Kajian Pada Standardized Precipitation Evapotranspiration Index (Spei) Sebagai Indikator Awal Kekeringan Pertanian
View/ Open
Date
2017Author
Adhyani, Noor Laily
June, Tania
Sopaheluwakan, Ardhasena
Metadata
Show full item recordAbstract
Kekeringan adalah salah satu bencana alam yang terjadi secara perlahan
(slow onset disaster) berlangsung lama hingga musim hujan tiba dan berdampak
luas. Kekeringan terjadi disebabkan oleh anomali kondisi cuaca seperti penurunan
intensitas curah hujan dibandingkan dengan kondisi normal. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis karakteristik kekeringan dengan memanfaatkan indeks SPI
dan SPEI berdasarkan skala waktu dan geografis, menganalisis hubungan antara
indeks SPI dengan SPEI, SPEI dengan data kekeringan pertanian dan mempelajari
pemanfaatan SPEI untuk pendugaan indikator awal kekeringan pertanian.
Dalam merepresentasikan tingkat kekeringan menggunakan indeks
kekeringan karena dianggap dapat memberikan penilaian kuantitatif dari kondisi
iklim wilayah yang dikaji. Pada penelitian ini mengkaji dua indikator kekeringan,
yaitu Standardized Precipitation Index (SPI) dan Standardized Precipitation
Evapotranspiration Index (SPEI). Metode Thornthwaite (SPEI TRO), Hargreaves
(SPEI HAR) dan Penman-Monteith (SPEI PEN) merupakan tiga metode
pendugaan evapotranspirasi yang digunakan dalam indeks SPEI. Korelasi antara
SPI dengan ketiga indeks SPEI mendekati angka satu menunjukkan bahwa indeks SPI
dan SPEI sama, meskipun masukan data berbeda. Uji signfikansi menunjukkan, tidak
ada perbedaan yang signifikan antara SPI dengan SPEI TRO, SPEI HAR, dan SPEI
PEN, kecuali untuk daerah kering seperti provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat
(NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Perbedaan yang terjadi mengidentifikasikan
bahwa kekeringan yang terjadi pada daerah kering, dipengaruhi oleh kenaikan suhu
udara terhadap evapotranspirasi.
Korelasi antara SPI dengan ketiga indeks SPEI pada periode JJA lebih kecil
dibandingan dengan periode lainnya, dikarenakan rendahnya intensitas curah hujan
dan tingginya evapotranspirasi pada periode tersebut. Dari hubungan keempat
indikator kekeringan dengan atmospheric water balance (CH – E0), menunjukkan
bahwa SPEI TRO mampu merepresentasikan kekeringan dibandingkan indeks
lainnya. Hasil lain menunjukkan pada periode basah DJF dan MAM, awal kejadian
kekeringan terjadi ketika intensitas curah hujan sama dengan evaporasi. Sedangkan
pada periode kering JJA dan SON, awal kejadian kekeringan terjadi ketika evaporasi
mencapai nilai maksimum. Hasil kajian menyatakan bahwa 45% dari kejadian kering
SPEI-1 TRO dan 37% SPEI-3 TRO dengan selang waktu 0 – 5 bulan dapat diduga
sebagai awal dari kekeringan pertanian.
Collections
- MT - Professional Master [880]