dc.description.abstract | Perbanyakan klonal kelapa sawit secara in vitro dikembangkan dengan
metode embriogenesis tidak langsung melalui pembentukan kalus dan proliferasi
embrioid. Proliferasi embrioid diinduksi melalui subkultur berulang. Proses ini
berpotensi menimbulkan terjadinya variasi somaklonal pada ramet-ramet yang
dihasilkan yang menyebabkan ramet tidak identik secara genetik, sehingga fenotipe
beragam dan berpengaruh terhadap produktivitas. Oleh sebab itu, perlu adanya
jaminan bahwa ramet-ramet yang dihasilkan identik dengan ortetnya. Variasi
somaklonal dapat dideteksi lebih awal melalui analisis kemiripan genetik
menggunakan marka Simple Sequence Repeat (SSR).
Sampel DNA dari delapan ortet dengan 60 ramet per ortet diekstraksi
menggunakan metode Kit Nucleospin Plant IITM. Enam puluh ramet dipilih secara
acak untuk mewakili setiap ortet, yang terdiri dari 20 ramet dari setiap periode
subkultur embrioid yang dianalisis (subkultur ke-8, ke-11 dan ke-14). Amplifikasi
DNA dilakukan menggunakan 16 pasang primer SSR melalui 35 siklus reaksi PCR
(Polymerase Chain Reaction). Hasil amplifikasi diseparasi menggunakan QIAxcel
system. Pita-pita DNA hasil separasi kemudian diubah menjadi data kodominan
maupun data biner sesuai format perangkat lunak yang digunakan (PowerMarker
dan NTSys), untuk menganalisis polimorfisme setiap perimer dan kemiripan
genetik ramet-ramet dengan ortetnya.
Proliferasi embrioid berhasil diinduksi melalui subkultur berulang sebanyak 18
kali, pada media yang sesuai dengan protokol produksi. Frekuensi proliferasi embrioid
selama 18 kali subkultur mengikuti kurva perumbuhan sigmoid yang terdiri dari lima
fase, yaitu fase lag (subkultur 1-2), fase exponential (subkultur 2-5), fase linear
(subkultur 5-8), fase deceleration (subkultur 8-11) dan fase stationary (subkultur 12-
18). Frekuensi proliferasi embrioid tertinggi diperoleh pada akhir fase deceleration atau
awal fase stationary (subkultur ke-11).
Analisis polimorfisme menunjukkan sembilan dari 16 primer SSR bersifat
polimorfik dan informatif, yaitu mEgCIR0059, mEgCIR3869, mEgCIR2387,
mEgCIR2414, mEgCIR3639, mEgCIR0192, mEgCIR2569, mEgCIR3683 dan
mEgCIR2224. Primer mEgCIR2569 mempunyai nilai PIC tertinggi (0.8), sehingga
lokus SSR dari primer ini dapat dijadikan kandidat marka terbaik dalam mendeteksi
variasi genetik pada populasi ramet yang diuji.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kestabilan genetik ramet dipengaruhi oleh
genotipe ortet. Analisis kemiripan genetik menunjukkan bahwa ortet 399 dan 412
menghasilkan sebanyak 100 % ramet yang bersifat identik dengan ortetnya hingga
subkultur ke-14. Ortet 398 dan 367 menghasilkan sebanyak 90-100 % ramet yang
bersifat identik dengan ortetnya dari setiap periode subkultur. Seluruh ramet dari
ortet 398 dan 367 yang tidak bersifat identik mempunyai kemiripan genetik 71-78 %
dengan ortetnya masing-masing. Ortet 340 menghasilkan ramet yang bersifat
identik dengan ortetnya sebanyak 95 % ramet dari subkultur ke-8 dan ke-14, dan 0
(nol) % dari subkultur ke-11. Seluruh ramet dari ortet 340 yang tidak bersifat identik
mempunyai kemiripan genetik 91 % dengan ortetnya. Ortet 356, 369 dan 395
ii
menghasilkan sebanyak 15-100 % ramet yang bersifat identik dengan ortetnya dari
setiap periode subkultur. Seluruh ramet dari ortet 356, 369 dan 395 yang tidak
bersifat identik mempunyai kemiripan genetik 69-97 % dengan ortetnya masingmasing.
Frekuensi subkultur embrioid memiliki pengaruh yang besar terhadap
frekuensi variasi somaklonal pada ramet-ramet dari ortet 356, 369 dan 395, dengan
nilai korelasi sebesar 0.69 (p-value: 0.039). Semakin banyak frekuensi subkultur
maka semakin bertambah frekuensi variasi somaklonal pada ramet-rametnya yang
dihasilkan. Frekuensi variasi somaklonal yang meningkat diduga berhubungan
dengan meningkatnya tingkat proliferasi embrioid, yaitu mulai dari fase
exponential sampai fase deceleration (subkultur 2-11). Semakin tinggi frekuensi
proliferasi embrioid pada periode subkultur ke-2 sampai ke-11, maka semakin
bertambah frekuensi variasi somaklonal pada ramet-rametnya, termasuk pada
ramet-ramet dari subkultur ke-8, ke-11 dan ke-14, sebagai hasil perkecambahan
embrioid yang berproliferasi diantara subkultur ke-2 sampai ke-11.
Selain proliferasi sel embrionik, proliferasi sel pada pembentukan kalus dan
perkembangan sel embrionik membentuk embrioid dewasa diduga juga dapat
menginduksi variasi somaklonal pada ramet yang dihasilkan. Terbentuknya variasi
somaklonal dari tahap pembentukan kalus diduga terjadi pada saat aktivitas
pembelahan sel terjadi sangat cepat, yaitu pada fase logarithmic sampai pada awal
fase plateau atau stationary. Pada tahapan perkembangan embrioid somatik kelapa
sawit Tenera, ditemukan variasi somaklonal yaitu berupa terbentuknya dua
embrioid yang menjadi satu pada fase torpedo.
Ortet 399 dan 412 menghasilkan sebanyak 100 % ramet yang bersifat identik
dengan ortetnya hingga subkultur ke-14. Dengan demikian genotipe 399 dan 412
merupakan genotipe dengan tingkat kestabilan genetik tertinggi dan berpotensi
untuk dapat dijadikan sebagai sumber eksplan daun dalam perbanyakan klon kelapa
sawit melalui teknik kultur jaringan. | id |