Studi Populasi Dan Distribusi Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Hutan Penyangga Dan Koridor Batang Toru Sumatera Utara
View/ Open
Date
2017Author
Nasution, Arfah
Perwitasari, Rr Dyah
Atmoko, Sri Suci Utami
Metadata
Show full item recordAbstract
Populasi orangutan terus menurun dari waktu ke waktu. Penurunan ini
disebabkan oleh kehilangan habitat, fragmentasi, konversi lahan dan perburuan.
Salah satu habitat yang berpotensi bertahan dalam jangka panjang adalah populasi
Batang Toru (Tapanuli, Sumatera Utara) yang mendukung populasi di Selatan
Danau Toba. Jumlah populasi yang rendah, kehilangan habitat dan perburuan
adalah beberapa faktor yang mengancam kelangsungan jangka panjang populasi
orangutan Batang Toru. Habitat yang tumpang tindih serta tidak berstatus lindung
berpotensi memicu konflik orangutan dan masyarakat. Hal ini sangat bertentangan
dengan usaha konservasi orangutan karena orangutan memerlukan blok-blok
hutan yang luas untuk menjelajah, mencari makan dan bereproduksi. Salah satu
upaya konservasi yang dapat dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup jangka
panjang orangutan di Batang Toru yaitu dengan membuat hutan penyangga dan
koridor. Hutan Sitandiang, Hutaimbaru, Hopong, dan Bulu Mario adalah beberapa
lokasi potensial sebagai koridor dan hutan penyangga. Data populasi dan
distribusi penting sebagai data dasar untuk mencari tahu kondisi terkini orangutan
dan habitatnya di lokasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
populasi dan sebaran orangutan di hutan penyangga dan potensi koridor Batang
Toru Sumatera Utara.
Penelitian dilakukan di hutan yang berpotensi sebagai penyangga hutan
Batang Toru blok Barat (Sitandiang dan Hutaimbaru) dan hutan yang berpotensi
sebagai koridor yang menghubungkan CA. Dolok Sipirok - Hutan Batang Toru
blok Timur (Hopong) dan Batang Toru blok Barat – CA. Dolok Sibualbuali (Bulu
Mario). Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015 – Pebruari 2016. Pengambilan
data populasi orangutan dilakukan dengan metode penghitungan sarang dan line
transect. Pengambilan data kelimpahan tumbuhan berbuah dan Ficus dilakukan
dengan menggunakan metode fruit trail dan line transect. Pengambilan data
vegetasi dilakukan dengan dua metode, yaitu metode petak kuadrat pada hutan
tidak terganggu dan rapid assesment pada hutan terganggu. Kepadatan orangutan,
tumbuhan berbuah, dan Ficus dianalisis dengan persamaan dasar van Schaik et al.
1995 Data kondisi vegetasi disajikan secara kuantitatif dengan menampilkan nilai
Indeks Nilai Penting dan daftar potensi pohon pakan. Uji korelasi Pearsons
digunakan untuk mengetahui korelasi antara kepadatan orangutan, tumbuhan
berbuah, dan ficus. Pemetaan sarang orangutan dianalisis dengan menggunakan
software ArcGIS 9.3.
Penelitian ini menunjukkan kepadatan dan distribusi orangutan
dipengaruhi oleh kondisi hutan, tingkat ancaman, dan ketersediaan tumbuhan
berbuah. Sarang ditemukan lebih sedikit secara signifikan di daerah yang
terganggu (Hutaimbaru dan Bulu Mario) daripada daerah tidak terganggu
(Sitandiang dan Hopong) dengan nilai kepadatan di berturut-turut 0.2 ind/km2, 0.1
ind/km2, 0.7 ind/km2, dan 0.4 ind/km2. Jarak penemuan sarang dengan
pemukiman, jalan, dan kebun sangat mempengaruhi kepadatan orangutan di lokasi
penelitian. semakin dekat jarak pemukiman, jalan, dan kebun maka kepadatan
orangutan semakin rendah. Hutan Hutaimbaru dan Bulu Mario merupakan lokasi
dengan tingkat ancaman yang tinggi karena berbatasan langsung dengan
perkebunan yang dikelola secara aktif oleh masyarakat. Kepadatan orangutan
berkorelasi positif dengan kepadatan tumbuhan berbuah, namun berkorelasi
negatif dengan kepadatan ficus. Sarang orangutan tidak hanya ditemukan di
kawasan lindung, namun juga di luar kawasan lindung. Orangutan yang
ditemukan di luar kawasan lindung ini menghadapi berbagai ancaman serius.
Peningkatan status hutan dan manajemen konservasi pada lokasi penelitian
penting dilakukan untuk kelangsungan jangka panjang orangutan.