Adaptasi Perilaku Orangutan (Pongo Pygmaeus Morio) Di Kawasan Pertambangan Batubara Di Kalimantan Timur
View/ Open
Date
2017Author
Niningsih, Liza
Alikodra, Hadi Sukadi
Atmoko, Sri Suci Utami
Mulyani, Yeni Aryati
Metadata
Show full item recordAbstract
Menurut Alikodra (2012; 2015a), landasan utama kepedulian manusia terhadap orangutan adalah alasan moral/spiritual, intelektual, dan emosional, yang dikenal dengan pendekatan ecosophy. Status populasi orangutan yang dilindungi secara hukum karena berada diambang kepunahan merupakan landasan pragmatis perlunya kepedulian terhadap orangutan (Meijaard et al. 2001). Dampak gabungan dari hilangnya habitat, degradasi habitat dan perburuan ilegal terhadap orangutan kalimantan setara dengan penurunan populasi sebesar 86% antara tahun 1973 dan 2025, sehingga statusnya menjadi Critically Endangered di dalam Red List of Threatened species IUCN (Ancrenaz et al. 2016). Orangutan juga telah lama terdaftar dalam Appendix I CITES dan dilindungi secara hukum melalui UU No.5/1990, SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts-II/1991, dan PP No.7/1999. Ancaman utama bagi orangutan ialah melalui penyebab langsung seperti kematian karena perburuan dan pembunuhan, maupun melalui penyebab tidak langsung karena habitat alaminya terdegradasi dan terfragmentasi (Meijaard et al. 2001; Hockings dan Humle 2009; Soehartono et al. 2009). Faktor penting yang dapat meningkatkan peluang orangutan untuk bertahan hidup di kawasan pertambangan batubara (disebut KP Batubara) adalah kemampuan orangutan untuk beradaptasi. Hasil penelitian di berbagai lokasi menunjukkan bahwa orangutan dapat memodifikasi perilakunya untuk dapat bertahan hidup di habitat yang terganggu oleh aktivitas manusia. Kehilangan, degradasi, dan frgamentasi habitat adalah tiga hal yang tidak dapat dihindari apabila habitat alami orangutan dikonversi menjadi KP Batubara. Informasi tentang bagaimana orangutan beradaptasi di KP Batubara masih belum diketahui, sehingga penelitian mengenai perilaku adaptasi orangutan terhadap perubahan habitat di KP Batubara sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku adaptasi orangutan terhadap perubahan habitat di KP Batubara di Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai Timur, yaitu di areal konsesi PT Kaltim Prima Coal (disebut KP batubara) dan di Kawasan Prevab Taman Nasional Kutai (disebut Prevab TN Kutai) dari bulan Oktober 2013 hingga September 2014. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari atas data karakterisitik habitat dan data perilaku orangutan. Pengumpulan data karakterisitik habitat menggunakan metode petak ganda, yang selanjutnya dianalisis menggunakan analisis spasial, analisis vegetasi, dan analisis deskriptif. Pengumpulan data perilaku orangutan menggunakan metode focal animal sampling, kemudian dianalisis secara deskriptif serta dengan uji statistik non parametrik (Kruskal-Wallis H, Mann-Whitney, dan korelasi).
Habitat alami Prevab TN Kutai merupakan hutan yang cukup kompak dan utuh, tegakan hutan disusun oleh pohon-pohon dari berbagai jenis dan berbagai tingkat pertumbuhan. Jenis pohon yang mendominasi di Prevab TN Kutai adalah (Cananga odorata) dengan INP 31.44%, diikuti oleh katan (Paranephellium sp.) dengan INP 12.94%, dan malakapur (Croton argyratus) dengan INP 9.76%. Areal Rehabilitasi Kawasan Pertambangan Batubara (ARKPB) merupakan tipe patch
yang mendominasi di KP Batubara. Struktur tegakan hutan di ARKPB cenderung seragam karena disusun oleh pohon-pohon yang berasal dari jenis dan kelas umur yang hampir sama. Jenis yang paling dominan adalah johar (Senna siamea) dengan INP sebesar 98.69%, diikuti oleh sengon (Falcataria moluccana) dengan INP 72.32%, dan kembang kuning (Senna surattensis) dengan INP 38.02%. Di KP batubara, manusia hadir dalam jumlah yang lebih besar, intensitas yang lebih tinggi, dan durasi yang lebih lama daripada di Prevab TN Kutai.
Orangutan di KP Batubara memulai aktif hariannya rata-rata pada pukul 7.57 WITA, lebih siang daripada orangutan di Prevab TN Kutai yang rata-rata mulai aktif pukul 06.31 WITA. Orangutan di KP Batubara rata-rata aktif selama 9 jam 41 menit dalam sehari, lebih pendek 1.5 jam daripada orangutan di Prevab TN Kutai dengan periode aktif harian rata-rata 10 jam 58 menit. Jantan berpipi (FM) di KP Batubara mengalokasikan lebih banyak waktu untuk makan dan bergerak dengan waktu istirahat yang lebih sedikit daripada FM di habitat alami Prevab. Betina dewasa (AF) di KP Batubara mengalokasikan lebih sedikit waktu untuk makan dan bergerak dengan waktu istirahat yang lebih tinggi daripada AF di Prevab. Orangutan di KP Batubara lebih banyak melakukan aktivitas makan, bergerak, dan istirahat pada lower canopy (ketinggian 1-10 m), sedangkan orangutan di Prevab TN Kutai lebih banyak pada midle canopy (ketinggian 10-20 m).
Orangutan di KP Batubara merubah komposisi pakannya sesuai dengan jenis-jenis yang tersedia di KP Batubara. Diet utama orangutan di KP Batubara adalah materi vegetasi non buah, berbeda dengan orangutan di habitat alami yang diet utamanya adalah buah. Orangutan di KP Batubara secara intensif memakan kulit, biji-bijian, dan daun, sehingga ketiga item tersebut dapat ditetapkan sebagai fall back foods. Orangutan di KP Batubara mengalokasikan >75% waktu makannya untuk tiga jenis tumbuhan saja yaitu: 29.86% untuk johar (Senna siamea), 27.48% untuk akar belaran (Merremia peltata), dan 17.95% untuk sengon (Falcataria moluccana).
Orangutan di KP Batubara mengembangkan strategi tertentu dalam bergerak sebagai respon terhadap fragmentasi habitat dan diskontinuitas tajuk hutan. Aktivitas terrestrial orangutan di KP Batubara lebih tinggi daripada orangutan di Prevab TN Kutai (9.17% versus 0.81%). Secara umum, jarak jelajah harian (day range) orangutan di KP Batubara lebih dekat daripada orangutan di Prevab TN Kutai (757 m versus 983 m), kecuali pada FM. Rata-rata day range FM di KP Batubara adalah 1 169 m, lebih jauh daripada day range FM di berbagai lokasi penelitian lainnya. Orangutan di KP Batubara memanfaatkan dua atau lebih fragmen habitat, serta telah belajar cara dan waktu yang aman untuk menyeberang dari satu fragmen ke fragmen lainnya.
Orangutan di KP Batubara beradaptasi untuk memanfaatkan pohon-pohon dari berbagai jenis dan dimensi sebagai tempat membangun sarang. Ada 15 jenis pohon yang digunakan oleh orangutan di KP Batubara sebagai pohon sarang dengan frekuensi yang lebih tinggi pada Senna siamea (43.42%) dan Gmelina arborea (26.32%). Di Prevab TN Kutai, teridentifikasi 35 jenis pohon sarang dengan frekuensi penggunaan yang lebih tinggi pada Eusideroxylon zwageri (15.45%), Dracontomelon dao (13.01%), dan Pterospermum spp. (12.20%). Diameter setinggi dada (diameter at breast height/dbh) rata-rata pohon sarang di KP Batubara adalah 15 cm (5-50 cm), sedangkan dbh rata-rata pohon sarang di
Prevab adalah 56 cm (20-126 cm). Tinggi pohon sarang di KP Batubara berkisar antara 5 sampai 30 m dengan frekuensi paling tinggi pada kelas tinggi 10.1-15 m. Di Prevab TN Kutai, tinggi pohon sarang berkisar antara 10-40 m dengan frekuensi paling tinggi pada kelas tinggi 20.1-25 m. Orangutan di KP Batubara paling sering membangun sarang pada ketinggian <15 m, sedangkan orangutan di Prevab pada pada ketinggian >20 m. Proporsi reused nest di KP Batubara adalah 35.53%, lebih tinggi daripada reused nest di Prevab yang hanya 16.26%. Orangutan di KP Batubara lebih sering membangun sarang pada posisi 3/puncak (63.51%) dan 2/ujung dahan (27.03%), sedangkan orangutan di Prevab TN Kutai lebih sering membangun sarang pada posisi 2 (51.67%) dan 3 (36.67%).
Translokasi adalah upaya yang selama ini ditempuh oleh perusahaan untuk menyelamatkan orangutan di KP Batubara, sebanyak 114 orangutan telah dipindahkan dari KP Batubara semenjak Januari 1998 hingga Agustus 2012. Selama studi ini (November 2013-Agustus 2014) berhasil dijumpai 41 individu orangutan berbeda di 10 ARKPB, yang terdiri atas 17.07% jantan dewasa, 39.02% betina dewasa, 12.20% remaja, 9.76% anak, dan 21.95% bayi. Hal tersebut juga menjadi salah satu indikasi keberhasilan adaptasi orangutan di KP Batubara, khususnya di ARKPB. Fakta tentang populasi, perilaku, dan struktur demografi orangutan di KP Batubara menunjukkan bahwa translokasi adalah solusi jangka pendek yang kurang efektif . Oleh karena itu, strategi konservasi in-situ orangutan di KP Batubara sangat dibutuhkan, baik untuk jangka pendek (selama operasional penambangan) maupun untuk jangka panjang (pasca operasional penambangan). Perusahaan harus menerapkan Best Management Practices/BMP untuk dapat melindungi orangutan yang ada di kawasannya. Strategi konservasi selama operasional penambangan adalah: peningkatan kualitas kantong habitat, pembuatan koridor orangutan, peningkatan kesadartahuan karyawan/masyarakat dan pelibatan para pihak dalam upaya konservasi pada skala lansekap. Strategi konservasi setelah penutupan tambang adalah merubah peruntukan dan fungsi kawasan pasca tambang menjadi kawasan konservasi (Taman Hutan Raya atau Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus) melalui skema tukar menukar kawasan hutan.
Collections
- DT - Forestry [344]