Model Campuran Linier Terampat dengan Pengaruh Wilayah dan Waktu untuk Analisis Data Kemiskinan di Provinsi Aceh.
View/ Open
Date
2017Author
Khairi, Alfin
Notodiputro, Khairil Anwar
Kurnia, Anang
Metadata
Show full item recordAbstract
Model linier terampat (MLT) adalah pendekatan yang dapat digunakan
untuk memodelkan data dengan respon yang tidak harus menyebar normal. MLT
digunakan untuk memodelkan data dengan respon yang memiliki sebaran
keluarga eksponensial, seperti sebaran Poisson, binom, dan lain-lain. Apabila ke
dalam model MLT ditambahkan suatu pengaruh acak, maka model seperti ini
dinamakan model campuran linier terampat (MCLT).
Zeger dan Liang (1986) memperkenalkan suatu pendekatan alternatif dalam
melakukan pendugaan parameter pada MLT untuk menangani kasus autokorelasi
pada data dengan pengamatan berulang. Pendekatan tersebut dinamakan dengan
generalized estimating equation (GEE). Dalam GEE, autokorelasi pada data
ditangani dengan cara mengoreksi matriks ragam-koragam melalui penyesuaian
bentuk suatu matriks tertentu yang disebut working correlation matrix.
Dalam penelitian ini, permasalahan yang dikaji adalah mengenai
kemiskinan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel
kemiskinan, yang berisikan peubah-peubah indikator kemiskinan serta beberapa
peubah lain yang diduga memengaruhi kemiskinan. Peubah respon yang
digunakan adalah peubah-peubah indikator kemiskinan, yaitu persentase jumlah
penduduk miskin (P0) dan indeks kedalaman kemiskinan (P1). Peubah P0
merupakan proporsi jumlah penduduk miskin terhadap jumlah penduduk total.
Jumlah penduduk miskin merupakan kumulasi dari individu-individu orang
miskin yang masing-masingnya menyebar Bernouli ( y 1, miskin; y 0, tidak
miskin). Dengan demikian, jumlah penduduk miskin merupakan suatu peubah
acak yang menyebar binom. Sementara itu peubah P1 memiliki nilai yang bersifat
kontinu dan berada pada selang 0 sampai dengan 1, sehingga dalam penelitian ini
dilakukan transformasi logit pada respon P1. Nilai-nilai hasil transformasi tersebut
selanjutnya diasumsikan menyebar normal.
Kemiskinan adalah salah satu permasalahan yang menjadi perhatian di
Indonesia, khususnya di Provinsi Aceh. Pada tahun 2015, tingkat kemiskinan di
Aceh berada pada angka 17.08%. Angka ini cukup jauh di atas tingkat kemiskinan
nasional dan menjadi nomor dua terparah di Pulau Sumatera setelah Provinsi
Bengkulu (BPS 2016). Hal ini menjadi suatu ironi, mengingat Aceh merupakan
salah satu provinsi yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, meliputi
cadangan minyak bumi, gas alam, emas, perak, dan lain-lain. Selain itu total
pendapatan daerah Provinsi Aceh juga tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2015
total pendapatan daerah Provinsi Aceh mencapai Rp 12.01 triliun, dan menjadi
nomor lima tertinggi di Indonesia setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur,
dan Jawa Tengah (Kemendagri 2016). Kontradiksi ini menunjukkan kegagalan
pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di Aceh. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya-upaya yang lebih serius oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat untuk mengatasi permasalahan kemiskinan ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penyebaran dan faktor-faktor
yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Aceh. Pengkajian pola penyebaran
kemiskinan dilakukan secara deskriptif disertai dengan pemetaan tematik kondisi kemiskinan berdasarkan kedua indikator kemiskinan yang digunakan. Sementara itu pengkajian faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan dilakukan melalui pemodelan data kemiskinan menggunakan MCLT dan GEE dengan mempertimbangkan pengaruh waktu dan wilayah (berdasarkan pengelompokan kawasan pusat perdagangan dan distribusi).
Hasil pemetaan tematik kondisi kemiskinan Aceh menunjukkan bahwa pada tahun 2014, 22 dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh mengalami kondisi kemiskinan yang lebih buruk dari angka nasional, di mana 5 kabupaten di antaranya mengalami kondisi kemiskinan yang sangat parah (P0 dan P1 sangat tinggi), yaitu Kabupaten Aceh Barat, Pidie Jaya, Nagan Raya, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Sementara itu hanya Kota Banda Aceh yang memiliki kondisi lebih baik dari angka nasional. Model terbaik untuk respon P0 maupun P1 adalah model dengan wilayah sebagai pengaruh acak, dan tanpa pengaruh waktu. Pada taraf nyata 5%, untuk model respon P0 maupun P1, pengaruh setiap peubah-peubah penjelas berbeda-beda di setiap wilayah. Peubah rata-rata lama sekolah (X3) adalah peubah yang paling sering berpengaruh nyata di wilayah-wilayah, yaitu di wilayah selatan, tenggara, timur, dan utara untuk model respon P0, dan di wilayah pusat, tenggara, dan utara untuk model respon P1.