Fluks Bahang Terasa Pada Pertanaman Kelapa Sawit : Komparasi Antara Metode Aerodinamik Dan Penman-Monteith
Abstract
Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq) memiliki karakteristik morfologi yang
unik, salah satunya adalah memiliki bentuk kanopi hampir seragam, dimana
semakin dewasa, tutupan kanopi kelapa sawit akan semakin rapat dan
mempengaruhi langsung terhadap karakteristik mikrometeorologi di sekitarnya.
Pendugaan fluks bahang terasa pada pertanaman kelapa sawit penting dilakukan
untuk menduga kontribusi kelapa sawit dalam meredam atau melepas panas ke
lingkungan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
Aerodinamik dan Penman-Monteith. Kedua metode ini memiliki variasi diurnal
yang hampir sama. Puncak fluks bahang terasa terjadi pada siang hari pada kedua
umur tanaman kelapa sawit. Fluks bahang terasa pada pertanaman kelapa sawit
muda lebih tinggi dibandingkan umur dewasa, dengan nilai rata-rata pada setiap
stabilitas atmosfer untuk kelapa sawit muda sebesar 0.52 W/m² (kondisi stabil),
43.53 W/m² (kondisi tidak stabil), 0.63 W/m² (kondisi netral) dengan standar
deviasi masing-masing sebesar 0.50, 28.75 dan 0.46, sedangkan kelapa sawit tua
sebesar 0.29 W/m² (kondisi stabil), 35.38 W/m² (kondisi tidak stabil) dan 0.47
W/m² ( kondisi netral) dengan standar deviasi masing-masing sebesar 0.54, 23.39
dan 0.46. Pendugaan fluks bahang terasa dengan menggunakan metode Penman-
Monteith di kedua wilayah kajian nilainya lebih tinggi daripada metode
aerodinamik dengan nilai masing-masing pada setiap stabilitas atmosfer sebesar
0.77 W/m² (kondisi stabil), 45.13 W/m² (kondisi tidak stabil) dan 0.63 W/m²
(kondisi netral) dengan standar deviasi masing-masing sebesar (0.76, 29.61 dan
0.91) dan 0.34 W/m² (kondisi stabil), 35.82 W/m² (kondisi tidak stabil) dan 0.71
W/m² (kondisi netral) dengan standar deviasi masing-masing sebesar 0.20, 24.31
dan 0.90.