Show simple item record

dc.contributor.advisorPandjaitan, Nurmala Katrina
dc.contributor.advisorKinseng, Rilus A
dc.contributor.advisorKhomsan, Ali
dc.contributor.authorPrasodjo, Nuraini Wahyuning
dc.date.accessioned2018-01-08T06:08:51Z
dc.date.available2018-01-08T06:08:51Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88651
dc.description.abstractTingginya angka prevalensi gizi underweight anak balita pada sebagian besar provinsi di Indonesia menandai bahwa Indonesia sedang menghadapi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Beragam upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka ini, namun belum sepenuhnya berhasil. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa status gizi dan kesehatan mempunyai kaitan dengan tindakan memilih pangan. Namun demikian, kebanyakan penelitian ini masih sangat menekankan penjelasan otonomi individu dalam menentukan pilihan pangan. Perspektif sosial yang secara khas mengandaikan pilihan pangan sebagai pola aktifitas manusia yang mencerminkan konteks sosialnya, sebagian besar masih terabaikan. Kesenjangan penjelasan bagaimana konteks struktur sosial turut memengaruhi keputusan dan tindakan individu tersebut, sedikit banyak turut andil mengaburkan persoalan dan upaya-upaya transformasi pola diet dan status gizi anak balita. Melalui pisau analisis teori strukturasi (Giddens 2004), kajian ini bermaksud menguak dan menjelaskan sejauhmana struktur sosial memengaruhi praktik pilihan pangan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menemukan pola-pola praktik pilihan pangan untuk anak usia balita, (2) menganalisis peran struktur dan agensi pada praktik pilihan pangan untuk anak usia balita, (3) menganalisis implikasi praktik pilihan pangan untuk anak usia balita terhadap upaya perbaikan status gizi. Penelitian ini menggunakan metode campuran yaitu: (1) survei dan (2) studi kasus. Pengumpulan data survei dilakukan dengan mewawancarai sebanyak 200 responden menggunakan kuesioner terstruktur. Pengumpulan data studi kasus dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam 14 informan kasus dan observasi/pengamatan. Penelitian ini menemukan 6 gejala praktik sosial pilihan pangan yang rutin dilakukan oleh setiap pengelola pangan. Uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tiga kategori praktik dengan status gizi anak, yaitu praktik memonitor asupan pangan sehat, membatasi kesempatan anak memilih pangan sendiri, dan memastikan anak makan full meals. Berdasar pengamatan kasus, teridentifikasi dua kategori praktik yang berpotensi membawa perbaikan status gizi anak balita, yaitu praktik “membatasi kesempatan anak memilih pangan yang diinginkannya (terutama jenis pangan jajanan)” dan praktik “memodifikasi masakan dan menciptakan camilan”. Interplay struktur-agensi pada praktik pilihan pangan tampak jelas dalam kajian ini. Tiga gugus besar struktur yaitu struktur signifikasi, struktur dominasi dan struktur legitimasi yang tidak kasat mata, dalam penelitian ini dapat dirasakan keberadaannya dalam ragam gejala berupa: (1) wacana tentang kualitas pangan sehat dan tidak sehat, pangan pantangan ketika anak sakit, kualitas anak sehat, dan lain-lain (melibatkan skemata simbolik) (2) derajat penguasaan atas ragam pangan yang masuk dari luar komunitas, derajat penguasaan atas penghasilan/sumber finansial, derajat penguasaan lahan, derajat penguasaan sarana transportasi, derajat dukungan keluarga, dan derajat penguasaan atas kehendak anak balita (melibatkan skemata dominasi), dan (3) penerapan sanksi/imbalan atas pelanggaran atau penerapan kebiasaan berpantang pangan untuk anak yang menderita sakit maupun pelanggaran atau penerapan kebiasaan mengabulkan setiap keinginan anak atas pangan (melibatkan skemata legitimasi) Dari ke-enam gejala praktik sosial pilihan pangan, sebagian besar melibatkan peran struktur secara cukup dominan. Bahkan praktik-praktik yang ditengarai melibatkan agensi dari pengelola pangan seperti (1) “praktik membatasi keinginan anak untuk memilih sendiri pangan yang diinginkannya” dan (2) “praktik memodifikasi masakan dan menciptakan camilan”, juga tidak luput dari keterlibatan struktur. Praktik ibu untuk membatasi keinginan anak memilih pangan yang diinginkannya, beroperasi dalam bingkai struktur dominasi alokatif (minimnya kontrol ibu atas sumberdaya finansial). Sementara praktik ibu memodifikasi masakan dan membuat camilan, beroperasi dalam bingkai struktur signifikasi (pemaknaan “enak” seperti apa yang dialami anak) dan dalam bingkai struktur dominasi alokatif (minimnya kontrol ibu atas sumberdaya sarana transportasi). Atas dasar temuan penelitian ini, tesis yang dapat diajukan terdiri dari tiga lapis sub tesis yaitu: (1) Tidak ada tindakan maupun praktik pilihan pangan untuk anak balita yang tidak melibatkan bingkai struktur tertentu, baik apakah berupa skema selera makanan (struktur signifikasi), skema penguasaan atas ketersediaan fasilitas dan kontrol atas pilihan makanan anak (struktur dominasi), maupun skema pembenaran atas pilihan pangan (struktur legitimasi). Ciri tersembunyi kinerja struktur ini sedemikian rupa sehingga cenderung tersisih dalam beberapa penelitian sebelumnya. Lugasnya, bahkan dalam pilihan pangan yang terkesan otonom, kinerja daya struktur begitu nyata. (2) Kinerja struktur dalam tindakan atau praktik pilihan pangan mengungkapkan ciri normatif. Artinya, agar perbaikan mutu pilihan pangan terjadi secara kolektif, pembentukan praktik-praktik baru mengandaikan kemampuan semakin banyak aktor (dalam hal ini para ibu) mengambil jarak (merefleksi/menilai ulang) dari praktik-praktik lama. Dengan pengambilan jarak itu, struktur lama secara perlahan surut dan struktur baru mulai terbentuk melalui rutinisasi praktik-praktik baru. (3) Kedua sub tesis tersebut menunjuk implikasi penting. Tugas sentral pendidikan dan penyuluhan gizi adalah mendampingi semakin banyak aktor (agensi) untuk sanggup mengambil jarak secara kritis dari praktik yang sudah rutin dan memulai praktik-praktik baru yang mengungkapkan pilihan gizi balita lebih berkualitas. Semakin praktik baru itu dilakukan oleh semakin banyak aktor, semakin ciri kolektif itu akan berpotensi menciptakan struktur baru yang membantu perbaikan gizi balita. Kebijakan pemerintah (policy) untuk pangan dan gizi niscaya diperlukan sebagai kerangka politik, tetapi kebijakan terutama bertugas secara regulatif dan insentif membantu pembentukan praktik-praktik baru pilihan gizi balita seluas mungkin hingga menciptakan struktur baru.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcSociologyid
dc.subject.ddcSocial developmentid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titlePRAKTIK SOSIAL PILIHAN PANGAN UNTUK ANAK BALITA (Studi pada Komunitas Perdesaan Jawa Barat)id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordagensiid
dc.subject.keywordpilihan panganid
dc.subject.keywordpraktik sosialid
dc.subject.keywordstatus giziid
dc.subject.keywordstruktur sosialid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record