Show simple item record

dc.contributor.advisorHikmat, Agus
dc.contributor.advisorKartono, Agus Priyono
dc.contributor.authorSiappa, Hariany
dc.date.accessioned2018-01-11T05:17:29Z
dc.date.available2018-01-11T05:17:29Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88785
dc.description.abstractSuku Moma merupakan suku asli Desa Toro, Sulawesi Tengah yang hidup tradisional dan memiliki kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagian besar wilayah Toro (± 80%) berada dalam zona pemanfaatan tradisional Taman Nasional Lore Lindu yang telah merevitalisasi kelembagaan adat dalam mengatur pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan, Salah satu spesies tumbuhan hutan yang dimanfaatkan adalah nunu pisang (Ficus magnoliifolia). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengetahuan tentang pemanfaatan nunu pisang pada Suku Moma, mengidentifikasi kondisi struktur dan komposisi vegetasi habitat nunu pisang di hutan Pangale, menyajikan faktor habitat yang berpengaruh terhadap keberadaan dan pertumbuhan nunu pisang di hutan Pangale serta menyajikan praktek konservasi nunu pisang berdasarkan tingkat pengetahuan tradisional masyarakat Suku Moma. Metode yang digunakan adalah kajian etnobotani dengan melakukan wawancara dengan menggunakan kuisioner selanjutnya diuji dengan menggunakan analisis data persepsi masyarakat dan uji chi square. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengidentifikasi struktur dan komposisi vegetasi habitat nunu pisang, penyebaran nunu pisang di alam, mengidentifikasi struktur pertumbuhan nunu pisang sebagai ficus strangler pada empat fase pertumbuhan yaitu fase epifit, hemiepifit, pencekik dan pohon dewasa. Kajian habitat dilakukan dengan menggunakan analisis faktor habitat abiotik dan biotik dengan menggunakan analisis komponen utama (PCA) dan analisis CCA sehingga diperoleh informasi faktor habitat apa saja yang berpengaruh terhadap keberadaan dan pertumbuhan nunu pisang. Masyarakat Suku Moma memiliki pengetahuan etnobotani tentang pelestarian pemanfaatan nunu pisang. Masyarakat mengetahui bahwa nunu pisang tumbuh dengan baik pada pohon aren sehingga melakukan budidaya dengan meletakkan benih pada pangkal daun pohon aren. Benih yang dibudidayakan berasal dari kotoran burung atau kelelawar sehingga benih tersebut telah melewati pencernaan burung atau kelelawar. Rongga pada nunu pisang merupakan tempat tidur, makan dan bertengger jenis tarsius berbagai jenis burung seperti julang Sulawesi, srigunting jambul rambut, kangkareng Sulawesi, myzomela merah tua. Pohon nunu pisang dipercaya sebagai tempat bersemayam roh nenek moyang sehingga tidak boleh ditebang tetapi yang boleh dimanfaatkan adalah kulit akar berdiameter 20-30 cm, getah dan pucuk daun muda yang berwarna merah. Pengetahuan etnobotani nunu pisang sebagai kain kulit kayu berdasarkan kelas umur menunjukkan bahwa responden yang mengetahui, mencari ke hutan, mengolah dan memanfaatkan kain kulit kayu sebesar 50% terdiri dari 14% KU III, 18% KU IV dan 18% KU V, sedangkan berdasarkan jenis kelamin menunjukkan laki-laki 26% dan perempuan 24%. Kecenderungan pengetahuan ini diketahui oleh laki-laki dan perempuan pada KU>40 tahun karena sebagian besar responden merupakan pengrajin kain kulit kayu. Pengetahuan etnobotani nunu pisang sebagai penambah rasa asam masakan dan sebagai obat, berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa responden yang mengetahui dan memanfaatkan adalah masing-masing sebesar 6% pada KU IV dan jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan jenis kelamin responden yang mengetahui dan memanfaatkan nunu pisang sebagai manfaat kesehatan adalah sebesar 30% terdiri dari 16% laki-laki dan 14% perempuan. Berdasarkan kelas umur adalah sebesar 24% terdiri dari 10% KU IV dan 14% KU V. Kecenderungan pengetahuan ini diketahui oleh laki-laki dan perempuan pada KU IV dan KU V. Pengetahuan etnobotani nunu pisang khususnya responden yang mengetahui aturan adat yang mengatur pemanfaatan, menetapkan/menyusun aturan adat tentang pemanfaatan, telah melakukan tindakan konservasi nunu pisang berdasarkan kelas umur adalah sebesar 32% yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Kegiatan budidaya nunu pisang sebagian besar dilakukan oleh KU IV yaitu 12% oleh laki-laki dan perempuan sebesar masing-masing 6% untuk memenuhi kebutuhan serat pakaian pengrajin kain kulit kayu. Responden yang mengetahui ketersediaan nunu pisang bahkan mampu menunjukkan letaknya secara lengkap berdasarkan kelas umur sebesar 62% terdiri dari KU II 10%, KU III 12%, KU IV 20%, KU V 20% yang terdiri dari laki-laki 34% dan perempuan 28%. Berdasarkan hasil analisis vegetasi nunu pisang ditemukan pada fase pohon sebanyak 46 individu/ha, fase hemiepifit 22 individu/ha, fase pencekik 2 individu/ha, dan fase epifit 7 individu/ha. Pola penyebaran nunu pisang mengelompok. Nunu pisang berasosiasi positif dengan beberapa spesies pohon besar berkayu. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan nunu pisang adalah suhu tanah, kelembaban tanah, kerapatan pohon inang dan kerapatan tumbuhan tingkat pohon. Nunu pisang mampu tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang ekstrim dan bervariasi yaitu suhu tanah maksimum (260) sampai minimum (220), suhu udara maksimum (30,40) sampai suhu udara minimum (220), pH tanah netral sehingga unsur hara mudah diserap karena mudah larut dalam air, kelembaban tanah maksimum kering (DRY+) sampai kelembaban tanah maksimum basah (WET+), serta daerah sekitar aliran sungai yang merupakan daerah yang berpasir, berbatu cenderung berkapur sehingga miskin unsur hara (NOR). Nunu pisang mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap keterbukaan tajuk dan kebutuhan akan sinar matahari yang melimpah. Masyarakat Suku Moma memahami nilai alamiah nunu pisang, yaitu mampu tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang ekstrim dan bervariasi serta membutuhkan sinar matahari yang berlimpah serta tumbuh dengan baik pada pangkal daun aren sedangkan biji yang tumbuh adalah yang telah melewati pencernaan burung dan kelelawar. Nunu pisang memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Suku Moma sehingga rela melakukan konservasi dengan cara membudidayakannya pada kebun di sekitar permukiman. Nilai religius sebagai pohon keramat menyebabkan masyarakat melarang untuk menebang nunu pisang namun memanfaatkan kulit akar yang berdiameter 20-30 cm sebagai bahan kain adat untuk upacara adat.id
dc.language.isoidid
dc.subject.ddcForestryid
dc.subject.ddcForest botanyid
dc.subject.ddcKulawi-Sulawesi Tengahid
dc.titleEtnobotani Dan Konservasi Nunu Pisang (Ficus Magnoliifolia) Pada Masyarakat Suku Moma Di Sulawesi Tengahid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordetnobotaniid
dc.subject.keywordnunu pisangid
dc.subject.keywordmomaid
dc.subject.keywordkonservasiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record