Dampak Kebijakan Perberasan Terhadap Pola Diversifikasi Pangan Pokok Dan Ketahanan Pangan Nasional
View/ Open
Date
2017Author
Setiawan, Edi
Hartoyo, Sri
Sinaga, Bonar M.
Hutagaol, Manuntun Parulian
Metadata
Show full item recordAbstract
Sebagai salah satu dari lima negara dengan penduduk terbesar di dunia,
Indonesia mempunyai tantangan cukup besar dalam pemenuhan konsumsi pangan
penduduknya. Masalah ketahanan pangan terkait penyediaan dan akses pangan menjadi
agenda penting dalam setiap program pembangunan pertanian. Dengan berbagai
kebijakan perberasan yang diterapkan membawa Indonesia pernah meraih swasembada
beras, namun prestasi ini membawa dampak lain yaitu semakin tingginya ketergantungan
konsumsi pangan penduduk terhadap beras. Berbagai program diversifikasi pangan tidak
mampu menahan laju konsumsi beras sehingga kondisi ini dapat menjadi ancaman baru
bagi kondisi ketahanan pangan nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan kondisi diversifikasi
pangan pokok periode yang lalu dan meramalkan perkembangan diversifikasi pangan
pokok pada masa yang akan datang, menganalisis keterkaitan kebijakan perberasan dan
program swasembada beras dengan kegagalan program diversifikasi pangan pokok,
meramalkan dampak penerapan kebijakan perberasan pada masa yang akan datang
terhadap kondisi diversifikasi pangan pokok, dan merumuskan kebijakan alternatif terbaik
yang dapat meningkatkan kondisi diversifikasi pangan pokok dan ketahanan pangan
nasional. Pangan pokok yang dianalisis dibatasi pada empat pangan pokok utama yaitu
beras, jagung, ubi kayu dan terigu dan digunakan data tingkat nasional tahun 1980-2013.
Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan terdiri dari 22 Persamaan
struktural dan 34 persamaan identitas yang diestimasi dengan menggunakan metode Two
Stage Least Square (2SLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversifikasi produksi dan konsumsi empat
pangan pokok selama kurun waktu 4 dekade terakhir semakin memburuk yang ditandai
oleh kesenjangan yang tinggi antara padi dengan jagung, ubi kayu dan terigu. Produksi
beras mendominasi produksi pangan pokok dan kecenderungannya semakin meningkat
setiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.22 persen. Konsumsi beras juga
mempunyai kecenderungan meningkat jauh di atas komoditas lainnya terutama setelah
tahun 2006.
Berdasarkan hasil simulasi kebijakan perberasan pada model ekonomi pangan
pokok Indonesia diketahui bahwa dari berbagai alternatif kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah tidak ada satupun yang dapat memenuhi tujuan keempat indikator ketahanan
pangan. Penerapan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas jagung dan ubi kayu
merupakan pilihan yang dapat dipilih untuk meningkatkan semua indikator ketahanan
pangan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan yang memberikan dukungan
berlebihan terhadap komoditas beras dengan tujuan swasembada beras berdampak negatif
terhadap diversifikasi baik konsumsi maupun produksi. Kebijakan yang terkait
pembatasan impor dan pengenaan tariff yang tinggi atas impor beras memberikan dampak
yang positif terhadap diversifikasi konsumsi dan indikator swasembada beras. Semua
kebijakan yang dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan diversifikasi produksi
pangan pokok akan berdampak positif juga terhadap indeks diversifikasi konsumsi tetapi
tidak berlaku sebaliknya.
Berdasarkan ramalan dampak kebijakan perberasan selama periode 2017-2025 pada
model ekonomi pangan pokok Indonesia diketahui bahwa sampai dengan tahun 2025
vi
kondisi diversifikasi pangan pokok baik produksi maupun konsumsi masih sangat sulit
untuk tercapai. Ketahanan pangan nasional masih akan tergantung kepada pencapaian
swasembada beras dengan segala kebijakan pendukungnya. Selama 8 tahun ke depan,
trade off antara kebijakan yang ingin memperkuat ketahanan pangan melalui swasembada
beras dengan kebijakan penguatan ketahanan pangan melalui diversifikasi konsumsi
masih akan terjadi. Berdasarkan hasil simulasi historis ada satu pilihan alternatif
kebijakan yang dapat memperkuat diversifikasi konsumsi sekaligus pencapaian
swasembada beras yaitu alternatif kebijakan penurunan kuota impor sebesar 10 persen.
Pada masa yang akan datang, jika pemerintah tetap ingin mempertahankan
ketahanan pangan yang dibangun berdasarkan swasembada beras maka pilihan kebijakan
pengurangan subsidi pupuk dan benih yang diantisipasi dengan peningkatan dan
perbaikan infrastruktur irigasi dapat menjadi kebijakan alternatif, sedangkan jika
pemerintah ingin fokus terhadap upaya-upaya pencapaian diversifikasi pangan baik
produksi maupun konsumsi maka pilihan kebijakan pengurangan subsidi pupuk yang
diantisipasi dengan menaikkan harga pembelian pemerintah dapat menjadi alternatif.
Temuan menarik yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah adalah bahwa
ketika diversifikasi produksi berhasil dicapai maka diversifikasi konsumsi juga akan
tercapai, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Temuan ini menjelaskan bahwa diversifikasi
konsumsi dapat dicapai tanpa melalui diversifikasi produksi tetapi bisa melalui kebijakan
langsung terhadap penawaran beras yaitu impor.
Dari berbagai alternatif kebijakan yang disimulasikan, kebijakan pelarangan
impor atau pembatasan impor pada level tertentu adalah pilihan kebijakan yang dapat
diambil agar dapat memaksa masyarakat mendiversifikasikan konsumsi pangan pokok
mereka dan mengurangi ketergantungan akan beras. Kebijakan ini juga sekaligus dapat
memperkuat kemandirian pangan beras dan memuluskan jalan untuk pencapaian
swasembada beras.
Pemerintah sebaiknya memutuskan untuk membangun ketahanan pangan nasional
dengan orientasi jangka pendek melalui pencapaian swasembada beras atau berorientasi
jangka panjang dengan melakukan diversifikasi produksi dan konsumsi pangan pokok.
Peningkatan produktivitas jagung dan ubi kayu sebaiknya segera dilakukan mengingat
dampaknya positif terhadap diversifikasi dan ketahanan pangan. Kebijakan pengurangan
subsidi pupuk belum saatnya untuk dilakukan jika pemerintah masih tetap mentargetkan
untuk mencapai swasembada beras karena berbagai kombinasi kebijakan yang dilakukan
menunjukkan indikator ketahanan pangan yang memburuk dan kesejahteraan baik
produsen maupun konsumen menjadi turun.