Show simple item record

dc.contributor.advisorMiftahudin
dc.contributor.advisorYahya, Sudirman
dc.contributor.advisorTrikoesoemaningtyas
dc.contributor.authorAltuhaish, Adeel Abdulkarim Fadhl
dc.date.accessioned2017-07-03T03:47:45Z
dc.date.available2017-07-03T03:47:45Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87342
dc.description.abstractPenanaman gandum (Triticum aestivum L.) di agro-ekosistem tropis seperti Indonesia umumnya menghadapi cekaman suhu tinggi karena suhu rata-rata harian di daerah tropis yang lebih tinggi dibanding suhu rata-rata harian di daerah subtropis. Peningkatan luas penanaman gandum memiliki peran penting dalam upaya menurunkan ketergantungan Indonesia terhadap impor tepung terigu. Indonesia merupakan negara tropis dengan tingkat variasi topografi yang tinggi. Suhu harian di dataran tinggi (>1000 m dpl) Indonesia sangat mirip dengan suhu harian dari sebagian besar daerah subtropis pada musim semi. Namun budidaya gandum di dataran tinggi bersaing dengan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dari gandum (Handoko 2007). Di dataran rendah hingga menengah, rata-rata suhu harian lebih tinggi dari rata-rata suhu harian di dataran tinggi, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan gandum yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil. Oleh karena itu upaya pengembangan gandum di Indonesia dapat diarahkan pada pengembangan varietas gandum yang adaptif terhadap lingkungan dataran rendah sampai menengah pada agroekosistem tropis Indonesia serta peningkatan adaptabilitas genotipe gandum introduksi yang dikombinasikan dengan aplikasi zat pengatur tumbuh atau sejenisnya untuk mendapatkan genotipe gandum yang potensial pada agro-ekosistem tropis dataran rendah sampai menengah di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mempelajari adaptasi dari 16 genotipe gandum introduksi terhadap cekaman lingkungan suhu tinggi di dataran rendah, 2. Mempelajari pengaruh cekaman suhu tinggi terhadap karakter morfologi dan fisiologi dari enam genotipe gandum introduksi yang tumbuh di dua ketinggian tempat yang berbeda, 3. Mempelajari respon pertumbuhan dan perkembangan enam genotipe gandum introduksi terhadap aplikasi putresin pada dua ketinggian yang berbeda di agro-ekosistem tropis Indonesia. Percobaan pertama dilakukan di dua lokasi, yaitu pada ketinggian 1100 m dpl di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas dan ketinggian 176 m dpl di kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Bogor Jawa Barat. Bahan tanaman yang digunakan adalah enam belas genotipe gandum, yaitu Munal, Sbr, Sbd*D, Cndo, Waxwing, Ymh, Astreb/Cbr dan Astreb/Ningma, yang berasal dari Pusat Pengembangan Jagung dan Gandum (CIMMYT) dan H-20, S-03, S-08, S-09, Jarisa yang berasal dari Republik Slovakia serta varietas nasional Selayar, Nias dan Dewata sebagai pembanding. Pada tiap lokasi percobaan dirancang sesuai dengan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan dan varietas sebagai perlakuan. Peubah pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil diamati selama percobaan. Nilai heritabilitas dihitung terhadap karakter-karakter gandum. Indek sensitifitas suhu digunakan sebagai karakter untuk memilih genotipe yang adaptif terhadap lingkungan dataran rendah (cekaman suhu tinggi). Percobaan kedua dilakukan di dua ketinggian, yaitu: ketinggian 1100 m dpl di daerah Cipanas dan ketinggian 600 m dpl di daerah Cisarua, Jawa Barat untuk mempelajari respon morfo-fisiologi enam genotipe gandum terhadap lingkungan dataran tinggi dan menengah. Percobaan ini dilakukan dengan rancangan acak kelompok dengan satu faktor terdiri dari enam genotipe yaitu; Sbr, Astreb dan Nias (toleran terhadap cekaman suhu tinggi), Munal, S03 dan Dewata (sensitif terhadap cekaman suhu tinggi). Percobaan ketiga dilaksanakan untuk mempelajari respon pertumbuhan dan perkembangan enam genotipe gandum terhadap aplikasi putresin di dua ketinggian yang berbeda pada agro-ekosistem Indonesia. Percobaan dirancang sesuai rancangan acak kelompok lengkap dengan tiga faktor, yaitu (1) perlakuan putresin (0, 1,25 dan 2,5 mM), (2) enam genotipe gandum dan (3) dua ketinggian tempat (600 dan 1100 m dpl). Putresin disemprotkan pada tajuk tanaman satu minggu sebelum bunting (heading) dan satu minggu setelah antesis. Karakter-karakter morfologi, fisiologi dan komponen hasil serta hasil diamati dan dianalisis. Hasil Percobaan I menunjukkan bahwa sebagian besar karakter-karakter pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil secara signifikan menurun di dataran rendah pada sebagian besar genotipe dibandingkan dengan yang ditanam di dataran tinggi karena suhu yang meningkat. Terdapat variasi antar genotipe untuk karakter-karakter tersebut. Berdasarkan indeks sensitifitas suhu, enam genotipe, yaitu Sbr*D, Ymh, Astreb*2/Cbrd, Astreb*2/Ningma, H-20 dan Nias dikarakterisasi sebagai genotipe toleran terhadap suhu tinggi. Indeks sensitifitas suhu tinggi adalah ukuran stabilitas hasil dan merepresentasikan ukuran potensi hasil genotipe di bawah cekaman suhu tinggi. Nilai heritabilitas tinggi ditunjukkan pada karakter-karakter umur berbunga, growing degree days dan umur panen, sedangkan karakter-karakter dengan heritabilitas sedang yaitu; kandungan klorofil (nilai SPAD), luas daun bendera dan periode pengisian biji. Hasil percobaan II tentang respon morfologis dan fisiologis pada genotipe toleran dan sensitif suhu tinggi terhadap perbedaan ketinggian tempat menunjukkan bahwa suhu tinggi pada dataran menengah menurunkan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Kandungan MDA (malondialdehid) meningkat pada sebagian besar genotipe gandum di dataran menengah. Kandungan MDA pada genotipe yang sensitif suhu tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe toleran suhu tinggi. Cekaman suhu tinggi pada dataran menengah menurunkan aktivitas SOD, kadar air relatif dan gula total terlarut pada genotipe yang sensitif suhu tinggi dibandingkan dengan genotip yang toleran suhu tinggi. Berdasarkan hasil sebelumnya terdapat variasi respon antar genotipe yang toleran suhu tinggi terhadap cekaman suhu tinggi di dataran menengah. Oleh karena itu, peningkatan adaptabilitas genotipe gandum introduksi yang dikombinasikan dengan aplikasi zat pengatur tumbuh tanaman, seperti putresin, dapat menjadi cara untuk mendapatkan genotipe gandum potensial yang dapat digunakan untuk mengembangkan varietas baru yang beradaptasi pada dataran menengah di Indonesia. Hasil Percobaan III mengenai respon pertumbuhan dan perkembangan gandum terhadap aplikasi putresin menunjukkan bahwa sebagian besar karakter pertumbuhan sangat dihambat oleh suhu tinggi di dataran menengah, tetapi aplikasi putresin menginduksi peningkatan pertumbuhan tanaman secara signifikan di kedua ketinggian, kecuali karakter tinggi tanaman pada dataran menengah. Aplikasi putresin meningkatkan fotosintesis daun dan menurunkan konsentrasi CO2 interseluler. Pada dataran menengah, suhu tinggi meningkatkan suhu daun bendera, kandungan MDA dan menurunkan aktivitas SOD. Putresin dapat menurunkan suhu daun bendera, kandungan MDA dan meningkatan aktivitas SOD di dataran menengah. Kadar air daun relatif dipengaruhi oleh ketinggian lokasi dan genotipe. Hasil dan komponen hasil menurun secara signifikan pada dataran menengah pada sebagian besar genotipe. Genotipe-genotipe gandum menunjukkan perbedaan respon terhadap aplikasi putresin. Perlakuan putresin meningkatkan bobot biji per malai pada dataran menengah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa putresin mampu meningkatkan pertumbuhan dan adaptabilitas gandum yang ditanam di dataran menengah di wilayah tropis. Berdasarkan analisis korelasi karakter–karakter fisiologi dan agronomi untuk gandum yang ditanam di dataran tinggi dan menengah, terdapat variasi nilai korelasi antar karakter- karakter terhadap bobot biji per tanaman. Bobot biji per tanaman memiliki nilai korelasi negatif dan signifikan terhadap MDA dan bernilai positif dengan gula total di kedua lokasi. Bobot biji per tanaman memiliki korelasi positif dan tidak signifkan dengan SOD di dataran menengah. Komponen hasil bervariasi dalam korelasinya dengan bobot biji per tanaman. Jumlah spikelet hampa memiliki korelasi yang negatif dan tidak signifikan dengan bobot biji per tanaman di kedua lokasi. Hal yang juga ditunjukkan bahwa jumlah biji per tanaman dan bobot biji per malai memiliki korelasi positif dan signifikan dengan bobot biji per tanaman di kedua lokasi. Hasil analisis sidik lintas menunjukan bahwa karakter bobot biji per malai memiliki pengaruh langsung di kedua lokasi terhadap bobot biji per tanaman sementara karakter jumlah biji per tanaman dan jumlah biji per malai memiliki pengaruh langsung dan bervariasi di masing – masing lokasi terhadap bobot biji per tanaman.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcField Cropsid
dc.subject.ddcWheatsid
dc.titleThe Improvement of Wheat (triticum aestivum L.) Adaptability To Tropical Environment By Putrescine Applicationid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordGandumid
dc.subject.keywordputresinid
dc.subject.keywordheritabilitasid
dc.subject.keywordindeks sensitifitas suhuid
dc.subject.keyworddataran menengah tropisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record