Show simple item record

dc.contributor.advisorMulyani, Yeni Aryati
dc.contributor.advisorPrawiradilaga, Dewi Malia
dc.contributor.authorTirtaningtyas, Fransisca Noni
dc.date.accessioned2017-08-08T08:13:21Z
dc.date.available2017-08-08T08:13:21Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87764
dc.description.abstractSalah lintang (fault bars) merupakan ketidaknormalan pada bulu yang terlihat seperti garis transparan yang sempit, terlihat secara kasat mata, dan hampir tegak lurus terhadap batang utama bulu. Keberadaan salah lintang terjadi akibat stres yang terjadi karena kurangnya nutrisi. Keberadaan salah lintang menyebabkan bulu menjadi lemah dan rentan terhadap kerusakan. Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan komunitas burung pada hutan sekunder, hutan campuran dan agroforestri kopi; membandingkan keberadaan salah lintang pada burung di hutan sekunder, hutan campuran dan agroforestri kopi; dan memeriksa hubungan salah lintang dengan berat badan, kandungan lemak, umur dan tapak berbiak (brood patch). Penelitian dilakukan pada periode Januari hingga April 2016 dengan menggunakan metode pengamatan (total 17 titik hitung) dan metode jaring kabut (mist net) (total 28 850 jam jaring). Penelitian di hutan sekunder berlokasi di Gunung Arca, Cikoneng, sedangkan pada hutan campuran dan agroforestri kopi berlokasi di Citamiang. Tercatat 57 jenis burung dari 21 suku yang teramati dan tertangkap dalam penelitian ini. Berdasarkan metode titik hitung, habitat agroforestri kopi memiliki nilai indeks keanekaragaman dan indeks kekayaan jenis burung tertinggi (H’ = 2.95; DMg = 6.69), disusul oleh hutan sekunder (H’ = 2.74; DMg = 6.73) dan hutan campuran (H’ = 2.71; DMg = 5.54). Berdasarkan metode jaring kabut, habitat hutan sekunder memiliki nilai indeks keanekaragaman dan indeks kekayaan jenis tertinggi (H’ = 2.77; DMg = 4.91). Hutan campuran memiliki nilai keanekaragaman (H’) = 2.10 dan indeks kekayaan jenis (DMg) = 3.40 dan pada agroforestri kopi memiliki nilai keanekaragaman (H’) = 2.17 dan indeks kekayaan jenis (DMg) = 3.38. Berdasarkan jumlah burung maka persentase keberadaan salah lintang hampir sama di ketiga habitat, sedangkan berdasarkan jumlah jenis persentase keberadaan saah lintang paling tinggi di habitat agroforestri kopi. Uji Kruskal-Wallis terhadap empat jenis burung yang ditemukan pada tiga tipe habitat, yakni jenis cincoang coklat (Brachypteryx leucophyrs), pelanduk semak (Malacocincla sepiarium), berencet berkening (Napothera epilepidota) dan tepus pipi-perak (Stachyris melanothorax), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan keberadaan salah lintang (P value = 0.469 > 0.05) antar tipe habitat. Secara umum, burung-burung di ketiga habitat yang paling banyak tertangkap dan memiliki salah lintang adalah umur dewasa. Burung berbobot tubuh < 50 g paling banyak tertangkap dan lebih banyak memiliki salah lintang dibandingkan dengan burung-burung dengan bobot tubuh > 50 g. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan (P = 0.760 > 0.05) antara bobot tubuh pada jenis cincoang coklat, pelanduk semak, berencet berkening dan tepus pipi-perak di tiga tipe habitat yang berbeda. Uji korelasi Spearman menunjukkan secara signifikan (P < 0.05) bahwa salah lintang berkorelasi negatif dengan bobot tubuh di hutan sekunder (rs hutan sekunder: 0.74, n = 16, P < 0.05). Korelasi negatif juga ditunjukkan di hutan campuran meskipun korelasinya lemah (rs hutan campuran: 0.47, n = 24, P < 0.05). Keberadaan salah lintang pada burung terdapat pada burung-burung dengan skor lemak satu hingga lima. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan (P value = 0.902 > 0.05) antara skor lemak pada jenis cincoang coklat, pelanduk semak, berencet berkening dan tepus pipi-perak di tiga tipe habitat. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa keberadaan salah lintang tidak memiliki korelasi (P > 0.05) dengan skor lemak tubuh pada keempat burung di ketiga habitat. Keberadaan salah lintang pada burung yang memiliki tapak berbiak di hutan sekunder, hutan campuran, dan agroforestri kopi lebih sedikit dibandingkan saat burung tidak memiliki tapak berbiak. Hal yang sama juga terjadi pada empat jenis burung yang ditemukan pada ketiga habitat. Penelitian ini menunjukkan bahwa burung dapat menjadi indikator kesehatan pada salah satu hutan tersisa di Jawa Barat. Penanaman pohon jenis asli setempat dan membiarkan tumbuhan bawah tumbuh secara alami dapat memberikan pakan dan tempat berlindung untuk burung-burung yang hidup di bawah tajuk, di atas permukaan tanah hingga di pohon. Penelitian lebih lanjut dengan memperluas area dan menambah waktu penelitian perlu dilakukan agar mendapatkan jumlah sampel yang lebih besar dan mendapatkan hasil yang lebih baik.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcForestryid
dc.subject.ddcAnimal Ecology of Forestryid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titleKeberadaan Salah Lintang (Fault Bars) pada Bulu Ekor Burung di Hutan Cisarua, Jawa Baratid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordburungid
dc.subject.keywordCisaruaid
dc.subject.keywordsalah lintangid
dc.subject.keywordhutanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record