Fotosintesis, Laju Pertumbuhan, dan Akumulasi Fotosintat Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) pada Ketinggian Tempat yang Berbeda.
View/ Open
Date
2017Author
Puspitasari, Laksmi
Triadiati
Sulistijorini
Metadata
Show full item recordAbstract
Tanaman garut (Maranta arundinacea L.) merupakan tanaman berumbi yang dapat dikonsumsi sebagai pangan alternatif. Tanaman garut dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 0 m di atas permukaan laut (m dpl) hingga 1000 m dpl. Tanaman garut menghasilkan umbi dengan kandungan pati lebih dari 20%. Tepung umbi garut dapat digunakan untuk membuat biskuit, kue, puding, dan bubur. Tepung umbi garut juga dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti stomatitis, diare, disentri, dan kolatitis. Produksi umbi tanaman garut perlu ditingkatkan mengingat nilai ekonomi dan manfaat untuk kesehatan yang dimiliki umbi garut cukup tinggi. Peningkatan produksi umbi tanaman garut juga dapat mendorong tercapainya ketahanan pangan. Perluasan area budi daya baik di dataran rendah maupun dataran tinggi merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi umbi garut. Namun, informasi mengenai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman garut masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian yang membandingkan fisiologi, pertumbuhan, dan produksi umbi tanaman garut di kondisi lingkungan yang berbeda seperti di ketinggian tempat yang berbeda perlu dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fotosintesis, laju pertumbuhan, dan akumulasi fotosintat tanaman garut pada ketinggian tempat yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada September 2014 hingga Desember 2015 di Kebun Percobaan Sindang Barang, Bogor Barat, Bogor dengan ketinggian 250 m dpl; Kebun Percobaan Pasir Sarongge, Pacet, Cianjur dengan ketinggian 1100 m dpl; Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium BB-Pascapanen Cimanggu, Bogor. Penelitian ini menggunakan metode rancangan petak terbagi dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Ketinggian tempat sebagai petak utama dan aksesi tanaman garut sebagai anak petak. Ketinggian tempat terdiri dari 2 taraf yaitu ketinggian 250 dan 1100 m dpl. Aksesi tanaman garut terdiri dari 4 taraf yaitu aksesi Bantul, Krajan, Kemalang, dan Begawat.
Peubah fisiologi yang diukur meliputi konduktansi stomata, laju transpirasi, dan laju fotosintesis pada daun dewasa atau lebar penuh saat tanaman garut berumur 2, 5, dan 7 bulan setelah tanam (BST) menggunakan alat LI-COR 6400XT Portable Photosynthesis System (LI-COR Biosciences, Lincoln, Nebraska, USA) pada PAR 2000 μmol mˉ² detikˉ¹. Kadar gula terlarut pada daun diukur menggunakan metode fenol-asam sulfat saat tanaman garut berumur 2 dan 5 BST. Peubah pertumbuhan yang diukur ialah pertambahan tinggi tajuk, pertambahan jumlah daun per rumpun, pertambahan jumlah anakan per rumpun pada umur 2, 5, dan 7 BST, luas daun per tanaman, laju pertumbuhan relatif, dan laju pertumbuhan umbi tanaman garut. Pengukuran bobot kering tajuk dan umbi tanaman garut dilakukan saat 2, 5, dan 7 BST. Pengukuran produksi umbi basah dilakukan pada saat panen 7 BST.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat berpengaruh signifikan terhadap fotosintesis, laju pertumbuhan, dan akumulasi fotosintat tanaman garut. Konduktansi stomata, laju transpirasi, dan laju fotosintesis tanaman
garut di lokasi 1100 m dpl lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi 250 m dpl. Akumulasi gula terlarut pada daun tanaman garut saat 5 BST lebih tinggi dibandingkan dengan saat 2 BST di dua lokasi ketinggian. Tanaman garut di lokasi 250 m dpl memiliki laju pertambahan tinggi tajuk, luas daun per tanaman, dan laju pertumbuhan umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di lokasi 1100 m dpl. Laju pertambahan tinggi tajuk dan laju pertumbuhan umbi aksesi Bantul paling rendah dan berbeda dengan aksesi Krajan, Kemalang, dan Begawat. Disisi lain, pertambahan jumlah daun dan jumlah anakan per rumpun empat aksesi tanaman garut tidak terdapat perbedaan yang signifikan di dua lokasi ketinggian. Laju pertumbuhan relatif tanaman garut di lokasi 1100 m dpl lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi 250 m dpl. Fotosintat tanaman garut di lokasi 1100 m dpl cenderung didistribusikan ke pertumbuhan tajuk, sehingga produksi umbi garut di lokasi 1100 m dpl lebih rendah dibandingkan dengan lokasi 250 m dpl. Produksi umbi tanaman garut di lokasi 250 m dpl lebih tinggi (43.07%) dibandingkan dengan lokasi 1100 m dpl disebabkan oleh kemampuan distribusi fotosintat ke arah umbi tanaman garut yang lebih tinggi di lokasi 250 m dpl. Hal ini mengindikasikan bahwa budi daya tanaman garut di dataran rendah akan menghasilkan produksi umbi yang cukup tinggi karena didukung oleh faktor lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman garut. Aksesi Begawat, Kemalang, dan Krajan berpotensi untuk dibudidayakan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan produksi umbi yang tinggi.