Show simple item record

dc.contributor.advisorTriandiati
dc.contributor.advisorFalah, Syamsyul
dc.contributor.authorWahyuni, Resti
dc.date.accessioned2017-07-04T02:40:56Z
dc.date.available2017-07-04T02:40:56Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87434
dc.description.abstractAquilaria malaccensis merupakan salah satu spesies penghasil gaharu di Indonesia. Senyawa gaharu terbentuk sebagai respon pertahanan pohon gaharu terhadap berbagai gangguan seperti gangguan fisik, infeksi patogen atau perlakuan kimiawi. Permintaan gaharu di pasar global meningkat dari waktu ke waktu. Permintaan gaharu yang tinggi menyebabkan A. malaccensis masuk dalam Appendix II CITES yang berarti bahwa tumbuhan tersebut di alam telah langka dan perdagangan tumbuhan tersebut maupun produk gaharu dan turunannya diatur oleh undang-undang. Gaharu budidaya dapat menjadi salah satu cara mendapatkan gaharu untuk memenuhi permintaan pasar global. Pembentukan gaharu budidaya tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Perlu adanya induksi baik internal maupun eksternal. Metode induksi tradisional yaitu menggunakan pisau untuk melukai batang serta menanam paku pada batang. Cara ini memerlukan waktu yang lama untuk dapat menghasilkan gaharu. Metode lain yang telah berkembang yaitu menggunakan bahan kimia, mikroorganisme serta kit. Penggunaan bahan kimia, mikroorganisme serta kit dapat menginduksi pembentukan gaharu dalam waktu yang lebih cepat dibanding induksi yang telah dilakukan sebelumnya. Pembentukan gaharu dipengaruhi oleh waktu induksi, umur pohon, musim, keadaan geografis, lingkungan dan spesies. Induksi pembentukan gaharu dapat dilakukan pada pohon dewasa maupun anakan. Induksi gaharu pada anakan memerlukan usaha yang lebih keras dibandingkan pada pohon. Kombinasi perlakuan cendawan (Fusarium solani) dan pupuk nitrogen dapat menjadi salah satu cara untuk menginduksi terbentuknya gaharu pada anakan A. malaccensis. F. solani merupakan salah satu cendawan yang telah berhasil menginduksi pembentukan gaharu pada A. malaccensis. Pupuk nitrogen berperan sebagai sumber hara tanaman yang dapat mendukung pembentukan metabolit sekunder untuk menghadapi stres karena adanya infeksi patogen (cendawan). Perlakuan pupuk urea dan F. solani secara terpisah dan kombinasi antara kedua perlakuan diterapkan pada A. malaccensis untuk melihat warna serta aroma wangi kayu gaharu yang terbentuk. Pengamatan dilakukan terhadap warna kayu, aroma wangi, serta kerontokan daun setiap minggu selama tiga bulan perlakuan. Kandungan senyawa aromatik kayu gaharu berdasarkan aroma wangi dianalisis menggunakan GCMS. Kayu gaharu diekstrak dengan dua macam pelarut yaitu air dan n-heksan dan hasil ekstraksi digunakan untuk analisis GCMS. Pengukuran aktivitas enzim HMGR dilakukan untuk memperkirakan terjadinya sintesis terpenoid melalui jalur asam mevalonat. Daun gaharu dari perlakuan F. solani ditambah pupuk urea 4 gram/bibit dan F. solani tanpa dipupuk urea diekstrak saat 30 hari perlakuan. Aktivitas enzim HMGR diukur menggunakan spektrofotometer UV sesuai petunjuk kerja pada kit HMGR– sigma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna kayu gaharu berbeda tiap perlakuan dan warna paling coklat dihasilkan oleh perlakuan A. malaccensis dipupuk urea 4 gr/bibit dan diinokulasi F. solani. Aroma kayu gaharu paling wangi juga dihasilkan oleh perlakuan A. malaccensis dipupuk urea 4 gr/bibit dan diinokulasi dengan F. solani. Interaksi antara pupuk urea dan F. solani berpengaruh secara signifikan terhadap aroma wangi kayu gaharu yang dihasilkan. Kromatogram hasil analisis GCMS menunjukkan bahwa ada tiga jenis senyawa aromatik yang diketahui yaitu dimetil silanediol, 4-etil asam benzoat, dan 1,4,7,10,13,16-heksaoksasiklooktadekan. Aktivitas enzim HMGR saat 30 hari setelah inokulasi (HSI) sebesar 0.0130 units/mgP untuk perlakuan tanpa pupuk urea dan 0.0796 units/mgP untuk perlakuan pupuk urea. Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSI dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pupuk urea dan F. solani (p < 0.05). Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSI masih tergolong rendah, sehingga kemungkinan belum terjadi sintesis terpenoid melalui jalur asam mevalonat. Infeksi F. solani pada A. malaccensis selama tiga bulan telah menyebabkan stres dan menginduksi munculnya senyawa aromatik sebagai senyawa pertahanan tetapi warna batang masih pada tingkatan coklat gelap. Berdasarkan hal ini diduga pembentukan aroma wangi kayu gaharu terjadi terlebih dahulu, sedangkan pembentukan warna membutuhkan waktu yang lebih lama. Kesimpulan yang diperoleh yaitu perlakuan A. malaccensis dipupuk urea 4 g/bibit dan diinokulasi F.solani selama tiga bulan sudah dapat menginduksi terbentuknya senyawa aromatik tetapi belum dapat menghasilkan warna gaharu yang gelap. Ada tiga jenis senyawa penghasil aroma yang terkandung dalam gaharu A. malaccensis yang dipupuk urea 4 g/bibit dan diinokulasi F. solani yaitu dimetil silanediol, 4-etil asam benzoat, dan 1,4,7,10,13,16- heksaoksasiklooktadekan dengan persentase berturut-turut 25.7, 17.62, dan 3.56 %. Aktivitas enzim HMGR perlakuan A. malaccensis dipupuk urea 4 g/bibit dan diinokulasi F. solani tergolong rendah saat 30 HSI dan menunjukkan belum terjadi sintesis terpenoid melalui jalur mevalonat (MVA)id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcBotanyid
dc.subject.ddcPlant botanyid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titleInduksi Pembentukan Warna dan Aroma Wangi Kayu Gaharu Aquilaria malaccensis dengan Pupuk Urea dan Fusarium solaniid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordAquilaria malaccensisid
dc.subject.keywordenzim HMGRid
dc.subject.keyword4-etil asam benzoatid
dc.subject.keywordFusarium solanid
dc.subject.keywordinduksi gaharuid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record