukan pada tempe EMP dengan kelimpahan <1%. Akan tetapi, karena tidak adanya proses perebusan kedelai kedua dan adanya proses pencucian kedelai, membuat bakteri yang mendominasi adalah Novosphingobium yang berasal dari air. Bakteri lainnya yang diduga berasal dari air saat proses pencucian kedelai adalah Enterococcus dan Lactococcus. Firmicutes dan Proteobacteria merupakan filum bakteri dominan yang ditemukan pada tempe berdasarkan hasil dari metode terkultur dan analisis laru yang digunakan dalam pembuatan tempe tidak berkontribusi secara signifikan dalam membentuk komunitas bakteri pada tempe yang diproduksi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcMicrobiologiid
dc.subject.ddcFood Microbiologyid
dc.titleAnalisis Mikrobiologi dan Metagenom Bakteri Selama Proses Produksi Tempeid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordTempeid
dc.subject.keywordlaruid
dc.subject.keywordFirmicutesid
dc.subject.keywordHigh-throughput sequencingid
dc.subject.keywordkloning gen 16S rRNAid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record