Desain Kebijakan Pengelolaan Terpadu Mangrove Dan Perikanan (Studi Kasus Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)
View/ Open
Date
2017Author
Yulianto, Gatot
Soewardi, Kadarwan
Adrianto, Luky
Machfud
Metadata
Show full item recordAbstract
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan tidak terlepas dari
karakteristik biofisik, peranan suatu ekosistem dalam menghasilkan jasa-jasa
lingkungan, peranan aktor yang terlibat dalam pengelolaan serta rejim
kepemilikan atas sumberdaya dan lingkungan. Di wilayah pesisir Kabupaten
Indramayu terdapat ekosistem mangrove, aktivitas perikanan tangkap skala kecil
dan aktivitas perikanan budidaya tambak tradisional. Adanya persoalan degradasi
mangrove dan degradasi sumberdaya ikan akan mengancam keberlanjutan kedua
aktivitas perikanan tersebut. Persoalan degradasi, efek dan solusinya perlu
dilakukan kajian untuk mencapai performa keberlanjutan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menjelaskan kondisi mangrove dan status
pemanfaatan sumberdaya ikan sekitar pantai, (2) menganalisis pengaruh
ekosistem mangrove terhadap perikanan tangkap sekitar pantai dan budidaya
tambak tradisional-silvofishery, (3) menganalisis kelembagaan pengelolaan
mangrove dan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap dalam perspektif
ekonomi kelembagaan, (4) mendesain struktur kebijakan pengelolaan mangrove
secara berkelanjutan untuk mendukung aktivitas perikanan tangkap sekitar pantai
dan budidaya tambak tradisional-silvofishery dan (5) mendesain dan
memformulasikan skenario alternatif kebijakan terpadu dengan model dinamik
keterkaitan mangrove dengan perikanan tangkap sekitar pantai dan budidaya
tambak tradisional-silvofishery.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Indramayu dan waktu penelitian
dilakukan mulai dari bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2016. Data
penelitian terdiri atas data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari
instansi terkait. Data primer dilakukan dengan cara pengamatan lapangan,
wawancara, diskusi mendalam dan diskusi pakar. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis bioekonomi, analisis fungsi produksi, analisis
kelembagaan, analisis kebijakan, analisis ISM dan analisis sistem dinamik.
Hasil analisis terhadap kondisi luasan mangrove menunjukkan bahwa dalam
kurun waktu 15 tahun luasan mangrove mengalami degradasi sekitar 6,68 %
tahun-1. Hasil analisis dengan model bioekonomi Gordon-Schaefer menunjukkan
kondisi ikan sekitar pantai (antara lain famili Leiognathidae, Sciaenidae dan
Latidae) yang ditangkap dengan jaring pantai, jaring klitik dan sero yang
beroperasi di sekitar pantai berada dalam kondisi overfishing, terdegradasi dan
terdepresiasi. Hasil analisis bioekonomi interaksi mangrove dan perikanan
menunjukkan bahwa mangrove berpengaruh terhadap perikanan tangkap sekitar
pantai (skala kecil). Dilihat dari analisis fungsi produksi menunjukkan bahwa
variabel mangrove secara parsial maupun secara bersama-sama dengan variabel
bibit dan pakan berpengaruh terhadap produksi tambak.
Kelembagaan pengelolaan lahan Perhutani dicerminkan dengan adanya
kelembagaan kontrak silvofishery dan hasil analisis menunjukan bahwa kontrak
belum mampu memberikan insentif bagi petambak kontrak dalam memperoleh
keuntungan. Institusi kepemilikan lahan rakyat sudah menunjukkan pengelolaan
mangrove secara mandiri dan terdapat kecenderungan peningkatan mangrove.
Kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap ditunjukkan dengan (i) tidak adanya
peraturan yang membatasi jumlah alat penangkapan ikan (PerMen.KKP
17/MEN/2006), (ii) tidak adanya pengelolaan berbasis property right dan (iii)
tidak adanya peraturan berbasis pengendalian hasil tangkapan. Secara umum,
kelembagaan pengelolaan mangrove dan kelembagaan pengelolaan perikanan
menghasilkan performa sumberdaya mangrove dan sumberdaya ikan terdegradasi.
Berdasarkan analisis ISM menunjukkan bahwa elemen-elemen penyusun
sistem kebijakan mangrove terdiri atas (i) elemen masalah kebijakan dengan
subsub elemen kunci adalah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum,
pengalihan hak pengusahaan lahan/ tambak dan kurangnya koordinasi antar
instansi terkait, (ii) elemen tujuan kebijakan dengan sub-sub elemen kunci adalah
kelestarian mangrove, mencegah abrasi dan intrusi air laut, meningkatkan
pendapatan petambak, (iii) elemen lingkungan kebijakan dengan subsub elemen
kunci adalah abrasi pantai dan pencemaran perairan, (iv) elemen tindakan
kebijakan dengan subsub elemen kunci adalah pengelolaan mangrove berbasis
masyarakat serta koordinasi yang terpadu antar Instansi, (v) elemen pelaku
kebijakan dengan subsub elemen kunci adalah Dinas Perikanan dan Kelautan,
Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Perhutani
dan Petambak.
Adanya pengaruh mangrove terhadap perikanan tangkap, terhadap tambak
silvofishery-tradisional di salah satu sisi dan terjadinya degradasi mangrove di sisi
lain (sebagai masalah kebijakan), maka solusi kebijakan pengelolaan mangrove
sebagai pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan (ecosystem approach
to fisheries and aquaculture management, EAFAM) adalah kebijakan restorasi
habitat mangrove yang mencakup (a) tata kelola kelembagaan (restorasi
institusi), dengan tindakan kebijakan meliputi : (i) pengelolaan mangrove berbasis
masyarakat, (ii) koordinasi yang terpadu antar Instansi, (iii) penataan kontrak
silvofishery, (iv) pengawasan dan penegakan hukum, (v) penetapan zonasi
kawasan pesisir, (b) restorasi habitat (fisik), dengan tindakan kebijakan meliputi
(i) pengembangan teknologi budidaya dan perikanan ramah lingkungan, (ii)
pembuatan bangunan pencegah abrasi, (c) tata kelola anggaran (restorasi
ekonomi), dengan tindakan kebijakan adalah peningkatan alokasi anggaran.
Selain kebijakan pengelolaan mangrove untuk mendukung perikanan, maka
kebijakan perikanan yang diperlukan sebagai solusi overfishing dan situasi open
access fishery adalah Right Base Fishery Management (RBFM) bagi nelayan
jaring pantai, jaring klitik dan sero serta kebijakan pengendalian effort (input
control). Hasil simulasi yang mengakomodasi aspek lingkungan, ekonomi dan
kelembagaan menunjukkan bahwa kebijakan dengan target tutupan mangrove
pada lahan Perhutani sebesar 50 % (target silvofishery berkelanjutan) dan tutupan
mangrove di lahan masyarakat sebesar 14 % (target RUTR) serta pemberian
territorial fishing right dan pengendalian effort (input control) dengan jumlah
optimal 1.747 unit mampu menghasilkan performa tambak tradisional dan
performa perikanan tangkap sekitar pantai secara berkelanjutan.