dc.description.abstract | Aquilaria malaccensis merupakan salah satu spesies penghasil gaharu di
Indonesia. Senyawa gaharu terbentuk sebagai respon pertahanan pohon gaharu
terhadap berbagai gangguan seperti gangguan fisik, infeksi patogen atau
perlakuan kimiawi. Permintaan gaharu di pasar global meningkat dari waktu ke
waktu. Permintaan gaharu yang tinggi menyebabkan A. malaccensis masuk dalam
Appendix II CITES yang berarti bahwa tumbuhan tersebut di alam telah langka
dan perdagangan tumbuhan tersebut maupun produk gaharu dan turunannya diatur
oleh undang-undang.
Gaharu budidaya dapat menjadi salah satu cara mendapatkan gaharu untuk
memenuhi permintaan pasar global. Pembentukan gaharu budidaya tidak dapat
terjadi dengan sendirinya. Perlu adanya induksi baik internal maupun eksternal.
Metode induksi tradisional yaitu menggunakan pisau untuk melukai batang serta
menanam paku pada batang. Cara ini memerlukan waktu yang lama untuk dapat
menghasilkan gaharu. Metode lain yang telah berkembang yaitu menggunakan
bahan kimia, mikroorganisme serta kit. Penggunaan bahan kimia, mikroorganisme
serta kit dapat menginduksi pembentukan gaharu dalam waktu yang lebih cepat
dibanding induksi yang telah dilakukan sebelumnya. Pembentukan gaharu
dipengaruhi oleh waktu induksi, umur pohon, musim, keadaan geografis,
lingkungan dan spesies. Induksi pembentukan gaharu dapat dilakukan pada pohon
dewasa maupun anakan. Induksi gaharu pada anakan memerlukan usaha yang
lebih keras dibandingkan pada pohon. Kombinasi perlakuan cendawan (Fusarium
solani) dan pupuk nitrogen dapat menjadi salah satu cara untuk menginduksi
terbentuknya gaharu pada anakan A. malaccensis. F. solani merupakan salah satu
cendawan yang telah berhasil menginduksi pembentukan gaharu pada A.
malaccensis. Pupuk nitrogen berperan sebagai sumber hara tanaman yang dapat
mendukung pembentukan metabolit sekunder untuk menghadapi stres karena
adanya infeksi patogen (cendawan).
Perlakuan pupuk urea dan F. solani secara terpisah dan kombinasi antara
kedua perlakuan diterapkan pada A. malaccensis untuk melihat warna serta aroma
wangi kayu gaharu yang terbentuk. Pengamatan dilakukan terhadap warna kayu,
aroma wangi, serta kerontokan daun setiap minggu selama tiga bulan perlakuan.
Kandungan senyawa aromatik kayu gaharu berdasarkan aroma wangi dianalisis
menggunakan GCMS. Kayu gaharu diekstrak dengan dua macam pelarut yaitu air
dan n-heksan dan hasil ekstraksi digunakan untuk analisis GCMS. Pengukuran
aktivitas enzim HMGR dilakukan untuk memperkirakan terjadinya sintesis
terpenoid melalui jalur asam mevalonat. Daun gaharu dari perlakuan F. solani
ditambah pupuk urea 4 gram/bibit dan F. solani tanpa dipupuk urea diekstrak saat
30 hari perlakuan. Aktivitas enzim HMGR diukur menggunakan spektrofotometer
UV sesuai petunjuk kerja pada kit HMGR– sigma.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna kayu gaharu berbeda tiap
perlakuan dan warna paling coklat dihasilkan oleh perlakuan A. malaccensis
dipupuk urea 4 gr/bibit dan diinokulasi F. solani. Aroma kayu gaharu paling
wangi juga dihasilkan oleh perlakuan A. malaccensis dipupuk urea 4 gr/bibit dan
diinokulasi dengan F. solani. Interaksi antara pupuk urea dan F. solani
berpengaruh secara signifikan terhadap aroma wangi kayu gaharu yang
dihasilkan. Kromatogram hasil analisis GCMS menunjukkan bahwa ada tiga jenis
senyawa aromatik yang diketahui yaitu dimetil silanediol, 4-etil asam benzoat,
dan 1,4,7,10,13,16-heksaoksasiklooktadekan. Aktivitas enzim HMGR saat 30 hari
setelah inokulasi (HSI) sebesar 0.0130 units/mgP untuk perlakuan tanpa pupuk
urea dan 0.0796 units/mgP untuk perlakuan pupuk urea. Aktivitas enzim HMGR
saat 30 HSI dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pupuk urea dan F. solani
(p < 0.05). Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSI masih tergolong rendah, sehingga
kemungkinan belum terjadi sintesis terpenoid melalui jalur asam mevalonat.
Infeksi F. solani pada A. malaccensis selama tiga bulan telah menyebabkan stres
dan menginduksi munculnya senyawa aromatik sebagai senyawa pertahanan
tetapi warna batang masih pada tingkatan coklat gelap. Berdasarkan hal ini diduga
pembentukan aroma wangi kayu gaharu terjadi terlebih dahulu, sedangkan
pembentukan warna membutuhkan waktu yang lebih lama.
Kesimpulan yang diperoleh yaitu perlakuan A. malaccensis dipupuk urea 4
g/bibit dan diinokulasi F.solani selama tiga bulan sudah dapat menginduksi
terbentuknya senyawa aromatik tetapi belum dapat menghasilkan warna gaharu
yang gelap. Ada tiga jenis senyawa penghasil aroma yang terkandung dalam
gaharu A. malaccensis yang dipupuk urea 4 g/bibit dan diinokulasi F. solani yaitu
dimetil silanediol, 4-etil asam benzoat, dan 1,4,7,10,13,16-
heksaoksasiklooktadekan dengan persentase berturut-turut 25.7, 17.62, dan 3.56
%. Aktivitas enzim HMGR perlakuan A. malaccensis dipupuk urea 4 g/bibit dan
diinokulasi F. solani tergolong rendah saat 30 HSI dan menunjukkan belum
terjadi sintesis terpenoid melalui jalur mevalonat (MVA) | id |