Show simple item record

dc.contributor.advisorHikmat, Agus
dc.contributor.advisorZuhud, Ervizal A M
dc.contributor.authorZikri, Merlian
dc.date.accessioned2018-01-11T05:23:22Z
dc.date.available2018-01-11T05:23:22Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88804
dc.description.abstractArah pembangunan pangan Indonesia saat ini yakni mengurangi ketergantungan terhadap beras. Berbagai faktor yang mempengaruhi suatu keputusan rumah tangga untuk mengkonsumsi pangan ialah jenis, jumlah dan ketersediaan pangan. Namun, ketika faktor tersebut tidak terpenuhi maka muncul berbagai permasalahan. Salah satunya yaitu kelaparan. Namun, kelaparan tidak berlaku pada Suku Rejang di kampung Rindu Hati karena memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan sebagai pangan. Pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan pangan merupakan mekanisme survival diri agar terhindar dari masalah rawan pangan (kelaparan). Pemanfaatan keanekaragaman pangan tidak lepas dari seperangkat pengetahuan tradisional yang diadaptasi dari kondisi ekologi. Pola konsumsi pangan yang beragam diimbangi dengan mutu gizi yang sesuai dan tepat diduga meminimalisir masalah ketersediaan dan daya beli pangan. Sudut pandang mikro yang ditinjau yaitu konsumsi keanekaragaman pangan berdasarkan kebudayaan lokal, kemampuan pemanfaatan konsumsi pangan lokal, dan peningkatan keamanan, mutu dan higienis pangan lokal yang dikonsumsi masyarakat. serta pengaruh preferensi konsumsi pangan lokal dengan harapan yang diinginkan yakni pelestarian keanekaragaman tumbuhan pangan lokal oleh suku Rejang secara berkelanjutan. Nilai suatu spesies tumbuhan pangan berdasarkan budaya pada Suku Rejang menjadi penetapan tumbuhan pangan yang bernilai penting. Disisi lain terdapat ikatan yang erat terhadap pengetahuan tradisional seperti infrastruktur material, struktur sosial dan superstruktur pengetahuan etnobotani pada masyarakat Suku Rejang. Hal inilah yang menjadi dasar pengukuran penyerapan pengetahuan tradisional. Sehingga tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan pangan, mengukur nilai kepentingan pangan tradisional dan tingkat penerapan pemanfaatan pengetahuan etnobotani Suku Rejang. Teridentifikasi sebanyak 199 spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Rejang, terdiri dari 154 spesies tanaman pangan budidaya, 45 spesies tumbuhan pangan liar dan 100 spesies tanaman pangan fungsional. Empat kategori tanaman pangan budidaya yaitu kategori sangat penting (skor>383) sebanyak 17 spesies, kategori penting (257-382) sebanyak 11 spesies, kategori agak penting (131-256) sebanyak 41 spesies dan kategori kurang penting (<130) sebanyak 85 spesies. Sementara kategori tumbuhan pangan liar terbagi atas enam kategori tingkat kepentingan yaitu kategori paling penting (>100) teridentifikasi sebanyak 9 spesies, kategori sangat penting (99-50) teridentifikasi sebanyak 5 spesies, kategori penting (49-20) teridentifikasi sebanyak 11 spesies, kategori agak penting (19-5) teridentifikasi sebanyak 15 spesies, kategori kurang penting (4-1) teridentifikasi sebanyak 5 spesies dan tidak penting (0). Rata-rata indeks tingkat pengetahuan etnobotani (Mg) responden 0,729. Nilai Mg yang berbeda-beda disetiap kelas umur karena intensitas pemanfaatan tumbuhan pangan, frekuensi dan interaksi terhadap hutan serta pengalaman hidup dari responden. Responden pada KU V mampu menyimpan pengetahuan etnobotani lebih besar dibandingkan dengan KU lainnya dinyatakan dengan nilai MG, RG, RC dan CA yang tinggi. KU I dan II merupakan KU yang rentan akan kehilangan pengetahuan etnobotani, tetapi akan bertambah pengetahuan seiring semakin dewasa. Kampung suku Rejang disebut Sadei. Tempat menyimpan hasil pertanian dikenal dengan istilah tuoa. Seiring bertambahnya pemukiman maka muncul rumah disekitar Umea’ Loi yang disebut dengan Umea’ Tuei. Aturan mergo digunakan dalam mengambil keputusan bercocok tanam. Islam merupakan agama yang dianut, sementara panutan adatnya ialah panutan adat bersendi sarak, sarak bersendi kitabullah sementara sistem kelembagaan adat disebut dengan pegawai sarak. Pegawai sarak terdiri atas beberapa tokoh masyarakat yaitu imam, khatib, gharim dan ulama. Hutan adat masyarakat suku Rejang yaitu danuo pelipur ciputri rinduhati, bukit ndu loi dan bukit ndu titik yang masih dipertahankan hingga sekarang. Salah satu aturan adat yang dibuat guna menjaga ekosistem yaitu apabila masyarakat kampung yang melakukan kegiatan pencemaran air dan lingkungan akan dikenakan sanksi adat dan administrasi kampung. Seperti meracun ikan dan menyentrum ikan di sungai dikenakan sanksi adat membayar jambar (nasi kunyit) dan denda administrasi disesuaikan dengan kerusakan yang ditimbulkan minimum Rp 500.000,- untuk mengganti kerusakan yang ditimbulkan. Selain itu juga terdapat anjuran dari tuai kuteui masyarakat suku Rejang kampung Rindu Hati tidak dianjurkan menanam kelapa sawit di kebun atau lahan miliknya karena sawit dianggap akan menggurangi air dan mematikan tumbuhan lainnya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultral University (IPB)id
dc.subject.ddcEcologyid
dc.subject.ddcBiodiversityid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBengkuluid
dc.titleEtnobotani Pangan Masyarakat Suku Rejang Di Kampung Rindu Hati Kabupaten Bengkulu Tengahid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordetnobotaniid
dc.subject.keywordpengetahuan tradisionalid
dc.subject.keywordsuku Rejangid
dc.subject.keywordsosiokulturid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record